Menulis dan Ralat

Oleh: Moh. Husen*

mepnews.id – Tahun 2018, saya pernah menulis, judulnya ‘Kiai Palsu’. Saya sodorkan ke Pimred saya. Beliau langsung merespon agar judulnya diralat. Orang lebih sering baca judul daripada baca isi, kata Pak Pimred.

Saya pun oke. Tidak ada keberatan sedikit pun. Tidak alot. Saya tidak mendebat bahwa maksud dari Kiai Palsu tersebut adalah diri saya sendiri yang terkadang beberapa teman sering iseng kalau telfon mengajak saya ngopi-ngopi menyapa: “Lagi di mana Kiai?”

Setelah judulnya saya ganti dengan judul yang lebih ‘aman’ dan ‘sopan’ untuk kapasitas saya, tulisan saya pun tayang. Hal semacam ini bagi saya sangat biasa dan tidak ada yang aneh sama sekali. Sebagaimana kita menjalani kehidupan sehari-hari yang memang harus menyodorkan rasa aman dan sopan kepada siapa saja yang bergaul dengan kita.

Suatu ketika, sebuah kelompok diskusi menyodorkan judul acara kepada saya. Saya lihat flyer-nya, selain tertulis judul, ada gambar yang bisa diasumsikan sebagai kelamin perempuan. Itu di-share di medsos.

Saya diminta datang. Sudah saya tolak karena suatu hal (bukan karena gambar itu), tapi saya dipaksa. Akhirnya saya pun oke, insya Allah siap datang merapat.

Namun karena ada gambar itu dalam judul acaranya, saya minta gambar tersebut diralat. Malam itu juga saya telpon. Saya sampaikan agar gambar itu dihapus saja. Tapi jika tidak mau, ya tidak apa-apa.

Kemudian, saya lihat siang gambar itu masih nangkring di medsos. Sampai jam 9 malam, masih belum diganti.

Saya jadi penasaran, apa sebenarnya yang membuat si gambar ini begitu yakin dan percaya diri bertengger jelas di medsos.

Saya telponlah ‘atasan’-nya, yakni ‘Mas Pimred’ yang kebetulan malam itu lagi kongkow-kongkow bareng teman-teman yang saya sendiri rindu ingin bertemu mereka.

Setelah saya sampaikan, malam itu juga gambar tersebut langsung di-take down. Saya lihat, siangnya masih kosong di medsos. Tak ada gambar pengganti. Hingga malam acara berlangsung, gambar pun tetap kosong. Saya kira akan diralat dengan gambar yang lain.

Sembari datang ke acara tersebut, saya bergumam bahwa sedemikian gampangnya menulis atau berkarya di era online ini. Jika salah, ya tinggal diralat. Tak perlu ‘membeli’ semua koran atau majalah cetak yang terlanjur terbit dan tersebar.

Maka, seorang guru menulis bisa berfatwa, “Ayo, teman-teman sekalian, segera menulis. Jangan takut salah, asalkan bersedia dinasehati. Amalkan ilmumu lewat menulis. Insya Allah menjadi ladang jariyah bagi masa depanmu yang akan terus mengalir meskipun engkau telah tiada…”

Banyuwangi, 30 Oktober 2021

 

*Penulis buku Obrolan Lockdown. Tinggal di Rogojampi-Banyuwangi.

Facebook Comments

Comments are closed.