Oleh: M. Yazid Mar’i
mepnews.id – 1 Muharom dijadikan momentum Tahun Baru Hijriyah bagi umat Islam. Tentu bukanlah tanpa alasan. Peristiwa hijrah Nabi dari Makkah ke Yastrib (Madinah) pada 622 M yang bertepatan dengan 1 Muharom, adalah awal perubahan kondisi hidup dan kehidupan Islam dan umat Islam.
Makkah menyimpan beribu kenangan pahit bagi umat Islam. Siksaan demi siksaan menghantui setiap detik saat Nabi melakukan da’wah secara terbuka di tahun ke-4 kenabian.
Syeikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury menceritakan bentuk penindasan dan siksaan pedih yang dialami para sahabat dalam Sirah Nabawiyah yang bersumber dari Kitab Ar-Rahiqul Makhtum.
Tindakan pertama yang diambil adalah menginterogasi siapa saja yang masuk Islam dari setiap kabilah suku mereka. Abu Jahal, pemimpin Qurais, dengan kekuasaan tak terbatas dapat menggunakan hak prerogatifnya untuk melakukan sweeping dan mengintrogasi siapa saja yang masuk Islam mengikuti ajaran Muhammad. Jika dari golongan bangsawan, ia akan dibenci, dimaki, hingga dikucilkan. Jika dari golongan kaum lemah, ia akan disiksa tanpa batas.
Ini gambaran nyata bagaimana suasana ketika kekuasaan berada di tangan manusia yang tak lagi punya rasa dan hati, yang melepas cinta dan kasih, atas kebencian dan keangkaramurkaan.
Ada sederet nama sahabat Nabi yang mengalami penyiksaan di pereode ini. Ustman ibn Affan, oleh pamannya, digulung ke dalam tikar yang terbuat dari daun-daun kurma kemudian diasapi dari bawahnya. Mush’ab bin ‘Umair RA dibiarkan kelaparan dan diusir dari rumah oleh ibunya, padahal sebelumnya dia termasuk orang berkecukupan. Akibat tindakan ibundanya itu, kulit Mush’ab menjadi bersisik layaknya kulit ular. Shuhaib bin Sinan ar-Rumy RA disiksa hingga kehilangan ingatan dan tidak memahami apa yang dibicarakannya sendiri.
Bilal bin Robbah, budak dari Ethiopia, disiksa dengan perlakuan sangat kejam oleh Umayyah bin Khallaf al-Jumahi majikannya yang juga tokoh penting kafir Quraisy. Pundak Bilal diikat tali dan diseret anak-anak kecil keliling Mekkah, hingga bekas tali itu masih nampak di pundaknya. Bilal juga dipaksa duduk di bawah sengatan matahari, kemudian dibuang ke Bathha’ (tanah lapang berkerikil) Makkah, lalu dadanya ditindih batu besar.
Ketika itu, berkata Umayyah kepadanya: “Tidak, demi Allah! Engkau akan tetap mengalami seperti ini sampai engkau mati atau engkau kafir terhadap (ajaran) Muhammad dan menyembah al-Laata dan al-‘Uzza.” Dalam kondisi pedih itu, Bilal tetap berteriak: “Ahad, Ahad.” Hingga suatu saat Abu Bakar melewatinya, lalu membelinya dan memerdekakannya.
Penyiksaan juga dialami Ammar bin Yasir RA, ayah, dan ibunya. Amar diseret keluar di terik matahari. Demikian halnya dengan ayahnya hingga wafat. Sementara, ibunya ditusuk tombak dari arah qubulnya hingga wafat seketika.
Abu Fakihah RA dari Bani ‘Abdi ad-Daar diseret lalu dicekik hingga hampir mati, sebelum dibebaskan Abu Bakar. Khabbab bin al-Aratt RA disiksa dengan dijambak rambutnya dan dimasukkan ke dalam api membara. Begitu pula penyiksaan pada Zunairah, An-Nahdiyyah dan Ummu ‘Ubais.
Allah kemudian menyelamatkan kaum muslimin melalui perintah hijrah sebagai momentum awal kejayaan Islam dan umat Islam dalam kesatuan Anshor-Muhahirin di bawah tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara ‘Madinatun Munawarah’ yakni negeri Madinah, negeri yang bersinar dan penuh peradaban di atas kemajemukan suku bangsa dan latar belakang keturunan dan asal .
Sungguh, ini energi besar yang harus diyakini umat Islam hari ini. Bahwa himpitan dan siksaan bukanlah alasan bagi seorang mukmin untuk melepaskan diri dari komitmen pada tauhid, pada kebenaran. Di balik semuanya adalah jalan Allah dalam melihat hamba-Nya yang terbaik dan yang layak mendapatkan kemulyaan hidup.
Bahwa apa yang hari ini dialami muslim di beberapa negara, termasuk di Indonesia, oleh tirani kekuasaan, adalah seklumit peristiwa sejarah ulang masa lalu, yang mesti adanya, sekaligus penyadaran diri pada keyakinan bahwa pertolongan Allah akan datang saatnya bagi mereka yang konsisten pada jalanNya.
Bahwa perubahan adalah sunatullah yang mesti adanya. Pada saatnya, malam berganti siang, hujan memunculkan keindahan pelanggi, terpaan ombak dan badai menyimpan puluhan ribu ton ikan, tangisan berganti tawa, sedih akan berganti bahagia. Semua tergantung bagaimana seseorang, sekelompok orang, memaknai secara benar bahwa hidup tidak saja hari ini, namun merupakan estafet dari masa lalu, masa kini, dan masa datang. Dengan bergantian tahun, dan kita masih ada, hakekatnya Allah memberikan kesempatan kita kembali untuk menjadi yang terbaik bagi memberikan manfaat seluas-luasnya, bagi diri, keluarga, orang lain, umat, alam, bangsa dan negara.
Tanggal 1 Muharom sebagai tahun baru hijriah adalah energi baru yang menyimpan energi positif untuk menjadi manusia sebenarnya dan sebenar-benarnya manusia. Menungsa lumprah lan lumprahe munungsa.