Oleh: Teguh W. Utomo
MEPNews.id – Dari Jakarta, ada kabar PT Adaro Energy Tbk menggelontorkan dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) Rp1,1 triliun untuk sektor pendidikan. Dukungan melalui Adaro Foundation ini mengusung pilar ‘Adaro Nyalakan Ilmu’. Program unggulan pendidikan ini menyasar para pendidik dan para peserta didik di Indonesia, khususnya di Kalimantan.
Dari Tangerang Selatan, ada kabar PT Indah Kiat Pulp and Paper juga memberikan CSR. Tanpa disebut besarannya, bentuknya CSR ini berupa pemberian bantuan pada murid, pelatihan guru kreatif, dan pemberian bantuan sarana/prasarana sekolah. Bantuan untuk siswa SMP Terbuka antara lain sepatu, tas, buku dan alat tulis. Juga ada bantuan 77.500 buku untuk 17 SD.
Dari Bandung, ada kabar Bank BJB menyalurkan CSR untuk membangun dua ruang kelas baru bagi SMAN 9. Pembangunan ruang kelas baru merupakan fokus CSR Bank BJB di sektor pendidikan. Ini bentuk tanggung jawab perseroan sebagai mitra pemerintah untuk turut meningkatkan pendidikan bermutu, berkualitas, dan layak.
Ini cuma tiga contoh dari sekian banyak perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya untuk disumbangkan ke dunia pendidikan. Sebagian perusahaan melakukannya dengan publikasi besar-besaran. Bahkan, ada yang menyamarkannya sebagai salah satu acara di televisi. Banyak juga yang melakukannya secara diam-diam.
Konsep CSR secara tersirat dan tersurat sudah termaktub dalam sejumlah aturan hukum. Antara lain; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU 13/2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, UU 21/2014 tentang Panas Bumi, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, dan PP 47/2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
Bahkan, kalangan DPR sempat berencana memperluas pemberlakuan kewajiban pemberian dana CSR. Bukan hanya perusahaan terkait tambang dan energi, tapi juga ke seluruh perusahaan. Bahkan, besarannya juga ditentukan dari total keuntungan. Ada yang mengusulkan hingga 3%.
Sejak dulu, pemerintah berusaha mengarahkan CSR ke sasaran yang pas. Misalnya, Menteri Pendidikan Nasional M. Nuh pada 2011 pernah menyatakan seluruh program CSR dari perusahaan atau pihak swasta untuk bidang pendidikan akan diarahkan pada rehabilitasi gedung sekolah. Misalnya untuk menyediakan fasilitas perpustakaan atau laboratorium.
Sektor pendidikan memang investasi sosial yang strategis dan sangat menentukan bagi masa depan bangsa. Pendidikan yang berkelanjutan bisa melahirkan generasi unggul penerus bangsa. Namun, ternyata idak murah mempersiapkan sistem pendidikan yang bisa diakses semua pihak.
Bahkan, dengan pengalokasian anggaran sampai 20% dari total APBN, rasanya masih banyak tempat pendidikan yang belum terjangkau pendanaan. Masih banyak kabar sekolah yang ditinggalkan murid (dan, bahkan ditinggal guru) karena minim pendanaan. Masih banyak juga sekolah yang gedungnya rusak, sarana dan prasaranya tidak lengkap, hingga buku pun tidak ada.
Memang, cukup banyak sekolah negeri yang mendapat guyuran dana dari pemerintah pusat dan daerah sehingga operasionalnya berjalan dengan baik. Namun, di daerah-daerah terpencil, banyak juga sekolah negeri yang kondisinya memprihatinkan. Memang, banyak sekolah swasta yang maju dan punya banyak dana untuk dikelola. Namun, sangat banyak sekolah swasta yang kondisi keuangannya minus.
Nah, alangkah baiknya jika sekolah-sekolah swasta yang keuangannya minus dan kondisinya memprihatinkan ini dijadikan prioritas penyaluran dana CSR. Sekolah-sekolah negeri sudah mendapat jatah rutin dari pemerintah. Sekolah-sekolah swasta memang juga kebagian dana pemerintah, namun dengan beberapa perhitungan. Sebagian besar pendanaan sekolah swasta justru dari wali murid atau sumbangan masyarakat.
Dana CSR dari perusahaan-perusahaan milik negara atau milik swasta harusnya lebih banyak dialirkan ke sekolah-sekolah swasta yang minus ini. Bantuan dari dana CSR bisa menjadi semacam darah segar untuk membangkitkan gairah pendidikan di sekolah-sekolah yang minus. Bantuan dari CSR bisa membangkitkan kembali sekolah-sekolah swasta yang hampir mati.
Bantuan sekecil apa pun tentu sangat bermanfaat bagi sekolah-sekolah yang dalam kondisi memprihatinkan. Jika bantuan ini ajeg dan signifikan, maka bukan tak mungkin sekolah-sekolah swasta minus jadi kembali berkembang. Bukannya malah dimatikan.
* Penulis adalah praktisi media, trainer motivasional, yang bisa dijenguk di 081332539032, cilukbha@gmail.com, Facebook.com/teguh.w.utomo, atau Instagram.com@teguh_w_utomo