Meneropong Balik Abad Keluhuran Maritim Kita

Oleh: Bambang Prakoso

mepnews.id – Literasi tidak menyempitkan makna dan tafsir menyoal baca-tulis saja. Semua disiplin pengetahuan keilmuan bisa melekat pada sisi literasi. Ini kemudian bisa diambil angle-nya sebagai diskursus yang hangat dan mencerahkan, yang membuka cakrawala pengetahuan, yang juga mengidentifikasi genetika leluhur kita.

Nenek moyang kita mewarisi mahakarya Nusantra yang mewah dan agung serta menyiratkan perjalanan sebuah bangsa yang panjang dan matang. Antara lain ada sastra, aksara, bahasa, bangunan candi, tata nilai kehidupan, hingga teknologi maritim.

Nusantara adalah penamaan sebuah bangsa yang menggambarkan keluasan wilayah, keragaman suku, kemakmuran, kerukunan. Pada abad keluhuran, Nusantara dikenal sebagai wilayah bahari dengan letak strategis sebagai titik persilangan perdagangan dan kultur antar bangsa. Nusantara pernah mencapai puncak sentrum maritim dunia, mempunyai kekuatan laut yang mashur. Maritim menjadi faktor penghubung komunikasi sosial antarpulau dan kemudian antarbenua.

Dalam catatan Openheimer, moyang bangsa Indonesia jauh sebelum era Masehi sudah menemukan teknologi perahu bersistem cadik (penyeimbang sisi kiri dan kanan). Perahu-perahu semacam ini bisa menyebrangi setidaknya 200 kilometer laut lepas menuju Australia, dalam perjalanan menemukan pulau-pulau tidak dikenal di lautan Pasifik. Dengan perahu yang sama, nenek moyang kita juga berlayar ke arah barat, mengarungi samudera Hindia, hingga sampai Madagaskar, sisi timur Afrika, sebelum laut itu dijelajahi para pelaut Mesir, Yunani, India, dan Romawi bahkan sebelum bangsa Dravida menuju India Selatan.

Para leluhur Nusantara mempunyai peranan penting sebagai katalis perniagaan antara Romawi, India, dan Timur khususnya dalam perniagaan rempah-rempah, kayu manis, dan cassia yang tidak singgah di pasar India dan Sri Lanka, untuk menemukan jalam menuju Roma melalui Horn of Afrika. Bahkan, bangsa Cina lebih mempercayakan pengiriman (barang niaga) pada pelaut Nusantara. Teknologi kapal Nusantara juga dipelajari bangsa Cina dari para pelaut kita. Dalam catatan Dick-Read, pelaut Persia dan Arab baru berpartisipasi dalam bazar Samudera Hindia belakangan dalam percaturan pelayaran jarak jauh dibanding pelaut Nusantara.

Dalam perjalanan ke Samudera Hindia, para pelaut Nusantara bukan hanya singgah di Afrika, tetapi juga meninggalkan banyak jejak kebudayaan di benua Afrika; memperkenalkan jenis-jenis tanaman baru, teknologi, musik, dan seni yang pengaruhnya masih bisa ditemui sampai sekarang. Di benua Afrika ada kelompok masyarakat yang disebut ‘Zanj’ yang mendominasi pantai timur. Nama ini merupan asal nama dari bangsa Azania, Zanzibar, dan Tanzania. Nama-nama ini terkait erat dengan Zabag Zanaj yang akar silsilahnya berasal dari Jawa.

Monument kejayaan bahari Nusantara menjelma dalam kehadiran dua imperium besar sepanjang abad 7 sampai 15. Pertama, Kerajaan Sriwijya yang berpusat di Sumatra (abad 7-13 M). Berikutnya, Kerajaan majapahit yang berpusat di Jawa Timur (abad 13-15 M).

Sriwijaya menguasai sebagaian besar Jawa, Sumatra, hampir seluruh semenanjung Malaka dan sekitarnya. Sriwijaya mahzur dengan sebutan Kerajaan Maritim terbesar di Asia Tenggara dengan kekuatan angkatan laut pertama yang diorganisasi secara baik di kawasan tersebut. Di zaman yang sama, Sriwijaya sepadan dengan Kekhalifahan Islam Abasiyyah yang didirikan di Baghdad tahun 750 M dan setara dengan Dinasti Tang yang memerintah antara  tahun 618 hingga 907 di Cina. Kerajaan Majapahit melanjutkan kejayaan Nusantara sebagai kekuatan bahari yang mengagumkan dengan memanfaatkan jejak-jejak yang diwariskan Sriwijaya.

Pramoedya Ananta Toer melukiskan masa keemasan Majapahit sebagai berikut; Semasa jaya Gajah Mada, arus bergerak dari Selatan ke utara, segala-galanya; kapal-kapalnya, manusianya, amal perbuatanya, dan cita-citanya bergerak dari Nusantara di selatan ke “atas angin” di utara, sebab Nusantara bukan hanya kekuatan darat tetapi kerajaan laut terbesar di antara bangsa-bangsa beradab di muka bumi.

Perjalanan dan pengalaman yang panjang leluhur kita dalam percaturan berbangsa dan pengelolaan maritim sungguh mengagumkan dan menunjukan daya juang yang luar bisa. Bisa melakukan penjelajahan samudra, mengembangkan teknologi pelayaran, punya kekuatan maritim yang mumpuni, membina hubungan berbasis laut antar benua. Semua ini menegaskan bawasanya leluhur bangsa Indonesia adalah peletak tonggak kedaulatan bahari, perintis “globalisasi purba”.

 

  • Penulis adalah dosen Jurusan Ilmu Perpustakaan FISIP UWKS, serta Pegiat Literasi.

Facebook Comments

POST A COMMENT.