Bertindak dan Berfikir Humanis

Oleh: Budi Wiranto

mepnews.id – “Segala apa yang kita lakukan akan kembali ke diri kita.”

Kalimat itu sering kita dengar namun kita jarang bisa menerapkannya.

Sesunguhnya, di dalam diri kita itu ada hukum ketertarikan yang tidak bisa kita lawan, karena hal itu sudah menjadi bagian hukum alam. Saat kita melakukan kebaikan, maka kebaikan itu akan kembali kepada diri kita. Pun sebaliknya. Saat kita melakukan keburukan, maka keburukan juga akan menimpa kita.

Kita terkadang jarang sadar bahwa ucapan atau tindakan yang kita lakukan itu dapat melukai hati orang lain. Di sisi lain, saat hati kita dilukai, kita sering menyalahkan orang lain tanpa pernah bercermin seperti apa diri kita. Memang sulit untuk bisa mengkoreksi diri sendiri. Apalagi kalau kita berada pada situasi saat tindakan orang lain tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Justifikasi keburukan biasanya menjadi pelampiasan.

Bukan hanya niat buruk yang melahirkan keburukan. Terkadang, niat baik untuk kebaikan juga bisa berujung keburukan apabila salah dalam menempatkan. Tidak semua niatan baik itu benar. Banyak di antara kita berfikir dan bertindak baik, tetapi orang yang menerima tindakan baik kita bisa jadi merasa sebaliknya. Oleh karenanya, di antara cara kebaikan yang ingin kita lakukan, kita harus bisa mencari cara terbaiknya. Di saat kita salah memilih cara dari kebaikan yang kita pilih, hukum ketertarikan akan menjerat diri kita sendiri.

Sesempurnanya gerak dan tindakan itu setidaknya bisa menebarkan manfaat dan kebaikan bagi sesama. Adapun di saat tidak bisa merancang cara atas kebaikan yang kita lakukan, kita harus bercermin kepada figur yang di dalamnya ada kebaikannya. Figur yang bisa menebar kemuliaan dan kebaikan serta tidak akan habis kebaikan yang ditebarkan adalah Rasulullah SAW. Di bidang apa pun, Beliau menjadi praktik baik. Saat menjadi pemimpin, pribadi, kepala keluarga, berpolitik, beragama dan beragam aktifitas, beliau selalu memilih cara terbaik dari yang baik.

Menilik cara dan tindakan Beliau, rasionalitas (yang dalam bahasa kerennya ‘intellectual question‘) bukanlah satu-satunya yang bisa mengukur kebaikan. Hal ini dikarenakan ada faktor lain, yakni humanisme atau emotional question dan spiritual question yang harus mendapatkan porsi lebih untuk melakukan cara terbaik dari yang baik. Dengan dua pendekatan itu tentunya tindakan kita akan lebih fokus pada sisi kemanusiaan yang dibumbui nilai kebaikan dari ajaran agama.

Kebaikan yang kita anggap baik yang bersumber pada logika berfikir umumnya tidak bisa menjamin kebaikan atasnya. Banyak sekali kebaikan yang kita fikirkan itu terkadang malah menjebak diri kita berada pada ruang imajinasi. Sehingga, saat tindakan itu kita realisasikan, orang lain sakit hati justru malah sakit hati. Oleh karenanya, sebagai manusia yang diberikan akal,  marilah kita berfikir untuk melakukan cara berbeda tetapi akhir tujuannya nanti sama.

Tentunya kita semua sadar bahwa manusia dilahirkan tidak sempurna. Tetapi mencintai ketidak-sempurnaan akan menjadikan pribadi kita sadar bahwa baik itu tidak harus sempurna menurut logika kita. Ing Ngarso Sung Tulodo (bagaimana kita berusaha memberikan keteladanan), Ing Madyo Mangun Karso (bagaimana cara kita membangun kemauan untuk bisa mengurai alternatif terbaik dari yang sekedar baik), dan Tut Wuri Handayani (bagaimana kita mengembangkan serta membangkitkan kreatifitas). Ini semua adalah tindakan yang juga bisa membawa diri kita memiliki nilai humanisme dalam berkehidupan.

Cara terbaik melakukan tindakan dengan menjaga prinsip dan nilai humanisme itu penting. Nilai humanisme inilah yang akan menjadikan praktik baik mengelola keadaan. Nilai humanisme menjadikan diri kita berlapang dada atas apa pun yang dirasa diri, baik melalui pandangan, dan pendengaran. Semua yang kita rasa, dan tindakan yang kita lakukan, harus terpusat pada kebaikan dan kemaslahatan. Sehingga peristiwa yang terjadi tidak akan merusak mindset baik dengan justifikasi sesaat. Selanjutnya, ketika dalam diri sudah tertanam nilai humanisme beriring aspek spiritualitasnya, kita akan bertindak dan berfikir yang akhirnya akan berujung pada legacy diri.

Facebook Comments

Comments are closed.