Juru Ketik Mimpi

Oleh: Moh. Husen

 

MEPNews.id—Seorang guru sekolah di tingkat dasar saya ajak menulis tentang pendidikan. Eman jika berbagai idenya tidak ditulis. Saya berusaha menyakinkannya. Saya akan bangga jika ia benar-benar menulis, karena saya tahu persis kepandaiannya. Dan saya bisa nunut pengetahuannya yang cemerlang melalui berbagai tulisannya kelak.

Dia mengelak. Merasa tidak bisa menulis dan merasa belum ngerti apa-apa mengenai pendidikan. Dia merasa tidak expert. Malu kalau tulisannya kelak dibaca para pakar pendidikan. Ketika agak saya desak, dia malah bilang: “Iya kamu, memang penulis. Jadinya menulis itu mudah.”

Akhirnya saya buktikan, bahwa saya bukan penulis. Saya ini cuma juru ketik mimpi-mimpi pas lagi tidur.

Lha, ya itu namanya penulis. Pinter ngaco kamu. Sudah deh, saya nggak bisa menulis dan tidak begitu ngerti pendidikan,” katanya.

Lho,” saya spontan merespon, “menulis pendidikan itu tidak usah ahli-ahli amat. Biasa-biasa saja. Kita bisa memulainya dari hal-hal yang sederhana. Misalnya menghormati tetangga.”

Kok menghormati tetangga? Maksudnya gimana?”

“Nah, ngerti kan kalau soal menghormati tetangga?  Anak-anak di sekolah kita tuntun untuk mengenali dirinya sendiri. Kalau memakai metafor mata pelajaran atau mapel di sekolah, anak-anak harus tahu, apakah dia Matematika, apakah dia Olahraga, ataukah dia IPA? Anak-anak harus tahu sejak dini mapel apa yang dia sukai. Begitu dia ketemu bahwa dia Matematika, maka dia tidak boleh meremehkan dan harus menghormati tetangganya yang bernama IPA, Olahraga, Agama, Bahasa, Sejarah, dan seterusnya. Dia harus mampu menghormati mapel kanan-kirinya di sekolah. Bahkan yang disebut mapel bisa melebihi mapel yang tertulis di Raport Siswa. Anak-anak harus menemukan mapelnya sendiri, mapel yang paling disuka dan yang paling bisa, tapi tetap harus bisa menghormati mapel yang lain. Menemukan mapel sendiri merupakan penelusuran dari meraba kemauan Tuhan atas dirinya sendiri. Anak yang dititipi Matematika oleh Tuhan berbeda dengan anak yang dititipi ilmu Kesehatan. Dan terhadap mapelnya sendiri itu insya Allah anak-anak tidak akan mencontek, dia akan tekun tanpa disuruh, dan seterusnya….”

Tiba-tiba tubuh saya diguncang pelan-pelan oleh putri saya. “Yah, bangun. Pinjam HPnya. Temani aku ujian online…” teriak putri saya pelan.

Waduh, ternyata hanya mimpi.

“Oke, Ayah bangun,” Si Juru Ketik Mimpi bergegas bangun, bersiap menemani putrinya ujian online dari sekolahnya.

 

(Banyuwangi, 12 Juni 2020)

Facebook Comments

Comments are closed.