Oleh: Mohamad Darrell Setiawan
mepnews.id – Bakungan, nama desaku. Terletak di Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Setiap tahun, desaku mengadakan acara bersih (penyucian) desa. Tujuannya untuk menjaga keselarasan dan keseimbangan alam agar masyarakat mendapatkan berkah keselamatan dan kesehatan. Menurut pemahaman sebagian masyarakat di desaku, acara ini dimaksudkan sebagai tolak bala atau pengusiran hama penyakit.
Sehari sebelum acara dimulai, para remaja berkumpul menghias sanggar seni (balai desa lama) yang akan dipakai untuk tempat prosesi bersih desa. Mereka membuat penjor (umbul-umbul dari janur kelapa) dan ornamen lain yang terbuat dari janur juga.

Para remaja merangkai bunga dermo.
Sanggar dihiasi berbagai hasil bumi dari desaku. Ada berbagai macam buah–buahan; semangka, nanas, kenitu, sukun, nangka, mangga, labu, jeruk, rambutan, sirsat, durian, pepaya, pisang, melon, dan sebagainya. Ada juga sayuran; terong, kelentang, kacang panjang, keluwih, kangkung. Ada juga palawija; jagung, kacang tanah, sawi, ubi jalar, kentang, dan gembili. Tidak lupa, ada padi sebagai hasil panen paling utama. Masing-masing digantung di langit-langit sanggar seni. Biasanya, menjelang berakhirnya tari seblang penutup acara, semua properti ini jadi rebutan penonton.
Para remaja juga membuat banyak oncor (obor) untuk acara ider bumi. Juga membuat gapura yang terbuat dari bambu untuk dipasang di setiap jalan masuk desa.

Nyekar di makam Buyut Witri.
Acara dilaksanakan 15 Dulhijah atau tujuh hari setelah Idul Adha. Biasanya jatuh pada Minggu malam Senin. Acara dimulai setelah ashar dengan nyekar (ziarah) di makam buyut Witri. Masyarakat menuju makam diiringi arak arakan- barong dan kesenian musik kuntulan (terbangan yang biasanya untuk ngarak penganten). Masyarakat membawa sesajen tumpeng lengkap dengan pecel pitik. Bersama tokoh adat, penari seblang dan pawangnya serta masyarakat makan bersama untuk selamatan di sana.
Acara bersih desa dilanjutkan ke sumber penawar di daerah Watu Ulo. Beberapa orang

Ambil air penawar di Watu Ulo.
mengambil air sebagai penawar untuk penari setelah menuntaskan tugas. Ada juga membasuh diri dan berwudhu di sana. Karena air ini diyakini dapat membuat awet muda, para peserta biasanya ikut membasuh muka.
Sementara itu, di depan sanggar seni dipersiapkan sanggar kusus untuk tempat ritual tari seblang. Pelonco (dipan) disiapkan untuk penari seblang beratraksi. Di setiap pojok dipan dihiasi tebu dan pisang beserta pohonnya, kembang jambe/manggar, daun kemuning, kembang andong, dan keleng (kincir kecil terbuat dari bambu) yang diikat dengan janur. Di atas dipan ditata berbagai sesajen seblang antara lain tumpeng, ingkung, tumpeng lima warna, kembang dermo, kembang setaman, dan kinangan. Juga dipersiapkan properti seblang antara lain pengasepan (tempat menyan dibakar), boneka, payung, caping, keleng, pecut, dan singkal.
Sementara para wanita/ibu-ibu sedari pagi menyiapkan tumpeng dan pecel pitik untuk acara selamatan. Pecel pitik merupakan menu utama di setiap acara bersih desa. Setiap keluarga menyiapkan menu ini untuk dimakan bersama di halaman rumah masing-masing. Mereka menyiapkan porsi lebih dari seekor ayam, karena biasanya mengundang kerabat untuk ikut selamatan bersama.

Para lelaki dan santri pawai obor keliling desa.
Acara inti bersih desa dimulai dari masjid. Setelah sholat magrib dan sholat hajat, acara dilanjutkan dengan pawai oncor-oncoran keliling desa (ider bumi) mayoritas bapak-bapak dan para santri. Saat itu seluruh jaringan listrik di desaku dipadamkan. Di setiap pojok kampung, pawai berhenti lalu dikumandangkan adzan dan doa agar diberi keselamatan dari mara bahaya.
Rombongan kemudian menuju sanggar yang sudah disiapkan banyak tumpeng untuk tamu (turis, undangan, dan wartawan), perangkat desa, dan peserta pawai obor. Lalu, doa bersama yang dipimpin tokoh agama. Semua warga mengamini dari halaman rumah masing-masing. Kemudian, kentongan dipukul sebagai tanda mulai makan tumpeng. Setiap warga menyantap tumpeng di depan rumah masing-masing.
Setelah isya, dimulai proses ritual tari seblang. Ritual ini berupa tarian oleh wanita dalam kondisi trans (tidak sadar). Pemilihan penari ini tidak sembarangan. Penari harus wanita yang sudah menopause dan harus memiliki garis keturunan penari seblang sebelumnya. Seminggu sebelum acara, calon penari terpilih biasanya bermimpi didatangi penari seblang yang terdahulu. Itu pertanda bahwa ia yang harus jadi penari dalam bersih desa yang akan dilaksanakan. Pawang seblang juga mendapat firasat yang sama.
Di rumah warga, penari dirias. Kepalanya dipakaikan omprog (mahkota) yang dihiasi bunga-bunga segar dan diberi rumbai-rumbai kain mori yang di-suwir-suwir (dipotong-potong memanjang). Pegelangan kakinya dikenakan kelinting. Tubuhnya dilengkapi sampur (selendang), kaos kaki, kain sewek, mirip penari gandrung.

Penari seblang.
Setelah penari dirias dengan pakaian lengkap, pawang membacakan mantra-mantra sambil membakar kemenyan. Lalu, penari kerasukan roh leluhur. Penari yang sudah kesurupan ini menuju sanggar didampingi Pak Lurah dan Bu Lurah serta pawang dan dua pengudang. Pawang berjalan paling depan membawa pengasepan yang penuh asap kemenyan.
Tarian seblang diiringi gamelan serta gending-gending seperti: seblang lakento, podo nonton, kembang gadung, kodok ngorek, manjer keleng, dan erang-erang. Meski gendingnya bermacam-macam, penari seblang menari dengan gerakan monoton dan diulang-ulang. Tangannya seolah-olah menolak atau mengusir sesuatu.
Ketika gending kembang gadung dinyayikan, ada prosesi penjualan kembang dermo. Penonton antusias berebut membelinya. Mereka percaya, bunga tersebut bisa mempermudah mendapatkan jodoh, bisa untuk pelaris jualan, atau untuk penawar bagi orang sakit.

Sabung ayam yang memadukan kultur Bali dengan penduduk Banyuwangi.
Di sela tarian, ada sisipan acara sabung ayam. Dikisahkan, ada perwakilan dari Bali dan warga Using mengadakan sabung ayam. Nampak hubungan erat kerukunan antara orang-orang Bali dengan orang-orang Banyuwangi. Ada kisah yang beredar di masyarakat, konon acara ini adalah siasat melawan penjajah Belanda. Acara dilakukan rakyat Blambangan dan rakyat Bali untuk mengelabuhi penjajah.
Gending terakhir adalah erang-erang. Saat itu penari memegang dua bilah keris dan menggerak-gerakkannya ke segala arah. Sambil terus ditemani asap dan bau kemenyan, penari seolah-olah mengusir segala macam penyakit yang menyerang manusia, hewan, dan tumbuhan.
Ritual berakhir tengah malam. Sewaktu dibasuh mukanya dengan air dari sumber penawar, penari langsung tersadar. Pada saat itu, penonton berebut berbagai properti upacara dan hiasan yang ada di sanggar. Berbagai gantungan palawija, buah, sayur, bibit tanaman, dan hiasan janur, semua jadi rebutan. Barang-barang tersebut dipercaya dapat digunakan untuk penolak bala, supaya hasil panen melimpah.
Ritual seblang harus dilaksanakan sesuai pakem dan tidak boleh dilanggar. Misalnya, tidak boleh memajukan atau memundurkan pelaksanaannya. Tidak boleh merubah properti, misalnya mengganti ayam saat acara sabung dengan ayam-ayaman. Pernah terjadi, ayamnya diganti dua remaja yang berkostum ayam-ayaman. Beberapa hari setelah bersih desa, ada panitia dan keluarganya mengalami musibah.
- Penulis adalah siswa SMPN 1 Banyuwangi.