Oleh: Esti D. Purwitasari
mepnws.id – Konon, filsuf Plato pernah berkata, “Ketika seorang pencari sejati sedang menemukan jalan, maka dia akan menapaki jalan sepi saat orang lain merasa puas dengan zona nyaman.”
Jalan menuju sukses bisa jadi sangat sepi. Anda mungkin memiliki orang-orang di sekitar, namun terkadang Anda merasa kesepian. Hal ini karena kehidupan orang sukses berbeda dengan kehidupan kebanyakan orang.
Dalam imajinasi budaya, kita cukup familiar dengan pola dasar kejeniusan penyendiri. Coba tengok tokoh-tokoh dalam fisksi Batman; semua jenius penyendiri tapi tingkah mereka berdampak pada orang banyak.
Penelitian pada 2016 yang diterbitkan dalam British Journal of Psychology mengungkap bagaimana orang yang sangat cerdas mengalami kepuasan hidup lebih rendah ketika harus sering bersosialisasi dengan teman-teman umumnya.
Pertanyannya, apakah ini berarti orang dengan kecerdasan tinggi harus lebih bahagia saat sendirian? Kalau bisa, ya jangan sampai begitu.
Menjadi sangat cerdas terkadang bisa menyebabkan orang berpikir berlebihan dan cemas. Mengejar kesempurnaan intelektual juga bisa menjadi pedang bermata dua; mendorong seseorang mencapai prestasi luar biasa sekaligus membuat ia terlalu kritis terhadap diri sendiri dan rentan terhadap kekecewaan.
Selain itu, kecerdasan unik seseorang mungkin menghambat hubungan sosial yang tulus karena ketidakmampuannya untuk berhubungan dengan orang-orang yang memiliki minat atau proses berpikir beda. Kondisi ini membuat si cerdas sering merasa terisolasi.
Jadi, tidak nyaman kan orang hidup sendirian meski mendapat karunia kecerdasan? Maka, perlu menemukan keseimbangan antara kecerdasan dan kebahagiaan secara sosial.
Salah satu cara individu cerdas mendapatkan kebahagiaan sosial adalah dengan berbagi dengan orang lain. Banyak individu sukses yang bermurah hati dalam kegiatan filantropi namun ragu untuk membagikan rahasia di balik kesuksesannya. Maka, memanfaatkan keahlian untuk membantu orang lain ikut sukses dapat membahagiakan si cerdas.
Untuk bisa melakukan ini, tentu si cerdas harus rela menurunkan grade pemikiran agar bisa diterima oleh teman-temannya yang lain. Ia bisa saja melontarkan gagasan untuk membantu kolega atau rekan lewat brainstorming solusi atau strategi potensial. Berbagi ide-ide berharga dapat membawa kesuksesan kolektif.
Menurut penelitian, ketika karyawan mempertahankan pola pikir positif dan bersedia berbagi keahlian maka mereka membuka jalan bagi budaya inovasi dalam perusahaan yang mengarah pada lebih banyak terobosan. Pendekatan kolaboratif dalam berbagi pengetahuan dapat meningkatkan kinerja tim dan organisasi secara keseluruhan.
Cara berikutnya adalah menggunakan kecerdasan untuk membangkitkan orang lain dan bukannya menghancurkan. Daripada merendahkan pihak lain, orang cerdas bisa memanfaatkan kecerdasannya secara positif untuk menciptakan suasana lebih bersahabat. Misalnya, jangan mengritik sesuatu yang menyakitkan tapi gunakan lelucon yang tepat waktu untuk mencairkan suasana dalam rapat yang dihadiri banyak orang.
Meskipun kebahagiaan dan kecerdasan tidak terkait secara langsung, kaum intelektual dapat menjamin kebahagiaan mereka dengan mengalihkan fokus mereka dari sekadar upaya mementingkan diri sendiri menjadi membantu orang lain. Merangkul kebahagiaan bukan berarti mengurangi kecerdasan seseorang, melainkan memahami bagaimana menyalurkannya secara efektif demi kesejahteraan pribadi dan kolektif.
Maka, bersyukurlah jika dikaruniai Tuhan dengan kecerdasan berlebih. Kondisi ini bisa membuka jalan lebih besar bagi kesuksesan. Tapi, jangan lupa, jangan sukses sendirian karena bisa tidak membahagiakan. Akan lebih nikmat jika sukses bersama orang-orang lain. Ingat, kita tidak bisa mengubur diri sendiri saat waktunya mati.