Kasus Ratusan Pelajar Hamil Sebenarnya Tak Hanya Terjadi di Ponorogo Saja, Begini Penjelasannya

MEPNEWS.ID – Kasus ratusan pelajar SMP dan SMA di Ponorogo yang hamil diluar nikah sebenarnya bukan hal baru, kasus semacam itu sudah lama terjadi dan trennya semain meningkat.

Puncaknya terjadi ketika sistem pembelajaran daring atau online akibat pandemi Covid-19 terjadi sekitar tahun 2020 dan tahun 2021 hingga 2022.

Seperti diketahui, ada 191 pelajar di Ponorogo mengajukan dispensasi menikah sepanjang di tahun 2022.

Informasi yang didapat radio gema surya, dari humas pengadilan agama, 50 persen yang mengajukan pernikahan dini lantaran si perempuan sudah hamil duluan.

Informasi tersebut sempat mencuat di berbagai pemberitaan nasional dan menjadi viral bahkan trending topik di twitter pada Jumat 13 Januari 2023 kemarin.

Kasus dispensasi menikah dini karena hamil terlebih dahulu, membuat miris pemerhati perempuan dan anak di kota reog.

Seperti diungkapkan Rektor IAIN Ponorogo, Evi Muafiyah kasus itu sangat tragis dan menampar dunia pendidikan di Indonesia khususnya di Ponorogo.

Menurut Evi kasus tersebut sebenarnya buka murni kesalahan anak, melainkan orang tua anak juga harus ikut bertanggungjawab.

Ayah, ibu, atau anggota keluarga lainnya, kurang meningkatkan komunikasi dan pengawasan sehingga anak-anaknya terlibat dalam pergaulan bebas.

“Bahkan membiarkan putra-putrinya terjerumus dalam gaya pacaran yang kebablasan yang berujung pada kecelakaan, karena hamil sebelum menikah,” ujar Evi.

Selain peranan keluarga, peranan sekolah juga sangat penting dimana wajib menciptakan lingkungan yang nyaman dalam belajar.

Ada baiknya sekolah sering- sering mengundang kedua orang tua untuk menjalin komunikasi agar pendidikan yang diterapkan sinkron dengan yang ada di rumah.

Evi mengaku prihatin di kalangan masyarakat masih enggan menegur jika melihat pasangan muda-mudi yang melanggar batas norma agama karena merasa bukan jadi tanggung jawabnya.

Seorang Guru Bimbingan Penyuluhan (BP), Purwatiningsih mengungkapkan kasus itu mencuat sejak dua tahun lalu, ketika anak-anak tidak pernah bertemu dengan guru.

“Dan anak-anak setiap saat hanya berkawan dengan ponsel (HP), dari sinilah awal mula anak-anak akhirnya berkomunikasi dengan sesama teman dan lingkunganya. Tanpa bisa diawasi secara langsung di balik kegiatan online itu,” ujar Ipoong panggilan Purwatiningsih di antara teman-teman alumni Smada Ponorogo.

Ipoong yang juga Alumni SMA Negeri 2 Ponorogo ini suatu saat juga pernah mengatakan jika dengan ponsel para siswa bisa menjelajah kedunia maya tanpa ada pengawasan.

Bahkan para orang tua murid kebanyakan tidak memahami teknologi ponsel yang sudah berkembang sangat jauh.

Hal ini dimaklumi mereka para siswa berasal dari desa-desa, apalagi mereka putra-putri para pekerja Migran yang rata-rata memfasilitasi segala kebutuhan anaknya.

Baik kepemilikian android yang canggih hingga fasilitas transportasi yang nyaman, sementara orang-orang yang ada disekitarnya tidak mengetahui kecanggihan Gadget.

Begitu juga dengan orang tua mereka tak mendampingi karena bekerja di luar negeri, si anak berteman bersama neneknya yang semakin tidak mampu memberikan pengawasan.

“Apalagi dimasa pandemi Covid-19, tidak ada kegiatan tatap muka guru dan siswa. Pengawasan dari para guru disekolah lepas, fungsi pengawasan di luar jam pelajaran online, kita tidak mengetahuinya,” ujar Purwati.

Contoh kasus
Kasus pelajar hamil sebenarnya tak hanya terjadi di wilayah Kabupaten Ponorogo saja, namun beberapa kabupaten lain juga mengalami hal yang sama.

Hanya saja kebetulan Ponorogo yang terungkap dipermukaan dan kemudian berkembang dan menjadi kasus viral.

Seperti kita ketahui berdasarkan data dari Pengadilan Agama (PA) Ponorogo pada tahun 2021, jumlah pengajuan ke PA untuk dispensasi nikah (Diska) sebanyak 266 anak.

Dari jumlah itu, oleh PA Ponorogo mengabulkan sebanyak 258 anak dan sisanya tidak dikabulkan karena alasan tertentu.

Sedangkan menurut data tahun 2022, jumlah pengajuan diska sebanyak 191 anak dan disetujui oleh PA atau dikabulkan sebanyak 176 anak.

Bhw keputusan pemberian diska atau dispensasi nikah adalah sepenuhnya di Pengadilan Agama, dan tidak semua dari jumlah yang dikabulkan itu karena sudah hamil duluan.

“Dalam berita di atas tidak disampaikan data-data pembanding dari tahun ke tahun sebelumnya atau dari kabupaten-kabupaten lainnya. Sebenarnya ada kabupaten lain yang sebenarnya lebih tinggi tetapi tidak viral seperti di Ponorogo,” ujar sumber Pengadilan Agama yang enggan disebutkan namanya.

Dari DinsosP3A Kabupaten Ponorogo, untuk tahun ini juga tetap menganggarkan untuk sosialisasi pencegahan kekerasan di sekolah dan masyarakat, pencegahan bullying, dan sosialiasasi UU No. 1 th 1974.

Dimana usia perempuan yg boleh menikah adalah berusia 16 th dan untuk laki-laki berusia 17 tahun.

Namun kemudian diubah dalam UU No 16 tahun 2019 yaitu usia perempuan yang dibolehkan menikah berusia 19 tahun dan laki-laki juga sama berusia 19 tahun.

“Adanya perubahan usia perkawinan anak ini mungkin belum diketahui oleh semuanya,” ujar sumber tadi.

Dikatakan oleh sumber tadi pada hari Jumat sudah diadakan rapat terkait viralnya berita ini, bertempat di Dinas Pendidikan, yang dihadiri Diskominfo, PA, Kemenag, dan DinsosP3A.

“Dan besok Senin juga ada rapat dengan Bupati, yang mendundang lebih banyak lagi baik OPD maupun organisasi2 yg terkait,” pungkasnya. (*)

 

 

 

Facebook Comments

Comments are closed.