Semoga Terus Lahir Generasi Ulama’

Oleh: Moh. Husen

MEPNews.id–Ketika awal November 2019 kemarin saya berkesempatan secara gratisan alias nunut mobil seorang teman ke pesantren Tebu Ireng Jombang, ingin rasanya saya bersalaman dengan Gus Sholah. Tapi ternyata nggak bisa. Saya sudah membayangkan jika bertemu Gus Sholah pasti disambut dengan wajah yang ramah dan teduh meskipun kepada tamu tak dikenal macam saya ini. Tapi ternyata saya tak bertemu dengan beliau.

Rasanya sungguh bahagia bagi siapa saja yang pernah bersalaman dan berjumpa dengan senyum ramah Gus Sholah. Bukan karena kemasyhuran nama besar Hadlratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari selaku pendiri Nahdlatul Ulama, sehingga sang cucu, yakni Gus Sholah yang juga merupakan adik kandung Gus Dur ini dihormati banyak orang.

Setiap saya melihat senyum beliau ketika muncul sekilas di televisi, terutama televisi lokal, entah kenapa batin ini seakan tengah bersalaman dan berangkulan dengan beliau. Sungguh berbahagialah siapa saja yang pernah sempat bersalaman dan bermuwajjaha langsung dengan beliau. Apalagi menjadi santri beliau.

Kini Gus Sholah panggilan akrab KH. Sholahuddin Wahid telah tiada. Dikabarkan melalui berita online yang saya baca, beliau meninggal dunia dalam usia 77 tahun di RS Harapan Kita Jakarta hari Ahad 2 Februari 2020 sekira pukul 20.59 wib. Allahummaghfir lahu war hamhu wa’afihi wa’fu anhu. Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.

Meninggalnya Gus Sholah mungkin bisa mengingatkan kita semua kepada sabda Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam yang menyatakan bahwa meninggalnya orang alim merupakan penyebab matinya alam semesta. Mautu alim mautu alam. Dunia jadi gelap gulita tanpa suluh suri tauladan dari ulama’.

Akan tetapi kepedulian kita kepada ulama’ hari-hari ini apakah begitu sangat penting dalam kehidupan kita dibandingkan dengan dianggap penting dan sangat benarnya kegelapan dan keangkuhan sikap diri kita sendiri dalam berebut harta benda dan kekuasaan sehingga tak peduli jika harus memecah belah, saling hasud, hingga sampai ada yang bertengkar, perang, dan mungkin saling bunuh?

Bila satu persatu ulama’ telah pergi, bila dalam kehidupan ini benar-benar tak ada lagi ulama’, percayakah kita bahwa kehidupan sesungguhnya sedang berjalan dalam kematian? Ah, pertanyaan semacam ini sepertinya kurang update dan kekinian karena hari-hari ini yang selain uang dan kekayaan betapa sangat nyata diremehkan. Meskipun celakanya, saya sendiri juga pusing jika tak dapat hutangan.

Selamat jalan Gus Sholah. Kami semua juga akan pasti menyusul Panjenengan. Dan semoga di negeri kami akan terus lahir generasi ulama’ agar kehidupan di negeri kami tak semakin gelap. (Banyuwangi, 3 Februari 2020)

Facebook Comments

Comments are closed.