Oleh: Nopiar Rahman
mepnews.id – Setiap 8 September, seluruh belahan dunia, termasuk negeri kita, memperingati Hari Literasi dengan tujuan meningkatkan kesadaran akan pentingnya ketrampilan berliterasi bagi kehidupan.
International Literacy Day, alias Hari Literasi Internasional atau Hari Aksara Internasional, dicetuskan pada 26 Oktober 1966 dalam sesi ke-14 Konferensi UNESCO (organisasi di PBB yang mengurusi pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya).
Awalnya, para menteri pendidikan dari berbagai penjuru dunia menghadiri konferensi dunia di Teheran, Iran, pada 8 September 1965, untuk menggagas aksi pemberantasan buta aksara. Saat itu, pemerintah Republik Iran mengusulkan agar UNESCO memberikan hadiah literasi internasional pada mereka-mereka yang berjasa dalam perjuangan melawan buta huruf.
Pertama kali diperingati pada 1967, Hari Aksara Internasional kemudian melecut masyarakat dunia mengambil berbagai langkah untuk memajukan literasi dan membentuk masyarakat yang lebih melek huruf. Perayaannya diarahkan untuk mengingatkan masyarakat akan pentingnya literasi sebagai martabat dan hak asasi manusia.
Di luar konsep konvensionalnya sebagai seperangkat keterampilan membaca, menulis, dan berhitung, literasi sendiri dipahami sebagai sarana identifikasi, pemahaman, interpretasi, kreasi, dan komunikasi dalam dunia yang semakin digital, yang diperantarai teks, yang kaya informasi, dan yang berubah dengan cepat.
Maka, perlu kita ketahui bahwa literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis. Karena itu, literasi memerlukan serangkaian kemampuan kognitif, pengetahuan bahasa tulis dan lisan, hingga pengetahuan tentang genre dan cultural.
Dari akar istilahnya, literasi dalam Bahasa Indonesia atau ‘literacy’ dalam bahasa Inggris ada hubungannya dengan kata literatus (tunggal) atau literati (jamak) dalam bahasa Latin yang berarti orang terpelajar (learned person). Terpelajar dari apa? Ya dari bahan yang disebut letter berupa buku, bacaan, tulisan dan sejenisnya.
Di era sekarang, literasi dianggap inti kemampuan dan modal utama bagi generasi muda dalam belajar dan menghadapi tantangan-tantangan masa depan. Pembelajaran literasi yang bermutu menjadi kunci keberhasilan generasi mendatang. Suatu masyarakat dikatakan telah maju jika sudah memiliki pengetahuan luas dari literasi.
Masalahnya, saat ini justru banyak orang mulai meninggalkan kebiasaan membaca buku. Sangat banyak masyarakat yang lebih memilih berselancar di dunia maya melalui gawai, lalu mengakses berbagai informasi yang terkadang tidak dapat dipertanggungjawabkan sumber dan kebenarannya.
Masyarakat dikatakan maju jika mendapat banyak pengetahuan dengan cara membaca buku konvensional maupun melalui digital library. Maka, yuk, generasi muda segera melek literasi. Jangan sampai tertinggal informasi ter-update lewat produk buku cetak maupun digital. Jadikan diri kita learned person yang bakal membawa kemajuan masyarakat.
- Penulis adalah pustakawan SMP Tunas Agro – founder TBM Grup Literasi Gawi Hatantiring