Oleh: Yuyun Sulistyowati, S.Pd
mepnews.id – Banyuwangi memiliki beraneka ragam budaya, tempat wisata dan kuliner yang sudah terkenal seantero Nusantara bahkan mendunia. The Sun Rise of Java ini terus berinovasi menyajikan sesuatu yang unik dan menarik buat wisatawan yang datang.
Salah satu potensi yang tidak pernah dilewatkan para traveller adalah kuliner. Rujak soto, sego tempong, pecel pitik, sego cawuk adalah beberapa kuliner yang tidak asing lagi . Kuliner Banyuwangi unik dan ngangeni. Siapa pun yang pernah berkunjung ke Tanah Blambangan ini pasti ingin kembali.
Ada salah satu kuliner khas Banyuwangi yang saat ini hampir hilang dan terlupakan. Kuliner ini masih menjadi favorit bagi generasi berusia 60-an karena memang sangat terkenal di masanya. Saat ada hajatan, kuliner yang disebut bekamal ini selalu ada. Menurut cerita para sesepuh, bekamal merupakan makanan mewah pada masa itu karena hanya orang kaya yang bisa menikmatinya.
Bekamal berbahan hati sapi yang difermentasi dan biasanya ditambah serutan jagung muda untuk menambah rasa segar. Mengapa hati difermentasi? Ini berawal dari melimpahnya hati sapi terutama saat Hari Raya Qurban. Pada masa itu nyaris tidak ada mesin pendingin (kulkas). Ibu-ibu menfermentasi hati dan daging sapi supaya awet dan bisa dikonsumsi dalam waktu cukup lama.
Seiring perkembangan jaman, kulkas bermunculan di rumah-rumah. Orang pun berinovasi membuat bekamal dengan bahan daging sapi atau ikan laut yang berlimpah. Bekamal paling khas berbahan dasar hati mulai tersisihkan.
Tak pelak, bekamal hati fermentasi tidak lagi populer di jaman ini, terutama pada kalangan milenial. Apa lagi kalangan milenial lebih suka makanan yang berbau Western.
Untungnya, ada Bu Elis Sugiarti yang sering membuat olahan bekamal dari hati sapi fermentasi. Wanita berusia 59 tahun ini sebenarnya bukan orang asli Banyuwangi. Ia mendapatkan resep bekamal dari ibu mertuanya yang asli Using. Olahannya menjadi favorit keluarga, terutama untuk suaminya.
Menurut Bu Elis, bekamal hampir seperti oseng-oseng. Bisa diberi sedikit kuah sesuai selera. Rasanya kombinasi antara asin, asam, dan manis. Pedasnya juga bisa disesuaikan selera. Yang penting, ada hati sapi difermentasi tiga hari sehingga mengeluarkan aroma khas.
Bahan–bahan untuk olahan ini mudah didapatkan. Hanya butuh hati sapi, dan jagung muda yang diserut (optional). Bumbu-bumbunya bawang putih, bawang merah, cabe merah, cabe rawit, daun bawang merah, kecap, gula dan garam.
Hati sapi, setelah dicuci, dipotong kotak-kotak besar lalu dibumbui garam, gula dan bawang putih yang dihaluskan. Setelah dibumbui, hati ditaruh di kotak tertutup dan disimpan dalam tempat kering selama tiga hari untuk fermentasi. Kotaknya harus tertutup rapat agar tidak terkontaminasi bakteri dari luar. Gula dan garam menjadi bahan yang membantu proses fermentasi alami. Bawang putih memberikan sensasi rasa sedap pada hati sapi. .
Setelah difermentasi, hati sapi yang berubah warna itu dipotong dadu dengan besaran sesuai selera.
Semua bumbu diiris halus. Irisan bumbu ditumis sampai harum. Kemudian, masukkan potongan hati lalu aduk sampai berubah warna. Masukkan jagung yang sudah diserut, daun bawang. Beri air secukupnya. Tambahkan kecap sesuai selera. Lalu masak sampai matang.
Jumlah air bisa disesuaikan dengan selera masing-masing. Bagi yang suka kering, bekamal dimasak sampai airnya menguap semua. Bagi yang suka berkuah, air bisa disisakan sesuai selera.
Olahan ini dimakan dengan nasi hangat begitu saja sudah sangat lezat. Rasa asin, manis dan asamnya membuat makanan ini tidak ‘nek’ untuk dinikmati. Bahkan, bisa membuat ketagihan bagi penikmatnya.
Namun, makannya jangan berlebihan jika punya perut sensitif. Proses fermentasi membawa efek rasa asam. Bila makan asam kebanyakan, orang bisa diare.
Yang sangat disayangkan, traveller tidak akan bisa menemukan satu warung pun yang menyediakan kuliner ini. Tampaknya belum ada orang yang berminat mengembangkannya jadi bisnis kuliner. Olahan ini masih sebatas menjadi konsumsi warga rumahan. Masih menjadi favorit masyarakat Using, tetapi sebatas kalangan orang tua.
Bekamal bukan sekadar kuliner tradisional masyakat Using. Dengan menyantapnya, para pecinta kuliner dapat belajar budaya unik lare Using. Ini salah satu bentuk penguatan ketahanan budaya.
Semangat ini kiranya juga diterapkan terhadap warisan budaya lainnya sehingga dapat mewujudkan pemajuan kebudayaan Indonesia.
- Penulis adalah guru di SMP Negeri 1 Rogojampi, Banyuwangi
Akhirnya saya bisa merasakan kuliner legindaris yang bernama bekamal