Apa Benar Suka Main Video Game Kekerasan Bisa Mengarah ke Kekerasan Betulan?

Oleh: Esti D. Purwitasari

mepnews.id – “Mbak, gimana ya anakku ini? Tiap hari sukanya main video game saja. Gak di laptop, gak di hape, yang dibuka cuma game,” begitu curhatan tetangga kompleks perumahan.

Video game apa, Mbak?” saya balik bertanya.

“Entah, apa saja. Pokoknya yang banyak tembak-tembakan, pukul-pukulan, atau perkelahian.”

“Oh, senengnya video game kekerasan?” tanya saya lagi.

“Iya,” jawab tetangga saya. “Takutnya, anak saya nanti jadi kasar. Seperti yang di Selandia Baru.”

“Begini, Mbak. Memang banyak yang bertanya soal dampak video game kekerasan. Bukan cuma kita sebagai orang tua yang bertanya-tanya, tapi juga para peneliti. Banyak penelitian soal ini, dan hasilnya bervariasi.”

“Bagaimana jawabannya, Mbak?” tetangga saya pingin tahu.

“Secara umum, sering main video game kekerasan bisa memicu peningkatan kecemasan dan agresi, mendorong perilaku agresif, hingga menyebabkan desensitisasi kekerasan di dunia nyata. Maksudnya, menjadi kurang peka terhadap kekerasan atau menganggap biasa saja saat terjadi kekerasan betulan.”

“Iih, ngeri juga Mbak.”

“Tapi, dampak video games kekerasan itu dapat bervariasi. Tergantung pada kepribadian individu, konteks sosial, pengalaman hidup, dan banyak faktor lainnya.”

“Oh, begitu kah?”

“Saya barusan baca hasil riset terakhir oleh para ahli saraf dari Universitas Wina dan Institut Karolinska di Stockholm, Swedia. Mereka menyelidiki apakah main video games kekerasan bisa mengurangi rasa empati manusia. Ada 89 pria dewasa yang diminta main video Grand Theft Auto, lalu diwawancarai dan diperiksa dengan pemidaian otak. Hasilnya, tidak ada efek nyata terhadap penurunan empati dan aktivitas otak.”

“Oh, gitu. Jadi, apa yang musti saya lakukan untuk anak saya?”

“Awasi, nasihati, dan ambil tindakan jika memang betul-betul diperlukan.”

“Maksudnya?”

“Awasi, kadar mainnya. Jangan sampai berlebihan. Jangan sampai terlalu lama. Jangan sampai kecanduan main game.”

“Terus?”

“Nasihati dengan baik. Ajak anak berbicara secara terbuka tentang game yang dimainkannya. Tanyakan mengapa suka game itu. Tanyakan bagaimana perasaannya setelah main. Dengarkan dengan penuh perhatian agar anak merasa nyaman berbicara tentang pengalaman dan perasaannya. Nah, setelah kita paham, baru beri nasihat yang baik dan benar pada anak. Misalnya, tentang batas waktu main yang aman, tentang menjaga diri dari kekerasan, tentang norma-norma sosial. Beri anak edukasi tentang dampak konten kekerasan dalam game.”

“Lalu?”

“Jika setelah dinasihati ternyata perkembangannya tetap mengarah ke yang tidak baik, ya harus ada tindakan. Misalnya, carikan alternatif permainan offline yang kreatif. Kalau sudah kecanduan dan anak cenderung ke tindakan kasar, segera minta bantuan pihak berwenang semisal psikolog atau psikiater.”

Facebook Comments

Comments are closed.