Oleh: Aditya Akbar Hakim
MEPNews.id – Kalimat pada judul itu memang saya ambil dari judul buku milik Muhidin M Dahlan. Namun, kali ini saya tidak bermaksud membahas terlebih dahulu bagaimana maksud serta berbicara tentang buku tersebut. Biarlah kali lain saya ulas sekelumit sisi hebat dari buku menarik itu.
Kali ini, melalui tulisan berikut saya ingin menyoroti makna di balik kalimat pada judul di atas. Bahwa, menjadi penulis itu harus siap bergelut dengan area sepi sunyi, bukan wilayah gegap gempita penuh keramaian.
Konsep itu dapat kita buktikan. Saat kita telah resmi punya karya buku, meski sebatas buku antologi, misalnya. Maka, ketika itu kita telah sah mendapat predikat sebagai penulis. Hal ini karena, kita berhasil menghadirkan karya yang bisa dinikmati oleh para pembaca.
Ada pun perjalanan untuk mendapatkan predikat sebagai penulis, pastinya tidak didapat secara tiba-tiba, di situ pasti ada lika-liku bercampur onak menahan kepenatan, kejenuhan, dan paling klasik rasa kemalasan. Hal ini karena, pilihan untuk jadi penulis pasti menimbulkan konsekuensi logis berupa kesanggupan untuk bergelut dengan jalan kesunyian.
Menjadi penulis itu kerap akrab dengan sepi sunyi, setia untuk berproses kreatif di saat yang lain tengah nyenyak tidur berselimutkan hangat, tapi bagi seorang penulis sejati, mereka akan sering terjaga menekuri lalu merenung guna menghasilkan karya. Jalan bagi para penulis itu senantiasa sepi nir pamrih, terutama saat awal-awal tengah merintis karier sebagai penulis.
Apabila fase tersebut mampu dilewati, setelah itu akan terjadi pola pembiasaan menuju ke pembudayaan bila menulis sebagai satu kebutuhan. Jalan menulis itu tak selalu butuh keramaian alih-alih berharap tepuk tangan sorak sorai dari para penonton.
Alhasil, penulis itu memang butuh keberanian mencoba, ketahanan mental, kekuatan stamina, serta kemauan kuat untuk terus bergelut dengan jalan sunyi yang senantiasa dilalui. Tanpa keempat bekal ini mustahil maqom sebagai penulis sejati dapat diraih. Kedudukan bagi sosok penulis sejati wajib mempunyai keempat piranti ini sebagai aset penting.
Keempat vitur itu berguna sekali untuk mendukung usaha kita menuju pada predikat selaku seorang penulis sejati. Coba kita bayangkan, bila satu dari keempatnya tadi tiada, kita sengaja membiarkannya tidak ada, sehingga yang terjadi pasti situasi layu sebelum berbunga akan melanda.
Alhasil, tatkala belum ketemu sampai garis akhir berupa karya sudah putus asa. Ketika masih timik-timik belajar berjalan di medan kesunyian tetapi sudah ingin berada di zona keramaian.
Jika demikian adanya, lupakan saja, sebaiknya buang segala mimpi ingin jadi penulis, daripada aktivitas menulis yang kita lakukan justru hanya menjadi beban. Memang ingin menjadi penulis, barangkali tak begitu butuh dengan menyiapkan banyak modal finansial. Namun, membekali diri dengan keempat aspek tadi adalah perkara wajib yang mesti kita hadirkan. Supaya tujuan dari capaian berupa penulis sejati bisa kita dapatkan.