Sukses Ala Warren Buffett

Oleh: Budi Winarto*

mepnews.id – Saya orang yang tipikal takut berinvestasi. Bukan tidak berani, tetapi lebih karena masih lemah dalam bekal keilmuan dan kurang kuat berspekulasi. Padahal, spekulasi adalah cara membuka celah untuk melakukan transaksi. Memang tidak sembarang orang bisa berinvestasi karena butuh kesiapan mental.

Saya baca buku The Warren Buffett Way karya Robert G. Hagstrom. Buku ini bukan hanya bicara soal invest. Penulis, yang sekaligus praktisi investing dan trader, mengupas strategi investing ala Buffet. Dalam buku ini, model investasi Buffett sangat beda dengan influencer saham lainnya. Influencer lebih dominan ke trading. Investasi berbentuk trading bukanlah tipikal Buffet.

Buffett adalah orang sukses dan terkaya sedunia sebelum Bill Gate. Dia mengumpulkan kekayaannya hanya dengan cara investasi. Saking ahlinya berinvestasi, dia sampai dijuluki ‘Oracle of Omaha’ alias tukang ramal dari Omaha (kota kelahiran Buffet di Amerika Serikat). Hal ini cukup beralasan. Ke mana saja ia menanamkan investasi, boleh dikata semuanya melejit. Contohnya; Coca Cola, Apple, dan sebagainya.

Apa kuncinya? “It’s not about luck. It’s about discipline.” Kesuksesannya terbangun bukan karena keberuntungan tetapi lebih pada kerja keras dan disiplin. Dua semangat kerja itu yang menjadikan Buffet sukses. Meski dari keluarga gemar investasi, dan lingkungan yang mendorong belajar bisnis, namun semua itu tak ada gunanya jika tak ada kerja keras dan disiplin.

Buffet sudah sangat disiplin sejak kecil. saat berumur 13 tahun, ia sudah belajar kecil-kecilan melatih mental dan naluri bisnis. Ia memiki feeling kuat dan kecermatan dalam berspekulasi. Sampai akhirnya dia menjadi praktisi sukses di bidang investasi. Namanya pun membumbung tinggi.

Satu hal yang perlu diingat, meskipun sudah sukses tetapi dia tetap hidup dalam kesederhanaan. Rumah dan mobil ya itu-itu saja. Sarapannya sekelas warung.

Kesuksesan Buffett juga didorong oleh prinsip yang ia pegang teguh, “Invest like you own the business.” Investasi itu bukan sekedar angka-angka. Tanamkan modal seolah-olah engkau memiliki bisnisnya.

Ini mungkin yang membedakan investor atau trader lain dengan Buffet. Orang lain, saat melakukan investasi, selalu disibukkan dengan melihat depth of market. Rata-rata trader melihat angka, “Oh ini plus sekian, minus sekian”. “Berarti kita sell“, atau “Kita deep’, atau “Kita short,” atau “Kita long.” Orang lain umumnya mengambil keputusan berdasar pola harga, volume dan indikator lainnya.

Cara Buffet beda. Ia berinvestasi bukan soal membeli saham tetapi membeli  bisnisnya. Dia lebih dulu fokus dan memahami model bisnisnya seperti apa. Dia menghindari spekulasi jangka pendek. Intinya, dia memperlakukan saham bukan seperti angka-angka tetapi seperti miliknya bisnisnya sendiri.

Rahasia berikutnya, dia berinvestasi hanya pada hal-hal yang benar-benar dia pahami. Istilahnya, berinvestasi hanya di circle of competence. Pemahaman kuat seperti ini sangat menentukan kondisi ke depannya. Maka, Buffet mencoba memahami dulu bisnisnya seperti apa sebelum ia beli saham.

Dia orang yang percaya pada manajemen yang jujur, dia fokus pada nilai yang riil, bukan pada angka-angka yang dilaporan. Dia melakukan transaksi sebisa mungkin untuk membeli lebih murah dari nilai sesungguhnya.

Prinsip-prinsip tersebut dinamakan Immutable Tenets.

Ada juga Business Tenets gaya Buffet. Menurutnya, investasi itu harusnya simpel dan tidak ribet, harusnya mudah dimengerti, memiliki sejarah perjalanan yang konsisten dan prospeknya jangka panjang.

Masih ada beberapa trik dan konsep yang sebenarnya disampaikan Hagstrom di buku ini. Tetapi, ada satu hal dari perjalanan karir dan kesuksesan Buffett yang saya ingin sampaikan.

Saat saya menyandingkan buku karya Hagstrom ini dengan buku Cara Sukses Public Speaking karya Arisatya Yogaswara dan Niken Raditya Yogaswara, ternyata ada benang merahnya.

Selain beberapa konsep yang dijalankan, ada sisi lain yang membuat Buffet sukses. Apa itu? Komunikasi.

“Ði dinding-dinding kantor saya, Anda tidak akan menemukan ijazah kelulusan saya dari University of Nebraska. Anda juga tidak akan menemukan ijazah master saya dari Colombia University. Tapi Anda bisa menemukan serifikat kecil yang saya dapatkan dari Dale Carnegie Course (tempat kursus public speaking),” kata Buffett.

Selain pigura kecil yang mengisyaratkan dia pernah mengikuti kursus public speaking, ia juga menempatkan beberapa potongan koran yang bisa dijadikan reminder bagi siapapun penghuni kantor. Potongan koran tersebut berisi berita tentang krisis yang disebut ‘Panic of 1907’  dan tajuk koran tentang ”Black Tuesday 1929′ yang mengawali terjadinya Great Depression.

Pigura-pigura berisi potongan kecil itu tak bermakna kecil bagi Buffett. Reminder itu lah yang menjaga bisnisnya tetap stabil. Ya, karena ia jadi lebih waspada. Sejarah kelam yang ada di potongan koran itu mengajarkan dia untuk berhati-hati dalam setiap langkah dan keputusan. Pigora kecil berisi sertikat public speaking juga memicu keyakinan Buffet bahwa komunikasi yang baik adalah jalan menuju kesuksesan.

Ralp Waldo Emerson pernah berkata, “Semua pembicara hebat pada awalnya adalah pembicara yang buruk.” Artinya, meski berbicara itu kelihatan sepele, tetapi tidak semua orang bisa berbicara dengan benar dalam konteks bisa mengeluarkan aura di hadapan lawan bicara. Orang yang mengerti teknik berbicara akan menjadikan komunikasinya memiliki energi agar orang lain tertarik, terpengaruh, bahkan minimal tidak jenuh dengan apa yang dibicarakan, sehingga mau mendengarkan.

Tentu, untuk bisa mencapai di titik itu, ada tekniknya. Di antara teknik itu adalah harus bisa tersenyum saat melakukan komunikasi. Senyum ternyata memiliki kekuatan magis luar biasa. Saat kita tersenyum pada orang lain, kebanyakan orang lain itu pun akan tersenyum kepada kita.

Selain senyum, pembicara yang baik juga harus memiliki modal mampu mengendalikan antusiasme untuk memengaruhi lingkungan sekitar terutama audien. Artinya, dia harus paham dengan siapa dia berbicara. Semakin besar audien mendengar, tentu antusiasme yang dimilikinya harus semakin kuat. Sehingga apa yang disampaikan selalu menjadi perhatian.

Selain itu, pembicara yang hebat harus bersedia mendengar. Ini kelihatan mudah, tetapi akan sangat sulit bagi orang yang tipikalnya dominan. Orang yang dominan itu ingin selalu didengar daripada mendengar.

Lalu, berwawasan luas. Ini peting, dan boleh jadi faktor penentu. Pembicara yang hebat itu bisa diketahui dari bagaimana ia berbicara. Bagaimana cara bicara itu banyak ditentukan oleh seberapa besar wawasannya. Dari wawasan itu akan diketahui apakah dia pembicara profesional atau sekedar bisa bicara. Wawasan yang luas menjadikan pembicara memiliki sudut pandang berbeda, tetapi tepat dan terukur dengan tema yang disajikan.

Selain berwawasan luas seorang pembicara harus memiliki kepercayaan diri dan memiliki humor yang cukup. Dengan beberapa modal di atas minimal, mereka akan memiliki strategi yang baik agar komunikasinya bisa memengaruhi atau setidaknya mendapatkan ruang untuk didengar.

Jadi begitulah cara Warren Buffet membangun kerajaan bisnisnya. Ada strategi yang harus dijalakan dan ada pula komunikasi yang baik sebagai jembatan keberhasilan usahanya.

 

  • Penulis kelahiran Kabupaten Malang yang berdomisili di Kabupaten Mojokerto. Motonya, “Berbagi Manfaat Positif (BMP).”

 

Facebook Comments

POST A COMMENT.