Oleh: Esti D. Purwitasari
mepnews.id – Pagi yang cerah, Si Kancil mengajak anaknya jalan-jalan di hutan. Sampailah mereka ke sebatang sungai yang cukup dalam untuk diseberangi hewan kecil.
“Ayah, saya melihat sebatang kayu mengapung. Mungkin itu bisa kita gunakan sebagai pijakan untuk menyeberangi sungai,” saran Si Anak.
“Ha?” mata Si Kancil membelalak. “Nak, tunggu! Kau diam di sini dulu. Perhatikan apa yang Bapak lakukan dengan batang kayu itu.”
Dengan kaki waspada, Si Kancil mendekati permukaan air. Sesaat kemudian, semburat riak air menyibak ke permukaan saat mulut menganga dengan banyak gigi runcing bergerak cepat ke arahnya. Karena sudah banyak berpengalaman dan kehati-hatian, Si Kancil secepat kilat melompat ke belakang sehingga selamat dari terkaman buaya yang tadi tampak diam seperti batang kayu.
Di kejauhan, Si Anak kaget setengah mati tapi lega karena ayahnya selamat. Si Kancil mendekatinya sembari memberi nasihat, “Tidak semua yang tampak aman itu tidak membahayakan.”
………….
Pembaca yang budiman, lewat dongeng kancil di atas, saya ingin menyampaikan bahwa vicarious learning itu sangat penting. Orang bijak bilang, “Pengalaman adalah guru terbaik.” Saya bisa menambahkan, “Vicarious learning itu guru yang efisien, karena pengalaman bisa penuh risiko.”
Apa itu vicarious learning?
Istilah yang diperkenalkan Robert Bandura pada 1960-an ini merujuk pada jenis pembelajaran di mana seseorang belajar melalui pengalaman orang lain tanpa dia melakukan sendiri tindakan tersebut. Ia memperhatikan dan menarik pelajaran dari apa yang dilakukan orang lain entah itu berhasil atau gagal. Saat menghadapi situasi serupa, ia sudah tahu apa yang harus dilakukan.
Vicarious learning ini penting karena memberikan kesempatan kita untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman baru tanpa harus mengalami sendiri konsekuensi dari setiap tindakan.
Dengan mengamati orang lain, kita dapat memperoleh informasi, pengalaman, atau keterampilan, dengan lebih cepat tanpa harus melalui proses uji coba dan menerima kesalahan sendiri atau menanggung risiko sendiri. Kita jadi dapat menghemat waktu dan upaya dalam memperoleh pemahaman baru.
Dengan belajar dari pengalaman orang lain, kita dapat menghindari kesalahan atau risiko yang mungkin terjadi jika mencoba sendiri. Ini membantu kita mengurangi risiko kerugian atau kesalahan yang tidak perlu.
Melalui vicarious learning, kita dapat memperoleh pemahaman tentang perilaku yang dianggap tepat atau tidak tepat dalam berbagai konteks sosial. Ini membantu pengembangan keterampilan sosial dan adaptasi kita dalam interaksi sosial.
Melalui pengalaman orang lain, kita dapat memahami perasaan dan pengalaman mereka. Pada gilirannya, ini dapat meningkatkan tingkat empati kita terhadap orang lain.
Dengan melihat berbagai pengalaman orang lain, kita dapat memperluas wawasan tentang dunia, budaya, dan cara pandang berbeda. Kita jadi lebih bisa memahami kompleksitas kehidupan dan memperkaya perspektif kita.
Vicarious learning juga dapat menjadi sarana untuk memperoleh role model (model peran) yang positif. Melalui observasi orang lain yang berhasil, kita dapat terinspirasi dan termotivasi untuk mengejar tujuan dan ambisi kita sendiri. Melalui observasi orang lain yang berhasil, kita jadi paham hal-hal yang membahayakan atau tidak efektif.
Lalu, bagaimana cara melakukan vicarious learning dengan baik?
Sejatinya, kita sudah melakukan pembelajaran itu dalam keseharian. Di sekolah, murid diajak guru memahami temuan, pengalaman, pemikiran atau penalaran orang lain. Di warkop, orang bisa belajar saat orang lain bercerita tentang pengalamannya menghadapi sesuatu. Di tempat ibadah, kita mengikuti nasihat dari pengalaman orang-orang bijak zaman dulu.
Maka, pilihlah role model pembelajaran yang sesuai. Kita cari orang atau sumber yang memiliki pengalaman atau keterampilan yang kita ingin pelajari. Pastikan mereka memiliki keahlian dan pengetahuan yang relevan. Ingin paham soal las, ya kita datangi tukang las. Ingin bisa berenang, ya kita ke kolam renang dan bertemu pelatih.
Lalu, pahami apa yang dicertiakan role model itu, amati dengan teliti apa yang dilakukan. Perhatikan tidak hanya tindakan fisiknya tetapi juga pemikiran, sikap, dan strategi yang digunakannya. Coba analisis dan pahami mengapa dia melakukan tindakan tertentu dan apa hasilnya. Tinjau kesuksesan atau kegagalannya, dan pelajari kesalahan maupun keberhasilannya.
Setelah mengamati dan memahami, luangkan waktu untuk merenungkan apa yang telah kita pelajari. Pertimbangkan bagaimana kita dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang baru itu dalam konteks dan kondisi kita sendiri. Lalu, kita coba menerapkannya dalam situasi yang sesuai. Nah, di sini latihan menjadi kunci kita untuk mendapatkan pengalaman atau menguasai keterampilan baru.
Jika memungkinkan, mintalah umpan balik dari orang lain tentang kinerja kita. Ini dapat membantu kita memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan atau keterampilan lebih lanjut. Maka, kita harus terus belajar karena vicarious learning adalah proses berkelanjutan sampai hembusan nafas terakhir.