Mengembangkan Ikan Wader dengan Teknologi

MEPNews.id – Anda suka wader goreng tepung dan sambel plus lalapan? Ya, wader sudah populer dikonsumsi masyarakat sebagai lauk atau cemilan. Banyak warung atau rumah makan yang menyediakan ikan air tawar asli Indonesia ini. Banyak pula orang berprofesi sebagai penangkap ikan bernama latin Rasbora lateristriata ini.

Tingginya permintaan pasar terhadap ikan wader ini menghasilkan dilemma. Satu sisi, perekonomian rakyat bisa berputar karena produsen bisa dapat uang dan konsumen dapat protein hewani yang baik. Di sisi lain, eksploitasi secara masif di alam bisa mengancam keberadaan ikan wader. Maka, perlu upaya konservasi bagi ikan yang kini sudah jarang ditemukan itu.

“Populasi ikan wader pari di alam semakin jarang. Selain karena banyak ditangkapi, reproduksinya hanya sekali dalam semusim,” kata Dr. Bambang Retnoaji, dosen Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, di Laboratorium Struktur dan Pengembangan Hewan Fakultas Biologi, sebagaimana dikutip situs resmi ugm.ac.id.

Ia pun mencari solusi menjaga kelestarian ikan wader sambal tetap dapat dimanfaatkan potensi ekonominya. Maka, muncul inisiasi pengembangan dan implementasi strategi budi daya ikan wader pari dengan memasukkan sentuhan teknologi di dalamnya. “Dengan teknologi budi daya ini, reproduksi ikan bisa berlangsung dua minggu sekali,” ungkapnya.

Pengembangan strategi budi daya ikan wader pari dilakukan sejak 2014 bersama para peneliti UGM yang tergabung dalam Aquatic Research Group. Pemijahan, pembibitan dan pembiakan dilakukan di laboratorium. Budi daya skala massal dilakukan di kolam luar ruangan, dengan merangkul petani ikan lokal atau gabungan kelompok petani di Kulon Progo, Sleman, dan Gunungkidul.

“Melalui kemitraan ini, kami bisa melakukan pemijahan, pembesaran dan penyediaan larva, pembesaran dan penyediaan benih siap tebar. Pemeliharan dan penyediaan ikan siap panen usia 2-3 bulan dan penyediaan indukan usia 6-8 bulan,” paparnya.

Kerja sama pengembangan budi daya ikan wader pari secara insentif juga dilakukan dengan Dinas Kelautan dan Perikanan DIY selama periode 2020-2025.

Bambang mengatakan, alat yang dikembangkan, khususnya alat pemijahan, dirancang dapat digunakan di dalam maupun luar ruangan dengan kondisi yang bisa diatur. Dengan begitu, pemijahan bisa dilakukan tanpa bergantung musim dan dapat digunakan setiap waktu.

Alat pemijah ikan wader pari terdiri dari rak pemijahan, akuarium utama, akuarium pemijahan, akuarium filter, dan sistem sirkulasi debit air yang dicirikan dengan akuarium pemijahan dengan ijuk sebagai media ikan bertelur. Pemijahan dilakukan pada ruangan tertutup dengan kisaran suhu ruang 25-30 derajat celsius, periode cahaya dengan siklus 14 terang:10 gelap serta kualitas oksigen terlarut pada kisaran 6-8. Berikutnya, pH 6,5-8 dan sirkulasi air dilakukan secara terus-menerus.

“Pemijahan dilakukan 16.00 sampai 07.00 keesokan harinya pada saat telur dipanen,” terang Bambang.

Teknologi yang dikembangkan Bambang sudah didaftarkan paten. Ke depan, itu ditargetkan bisa segera diproduksi massal sehingga bisa mendukung usaha budi daya ikan wader di Indonesia.

“Untuk produksi alat, satu unit sekitar Rp6 jutaan. Semoga dengan kehadiran teknologi ini bisa mendukung upaya konservasi dan budi daya ikan wader pari di tanah air,” katanya. (Humas UGM/Ika; foto:Vino)

Facebook Comments

Comments are closed.