Oleh: Lailia Nur Hamidah
mepnews.id – Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) masih menjadi pekerjaan yang belum terselesaikan. AIDS masih menjadi penyakit berbahaya yang dapat menyerang siapapun dan belum ditemukan obatnya. Kasus AIDS di Indonesia masih menjadi hal yang memperihatinkan.
Pada 1 Desember diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia (HAS). Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran semua orang, setiap kalangan masyarakat, tentang bahayanya infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang jika tidak segera ditangani akan berakibat menjadi AIDS.
Sebagai virus yang menyerang tubuh manusia, HIV memerlukan jangka waktu cukup lama untuk memunculkan tanda-tanda. Bahkan ada yang memerlukan waktu bertahun-tahun untuk seseorang diketahui mengidap HIV, kecuali dengan tes darah.
Meski sama-sama virus, HIV tak seperti COVID-19 yang gejalanya mudah dideteksi dalam kurun waktu 14 hari. HIV memerlukan waktu lama untuk memunculkan tanda spesifik. Menurut hallosehat.com infeksi HIV memerlukan waktu 2-15 tahun sampai benar-benar menampakkan gejala khas. Hal ini membuat kita tidak menyadari orang-orang di sekitar kita atau bahkan kita sendiri berpotensi terinfeksi HIV.
Tes HIV menjadi tindakan utama yang perlu dilakukan seseorang yang didiga terinfeksi. Mereka yang diketahui terinfeksi lebih dini diharapkan memilki angka harapan hidup lebih lama. Hal ini didukung pengobatan ARV (antiretroviral) yang tujuannya menurunkan jumlah HIV dalam tubuh seseorang supaya tidak sampai memasuki fase akhir atau menderita penyakit AIDS.
Peringatan HAS 1 Desember ini awalnya dicetuskan jurnalis Amerika yang bertugas di WHO. James Bunn namanya. Sebagai jurnalis, ia tentu mencari topik yang menarik bagi masyarakat. Ia yakin masyarakat tertarik pada berita yang berkaitan dengan HIV/AIDS karena saat itu HIV menjadi salah satu penyakit mematikan yang belum ditemukan obatnya. Bunn bersama koleganya menjadikan 1 Desember sebagai tanggal ideal untuk memperingati Hari AIDS Sedunia.
Keputusan ini direalisasikan dengan fokus pada tema anak dan remaja. Alasannya, supaya pencegahan HIV dimulai dari diri sendiri dan orang-orang terdekat terutama keluarga. Tidak terfokus pada kelompok dengan distigmatisasi sosial seperti pengguna narkoba, homoseksual, juga pekerja seks komersial.
Kemudian, pada 1996, peringatan ini diambil alih sebagai program bersama PBB tentang HIV/AIDS. Selama bertahun-tahun peringatan ini mengangkat banyak tema yang mencerminkan tujuan kebijakan otoritas kesehatan masyarakat dalam mengatasi penularan HIV/AIDS.
Realisasi peringatan HAS dapat dilakukan dengan pencegahan yang dimulai dari diri kita dan orang-orang sekitar kita. Keluarga, teman, kerabat, dan sebagainya. Penyebab terinfeksinya HIV banyak jalannya. Pencegahan pada keluarga menjadi hal pokok karena keluarga sebagai pondasi sekaligus pasak yang menaungi setiap anggotanya. Pencegahan HIV pada keluarga dapat dilakukan dengan melakukan pengawasan secara khusus.
Pencegahan pada keluarga dapat dilakukan dengan melakukan pengawasan secara khusus. Salah satunya dengan menjadikan keluarga sebagai media pencegahan baik secara preventif maupun represif. Keluarga menjadi tameng bagi setiap anggotanya untuk melindungi dari bahaya dunia luar yang memungkinkan menularkan HIV.
Ambil contoh, penularan HIV melalui narkoba. Pemakai narkoba berpotensi tertular HIV apabila menggunakan jarum suntik bergantian. Karena tanpa memperhatikan sterilisasi jarum yang digunakan, penggunanya beresiko tertular HIV dari teman-teman sesama pengguna narkoba.
Pada umumnya seseorang menggunakan narkoba karena sebab-sebab tertentu yang cenderung lalai dari pengawasan keluarga. Kurangnya asupan norma, moral, serta ajaran agama menjadikan seseorang tergiur barang haram tersebut.
Hal ini menjadi tugas pokok anggota keluarga untuk saling melindungi, saling mengingatkan, serta saling mengawasi. Hal ini dapat diwujudkan dengan memberikan ruang dan waktu khusus bersama keluarga. Waktu tersebut dapat dijadikan sebagai proses sosialisasi nilai agama dan moral pada anak. Pemberian perhatian dan kasih sayang sebagai wujud perlindungan, serta melakukan kontrol sosial yang bersifat prevenif dan represif untuk menghindarkan anak dari bahaya pengaruh dunia luar yang mungkin ditemuinya.
Hadirnya keluarga dalam melakukan pencegahan dan pengawasan pada setiap anggotanya diharapkan dapat menurunkan tingkat penularan HIV. Apabila setiap keluarga memberian perlindungan sekuat-kuatnya dari penularan HIV, ke depan tingkat inveksi AIDS juga menurun.
Penanggulangan HIV/AIDS bukan hanya menjadi tugas pemerintah. Dalam hal ini, yang dapat dilakukan pemerintah dan pihak terkait adalah sebatas memfasilitasi serta memberikan sosialisasi. Selebihnya, keluarga selaku orang terdekat diharapkan dapat turut serta dalam menanggulangi maraknya virus HIV dan tingginya terinveksi AIDS.
* Penulis adalah ASN Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi yang dinas di Kantor Urusan Agama Kecamatan Tegalsari. Dapat disapa melalui WA 085607467459 dan email lailia.nurhamidah12@gmail.com.