Mengendalikan Lucid Dream Bisa Lewat Ponsel?

Oleh: Esti D. Purwitasari

mepnews.id – “Senangnya hatiku. Mbak, senang hatiku…. Senang banget,” teriak Niki dari kamar sebelah tempat retreat perusahaan.

“Wah, tumben pagi-pagi kamu bersemangat,” aku menanggapi.

“Ya ampun, aku masih nggak percaya! Akhirnya bisa ketemu Reza Rahadian.”

“Oh ya? Wah, keren banget! Kapan ketemunya? Di kawasan wisata ini juga?”

“Enggak, Mbak. Hanya dalam mimpi. Sebentar. Aku terus bangun.”

“Yealaaahhh. Kupikir bertemu betulan.”

“Aku ngefans dia, Mbak. Pingin ketemu lagi meski dalam mimpi.”

“Idih, kayak ABG saja. Kalau cuma pingin ketemu dalam mimpi, coba lucid dream pakai ponsel.”

…………

Pembaca yang budiman, lucid dream terjadi ketika seseorang saat bermimpin sadar bahwa ia sedang bermimpi sehingga ia bisa mengendalikan atau mengarahkan mimpi sesuai keinginannya. Kalau misalnya sedang mimpi bertemu Reza, ia seolah-olah bisa mengarahkan bagaimana kelanjutan mimpinya tentang Reza. Mimpinya jadi lebih hidup, lebih jelas, lebih intens dan lebih terarah.

Ada beberapa teknik yang biasa digunakan untuk melatih kemampuan lucid dreaming, antara lain:

  • Reality Checks: Melakukan pengecekan secara sadar sepanjang hari untuk membedakan antara mimpi dan kenyataan, misalnya dengan melihat jam atau mencoba menembuskan jari ke tangan.
  • Dream Journal: Mencatat mimpi setiap kali bangun tidur untuk membantu meningkatkan kesadaran dan ingatan tentang mimpi.
  • Mnemonic Induction of Lucid Dreams (MILD): Mengulang niat untuk menyadari mimpi sebelum tidur dengan mengingatkan diri bahwa seseorang akan sadar dalam mimpinya.
  • Wake-Back-to-Bed (WBTB): Bangun setelah beberapa jam tidur, lalu tidur lagi dengan fokus pada niat untuk memasuki mimpi yang disadari.

Lucid dreaming menarik bagi banyak orang karena memberikan kebebasan untuk mengeksplorasi dunia mimpi, menghadapi ketakutan, atau bahkan melatih keterampilan tertentu dalam mimpi.

Para peneliti juga tertarik pada lucid dream karena menyediakan cara untuk mempelajari isi mimpi secara ilmiah secara langsung, tanpa bergantung pada jurnal mimpi yang dibuat secara retrospektif setelah kejadian.

Penelitian ilmiah tentang lucid dream dimulai pada 1980-an oleh psikolog dan ahli mimpi Stephen LaBerge, yang mengembangkan teknik bagi pemimpi untuk berkomunikasi dengan dunia luar.

Faktanya, lucid dream terjadi selama tahap gerakan mata cepat (REM) saat tidur. Maka, saat itu terjadi, sebagian besar tubuh boleh dikata betul-betul dalam kondisi tidak bergerak. Jadi, meskipun orang bisa bermimpi yang benar-benar hidup, mungkin sulit bagi dia untuk bisa mengendalikan tubuhnya sendiri untuk memberi sinyal keadaan sadar.

Kemudian, peneliti mengembangkan teknik laboratorium untuk meningkatkan frekuensi lucid dream dengan cara memasangkan isyarat sensorik tertentu. Tujuannya memasuki pola pikir jernih selama keadaan terjaga dan menciptakan kembali isyarat sensorik tersebut selama tidur REM. Teknik yang disebut Reaktivasi Kejernihan Tertarget (TLR) ini dibuat untuk menginduksi tingkat lucid dream tinggi pada pemimpi yang sudah ahli dan yang pemula.

Teknik induksi lebih praktis diungkapkan dalam studi yang diterbitkan di Consciousness and Cognition. Karen Konkoly dan rekan-rekannya mengadaptasi TLR ke lingkungan rumah dengan membuat aplikasi ponsel pintar untuk menyampaikan isyarat sensorik ini. Aplikasi tersebut menyajikan serangkaian nada bersama dengan instruksi lisan untuk memasuki kondisi sadar.

Setelah beberapa kali pengulangan nada dan instruksi, hanya nada yang disajikan beberapa kali selama periode REM. Instruksinya tidak. Prosedur ini diulang setiap hari selama seminggu. Hasilnya dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mengalami nada atau instruksi yang disajikan lewat ponsel saat tidur.

Hasilnya meyakinkan. Jumlah rata-rata dalam minggu induksi adalah sekitar 2,1 lucid dream. Ini lebih banyak dibandingkan hanya 0,7 lucid dream per minggu dalam kondisi kontrol. Ada peningkatan sekitar tiga kali lipat lucid dream.

Para peneliti mereplikasi temuan mereka dalam eksperimen lanjutan. Mereka menyajikan isyarat setiap dua malam. Hasilnya menunjukkan, lebih banyak lucid dream pada malam yang diberi isyarat dibandingkan dengan malam yang tidak diberi isyarat.

Studi ini menegaskan, teknik TLR yang dikembangkan di laboratorium sebenarnya dapat dengan mudah diterapkan di rumah melalui aplikasi telepon pintar. Inovasi ini tidak hanya memberikan kesempatan bagi orang-orang yang ingin tahu tentang lucid dream untuk melatih diri, tetapi juga memberi peneliti pendekatan yang menjanjikan untuk mempelajari lucid dream masyarakat umum.

Termasuk pada teman saya yang ngefans banget pada Reza.

 

Facebook Comments

Comments are closed.