mepnews.id – Anies Baswedan, dr Terawan, hingga Najwa Shihab menawarkan produk tertentu lewat video? Ah, tentu saja tidak. Itu hanya konten manipulasi foto atau video dengan AI (Artificial Intellegence).
Sejumlah pihak mengeluh karena merasa dirugikan oleh pembuat konten palsu semacam itu. Di aplikasi X, misalnya, ada orang mengaku jadi korban manipulasi foto saat fotonya berbusana diedit jadi tak berbusana.

Aziz Fajar dosen sains data Unair.
Teknik memanipulasi gambar atau video dengan AI sehingga tercipta konten baru yang terlihat asli dan menyakinkan itu disebut deepfake. Aziz Fajar SKom MKom, dosen Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) Universitas Airlangga, menyebut deepfake salah satu aplikasi dari model AI yang kerap digunakan untuk mengubah piksel pada gambar.
“Dengan mengubah nilai piksel pada gambar, maka gambar hasil modifikasi akan berbeda dengan gambar aslinya,” katanya.
Dosen program studi sains data itu menyampaikan, aplikasi AI tersebut mampu mengubah tampilan wajah sehingga banyak disalahgunakan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
“Deepfake dapat digunakan untuk pembuatan video atau gambar hoax. Padahal, orang yang menjadi korban tidak pernah melakukannya,” tuturnya.
Gambar dan video palsu yang dibuat dengan AI tentu menjadi kekhawatiran. Korban yang aktif bersosial media bisa mengalami stress karena mendapatkan reputasi buruk. Terlebih, masih banyak masyarakat awam yang mudah menerima informasi secara ‘mentah’ meski melalui sumber yang tidak kredibel.
Dosen pengampu mata kuliah Machine Learning ini menyampaikan, sudah ada aplikasi yang dapat mendeteksi deepfake. Salah satunya Microsoft’s Video Authenticator Tools. Aplikasi itu dapat mendeteksi foto dan video palsu.
“Dengan menggunakan software anti deepfake, kita dapat mengetahui apakah foto atau video tersebut hasil deepfake atau bukan,” tuturnya. “Walau demikian, masih ada kemungkinan software gagal mendeteksi deepfake.”
Aziz menyampaikan, pengembangan AI detector yang lebih baik setiap harinya sangat diperlukan. Mengingat, deepfake pasti bakal terus berkembang ke depannya.
Suatu konten di masyarakat akan bernilai berbeda-beda. Karena itu, semuanya bergantung pada para pengguna. “Mau dan mampu berpikir kritis, mencari tau sumbernya, atau langsung percaya begitu saja,” kata Aziz.(*)