Emofilia; Koq Bisa Begitu Gampang Jatuh Cinta?

Oleh: Esti D. Purwitasari

mepnews.id – “Mbak, saya merasa aneh belakangan ini. Saya jadi gampang tertarik pada lawan jenis. Interaksi sedikit, saya langsung tertarik. Ketemu yang lain, reaksi saya ya begitu juga.”

“Ya wajar saja. Kamu kan wanita dewasa. Pernah secara legal mengalaminya. Nikmati saja hidupmu.”

“Tapi, saya jadi nggak enak sendiri Mbak. Saya kan wanita. Harus bisa jaga diri. Nggak mau dibilang ganjen.”

“Nah, itu juga betul!”

————

Pembaca yang budiman, saya tidak membahas lebih jauh curhatan teman junior saya itu. Saya lebih sreg membahas lebih rinci soal kecenderungannya gampang jatuh cinta. Gampang tersentuh emosi romantiknya.

Ada istilah ‘emophilia‘ atau biasa diIndonesiakan jadi emofilia. Ini adalah kondisi saat seseorang memiliki kecenderungan kuat untuk mudah jatuh cinta, mudah tertarik secara romantik, atau gampang membentuk ikatan emosional secara cepat dan intens. Karena merasakan emosi mendalam romantis dalam waktu sangat singkat, kadang ia mengabaikan aspek rasional atau realistis dari hubungan tersebut.

Tentu tidak semua orang punya emofilia, tapi ada beberapa yang punya kondisi ini sejak awal atau sejak mengalami kondisi tertentu dalam perjalanan hidupnya. Penelitian tentang kasus ini sudah dilakukan tapi belum mencapai tingkat yang sangat lengkap.

Ciri-ciri orang yang emofilia antara lain:

  • Cepat merasa sangat dekat dengan seseorang dalam konteks romantis.
  • Sulit mempertahankan jarak emosional atau menjaga kehati-hatian dalam hubungan baru.
  • Sering merasa sangat terikat atau bergantung pada pasangan baru dalam waktu singkat.

Kondisi ini berbeda dari jatuh cinta yang sehat dan wajar. Untuk cinta yang wajar, biasanya ada proses lebih bertahap dan terukur saat seseorang membangun hubungan emosional mendalam dengan orang lain.

Orang dengan emofilia tinggi cenderung sering mengabaikan tanda-tanda bahaya selama proses mengenal orang yang dia sukai. Bahkan, emofilia bisa dikaitkan dengan ciri-ciri kepribadian nekat ambil risiko, masalah impulsivitas, serta masalah kognitif seperti bias perhatian dan distorsi memori.

Diduga, berdasarkan fisiologi, emofilia ini melibatkan produksi oksitosin terlalu banyak atau hipersensitivitas oksitosin. Hormon cinta ini dalam kondisi normal mempengaruhi kondisi hubungan ikatan, kepercayaan, dan perilaku mengasuh. Jika berlebihan, oksitosin bisa memicu emofilia.

Daniel N. Jones, pakar dari University of Nevada, Reno, Amerika Serikat, mengukur secara empiris kadar emofilia. Ia menggunakan Skala Pergaulan Bebas Emosional yang terdiri dari 10 item. Responden diminta menunjukkan tingkat persetujuan mereka atas masing-masing dari sembilan pernyataan, dan menjawab satu pertanyaan.

Sepuluh item itu adalah;

  1. Saya mudah jatuh cinta.
  2. Bagi saya, perasaan romantis butuh waktu lama untuk berkembang.
  3. Saya langsung merasakan hubungan romantis.
  4. Saya suka perasaan jatuh cinta.
  5. Saya bukan tipe orang yang mudah jatuh cinta.
  6. Saya sering merasakan hubungan romantis dengan lebih dari satu orang pada saat yang sama.
  7. Saya pernah jatuh cinta dengan lebih dari satu orang pada saat yang sama.
  8. Saya sering jatuh cinta.
  9. Saya cenderung terburu-buru menjalin hubungan.
  10. Selama hidup, dengan berapa banyak orang Anda pernah jatuh cinta?

Masing-masing item punya skor khusus. Respons responden kemudian dihitung berdasarkan skor itu. Setelah dijumlah, peneliti bisa mendapatkan skala emofilia. Apakah level normal sebagaimana jatuh cinta biasa. Apakah level tinggi atau rendah.

Menurut Jones, emofilia tinggi berkorelasi dengan sosioseksualitas —kecenderungan untuk menjalani hubungan seksual jangka pendek (misalnya, seks tanpa cinta atau tanpa komitmen).

Tingkat emofilia yang tinggi terkait dengan perilaku negatif seperti perzinahan, perselingkuhan (jika pelakunya terikat pernikahan), hingga mengabaikan tanda-tanda bahaya hubungan (misalnya, gaslighting). Lebih jauh, orang dengan tingkat emofilia tinggi sering tertarik pada orang dengan ciri-ciri Dark Triad (tiga kepribadian manipulatif yaitu narsisme, psikopati, dan Machiavellianisme).

Maka, saya mendukung niatan teman saya yang tetap berusaha menjaga harga diri meski dia sedang dalam kondisi emofilia agak tinggi. Tetap jaga kewanitaan, jaga moral, jaga tatanan.

Facebook Comments

POST A COMMENT.