Oleh: Kanti Rahayu
mepnews.id – Wisata kuliner Banyuwangi sudah cukup dikenal, meski belum sebanding dengan wisata alamnya. Padahal, wisata kuliner di Bumi Blambangan ini tidak kalah menarik untuk dinikmati sambil mengunjungi alam indah. Nah, salah satu wisata kuliner yang patut dikunjungi adalah Warung Kali Sodong. Jika menikmati kuliner di pinggir jalan, resto, atau cafe sudah dianggap biasa, bagaimana jika menikmati kuliner di tengah kali?
Warung Kali Sodong terletak di Dusun Pelinggihan Rt. 1 / Rw.1 Desa Grogol, Kecamatan Giri, Kabupaten Banyuwangi. Dari Jalan nasional kota Banyuwangi, jaraknya hanya sekitar 4 km atau sekitar 20 menit perjalanan.
Perjalanan menuju ke warung ini sangat mengasyikan. Kita bisa melewati perkampungan. Dari jalan raya utama desa, masuk ke dalam sekitar 100 meter. Ada sawah dengan tanaman padi, ada warga beraktivitas, ada masyarakat yang ngopi-ngopi menikmati pagi.
Jalan sudah berpaving tapi lebarnya sekitar 1 meter, hanya bisa untuk berpapasan sepeda motor. Itu pun harus ada yang mengalah berhenti menyesuaikan tempat supaya bisa berpapasan secara aman. Meski demikian, perjalanan lumayan lancar.
Gending-gending Using mulai terdengar. Semakin mendekati lokasi, suara gending semakin terdengar jelas. Mau tak mau, hati terpikat ingin ikutan bernyanyi. Dengan hanya bisik-bisik bergumam, saya pun mencoba menirukan syair-syair yang dinyanyikan. Tidak begitu hafal, namun sangat familiar.
Sampai di lokasi, tiket masuk tergolong murah. Jika hanya ke Warung kali Sodong, kita cukup bayar parkir Rp 2000. Jika ingin menikmati wisata alam Goa Sodong, kita membayar tiket Rp5000. Warung Kali Sodong buka mulai jam 07.00 sampai 16.00. Malam hari, ganti warung di tengah sawah yang buka sampai pukul 21.00 WIB.
Wisata kuliner warung Kali Sodong ini satu lokasi dengan wisata alam Goa Sodong. Wisata Alam Gua Sodong sudah ada sebelum pandemi, yakni dibuka pada tahun 2018. Kala itu, wisata kuliner Kali Sodong belum dirintis. Kali Sodong hanya digunakan untuk mencuci motor dan ternak. Pernah juga dikelola untuk kolam pancing.
Lokasi wisata Goa Sodong tiarap gara-gara pandemi COVID-19. Seiring ditutupnya destinasi wisata itu, PokDarwis Goa Sodong bekerja keras mempertahankan perekonomian masyarakat sekitar. Muncul ide memanfaatkan Kali Sodong menjadi destinasi wisata kuliner di tengah kali. Ide ini muncul saat pemerintah mengizinkan usaha kuliner untuk kembali beroperasi.
Hariri, ketua PokDarwis Goa Sodong, beserta 11 temannya, bekerja keras mewujudkan wisata kuliner di tengah Kali Sodong. Ini menjadi satu-satunya wisata kuliner di tengah kali yang berada di Banyuwangi.
“Begitu wisata kuliner diperbolehkan beroperasi, maka kami berinovasi. Bagaimana caranya saya dan teman-teman tetap bisa mempertahankan perekonomian. Maka kami mengubah Kali Sodong menjadi tempat kuliner. Warung Kali Sodong resmi dibuka pada September 2021,” ucap pria berusia 40 tahun itu.
Di antara gemericik air sungai, Hariri mengungkapkan menu spesialnya nasi goreng pete dan mie goreng pete. Ada juga makanan ringan seperti kucur gula aren hangat, tahu walek, dan kentang goreng. Menu minuman andalannya teh jahe sere dan tentu saja kopi hitam. Awal dirintis, hanya ada 4-6 meja. Sekarang sudah berkembang jadi sekitar 20 meja berjajar di tengah kali.
Hariri juga mengatakan, Sungai Sodong relatif aman. Lebarnya sekitar empat meter, kedalamannya hanya sekitar 15 cm dan tergolong sungai kecil. Jika hujan, debit air memang bertambah tetapi tidak sampai banjir sehingga tidak membahayakan anak-anak. Air Kali Sodong justru sangat jernih dan segar karena dekat mata air.
Menurut Hariri, salah satu puncak kunjungan terjadi saat pandemi melandai September – Oktober 2021. Pengunjung sempat membludak mencapai 15 ribu orang.
Pengunjungnya variatif, dari kalangan keluarga hingga anak-anak muda. Wisatawan keluarga bisa menikmati menu sambil mengawasi anak-anak bermain air.
Sungguh merupakan sensasi tersendiri saat kita menikmati nasi goreng pete atau mie goreng pete sambil telinga mendengar gemericik air dan kaki basah menikmati aliran Sungai Sodong. Sambil nyemil makanan ringan kucur gula aren hangat atau tahu walek, kita bisa menikmati keindahan alam sekitar.
Usai memesan makanan, pengunjung masuk ke kali mencari tempat duduk. Beberapa pengunjung lain sudah terlihat nyaman duduk di kursi di depan meja makan masing-masing. Sambil menunggu pesanan datang, kaki para pengunjung bisa menikmati sensasi dinginnya air yang semakin lama semakin menusuk tulang.
Endang Rahayu, salah satu pengunjung, mengaku, “Untuk antisipasi biar tidak berendam berlebihan, saya sedikit angkat kaki hingga seperti tangkringan di bibir meja atau kursi kayu. Saya naikkan kaki sedikit biar agak berjarak dengan air, sehingga kaki saya tidak terus-menerus terendam air.”
Layaknya di kafe, setiap nama pemesan dicatat di tempat pemesanan. Lalu, penyaji menyangga nampan dengan sajian menu sesuai nama pemesan. Agar tidak terlalu lama mencari-cari, maka dengan suara keras mereka menyebut nama-nama pemesan. “Rijal….” lalu mereka menuju ke salah seorang pemesan yang memberi tanda pakai tangan.
“Termasuk kami. Begitu nama kami dipanggil, kami segera mendapatkan menu makanan sesuai yang kami pesan,” ujar Endang yang berusia 35 tahun.
Triana, pengunjung asal Rogojampi, mengatakan, “Menikmati makanan sambil kaki terendam di kali merupakan sensasi tersendiri. Tempatnya rindang, udaranya sejuk. Saya betah berlama-lama di sini untuk menghilangkan penat. Apalagi saya liburan bersama keluarga dan anak-anak. Airnya jernih dan segar sehingga anak-anak suka bermain di Kali Sodong.”
Bukan hanya sensasi, tapi sejatinya ada semangat untuk bangkit. Setidaknnya, warga telah berani merubah kesehariannya. Ditutupnya satu tempat wisata karena pandemi, mereka mengembangkan destinasi wisata alternatif. Jika awalnya Sodong hanya kali biasa, mereka sulap menjadi kali luar biasa.
Warga mulai faham bagaimana menghidupkan perekonomian dengan kearifan lokal sesuai potensi yang ada di desa. Tidak harus mendatangkan aneka kemahalan, cukup dengan mengoptimalkan yang ada di sekitar. Seiring waktu, orang akan kembali ke alam karena ingin melepas sejenak keriuhan perkembangan modernitas kota.
Kampung-kampung kreatif bermunculan. Para pemuda, juga kelompok masyarakat, bisa menghadirkan kekuatan lokal sebagai destinasi wisata eksotis dan tidak kalah dengan berbagai wisata di lain tempat. Sekarang tinggal bagaimana mereka bisa menjaga dan mengembangkan potensi menjadi destinasi yang bisa dijual.
Lebih-lebih, di zaman on line yang tak terbatas jangkauannya. Desa bisa ditampilkan menjadi terkenal sehingga perekonomian bergerak menggeliat dari desa. Seperti yang sudah dilakukan Hariri untuk mempertahankan perekonomian dan memajukan desanya.
- Penulis adalah guru di SMPN 1 Kalipuro, Banyuwangi. Email: ibukanti2016@gmail.com