mepnwes.id – Prabowo Subianto, presiden terpilih, pada 27 Agustus menyampaikan pernyataan bahwa oposisi merupakan budaya Barat. Lalu, Prabowo mengajak berbagai partai politik bergabung ke dalam kabinetnya.
Menanggapi pernyataan itu, Irfa’i Afham SIP MSi pakar politik dari Universitas Airlangga (Unair) Irfa’i Afham SIP MS menyebut Oposisi itu sangat penting dalam konsep demokrasi.
Menurut ia, demokrasi selalu menghendaki adanya keberagaman dalam politik. Oleh karena itu, perlu ada keberagaman politisi, ideologi, partai, dan identitas.
“Dalam mekanisme elektoral, nilai-nilai demokrasi ini bertujuan untuk memunculkan oposisi. Oposisi itu sangat penting untuk checks and balances. Jika ada upaya penyeragaman politik total, ini sangat mengancam masa depan demokrasi Indonesia,” terangnya.
Ia menjelaskan, praktik demokrasi muncul di berbagai negara sebagai kritik atas praktik kerajaan (feodalisme). Melalui demokrasi, berbagai organisasi politik dapat muncul untuk bersaing dan saling mengkritik. Kritik-kritik itu sangat penting dalam mengawasi jalannya pemerintahan. Tanpa kritik, pemegang kekuasaan akan berbuat sesuka hati.
“Terlebih, Indonesia punya masa kelam otoritarian ketika kebebasan politik begitu dikekang oleh penguasa sehingga tidak ada oposisi. Kritik terhadap kekuasaan juga pernah dianggap sebagai ancaman terhadap negara. Padahal, justru kritik begitu diperlukan untuk mengoreksi bagaimana penguasa menjalankan kekuasaannya,” tambahnya.
Keberagaman politik juga mendorong adanya pergantian elit atau pemegang kekuasaan. Demokrasi di Indonesia dapat berjalan sebab adanya keberagaman politik, bukan penyeragaman total politik tanpa oposisi.
Ia memaparkan, para pendiri bangsa membentuk Indonesia dari keberagaman politik serta pertentangan oposisi dari spektrum politik kanan maupun kiri. Dinamika tersebut membuat proses politik menjadi bermakna sehingga dapat membentuk Republik Indonesia yang demokratis.
“Akan tetapi, ketika masuk era otoritarian pada orde baru, terjadi penyeragaman dalam seluruh kehidupan politik. Lalu, euforia reformasi memunculkan secercah harapan untuk kembali melahirkan keberagaman politik dan termasuk eksistensi oposisi politik,” ucapnya.
Meski femikian, Irfa’i menilai oposisi politik di Indonesia masih lemah karena bersifat sementara. “Budaya oposisi pasca reformasi masih lemah karena oposisi seringkali hanya temporer, tidak permanen. Acapkali konflik tidak diselesaikan dengan adu gagasan dalam proses demokratis, melainkan dengan proses politik transaksional,” tambahnya.
Irfa’i mengatakan Indonesia memerlukan oposisi politik yang berjangka panjang, yang dapat beradu gagasan, kritik, dan ideologi melalui proses demokratis.
“Oposisi-oposisi yang humanis, yang memiliki gagasan kebangsaan kuat dan mempertimbangkan pentingnya masyarakat sipil dalam merawat kehidupan politik demokratis yang sehat, sangat kita perlukan untuk mengawasi dan mengoreksi jalannya kekuasaan di Indonesia,” ia menegaskan.