Oleh: Diana Aris Astutik
Guru SD Al Uswah, Magetan
Suasana pagi yang redup, langit tampak sedikit mendung, pertanda akan turun hujan. Gerimis kecil turun, tapi tidak sampai membasahi.
Pada saat itu, aku dan ibuku berjalan menuju sawah yang menjadi tempat mata pencaharian keluarga. Kami berjalan beriring-iringan. Ibuku berada di depan dan aku di belakangnya.
Air mataku tiba-tiba berlinang saat melihat ibuku yang dengan semangat menuju ke sawah. Ia menggendong sebuah tenggok besar. Isi tenggok itu minum, nasi, dan lauk pauk untuk sarapan para pekerja di sawah. Tangan kirinya memegang karung dan sabit. Karung itu akan dijadikan tempat untuk membawa rumput sebagai makan ternak kami. Sabitnya akan dijadikan alat untuk mengambil rumput.
Ia memakai topi capil sebagai pelindung diri dari teriknya matahari. Kakinya tampak memakai sandal jepit. Sempat aku bertanya,”Bu, ke sawah kok pakai sandal? Bukankah di sawah becek?”
Kemudian ibuku menjawab, Kalo gak pakai sandal, kaki terasa risih. Soalnya banyak batu dan kerikil.”
Di samping kanan dan kiri kami terlihat hijau rumput-rumput liar. Saat ini musim penghujan sehingga segala jenis tanaman tumbuh semuanya, seperti rumput-rumput liar, bunga-bunga. Ini juga saat yang tepat untuk menanam padi sebagai bahan makanan pokok orang Indonesia.
Ibu dan ayahku adalah suritauladan buat aku. Walau sibuk di sawah, mereka tidak pernah lupa akan kewajibannya kepada Allah yaitu sholat. Setiap mendengar adzan, mereka langsung menghentikan kesibukannya dan pulang untuk sholat terlebih dahulu. Kebiasaan mereka sebelum sholat adalah membersihkan diri dengan cara mandi dan berganti baju yang bersih.
Ayahku adalah orang yang menjaga sholat berjamaah. Ayahku selalu sholat berjamaah di masjid, kecuali jika ada sesuatu hal antara lain dalam perjalanan. Usai sholat, biasanya ibuku dan ayahku istirahat sejenak. Mereka tidur. Setelah bangun, mereka berangkat lagi ke sawah.
Yang menjadikan aku terkesan adalah mereka tidak pernah mengeluh walau pekerjaan mereka berat. Mereka harus menghadapi hujan dan terik matahari. Terkadang aku malu ketika mengeluh capek dan lelah setelah pulang dari bekerja. Padahal pekerjaanku tidaklah seberat pekerjaan ibuku dan ayahku.
Dalam hati, aku berkata, “Aku tidak akan mengeluh dalam bekerja lagi. Aku ingin seperti ibuku dan ayahku, selalu tegar menghadpi semua permasalahan hidup.”
I love them, forever. (*)