Oleh: Brian Wira Candra Wibawa Sumarsono
SDN Magetan 2
MEPNews.id – Namaku, Brian Wira Candra Wibawa Sumarsono. Panggilanku sehari-hari, Brian. Aku berumur sepuluh tahun pada 28 April 2009. Aku akan menceritakan pengalamanku sebagai duta wisata yaitu Bagus Dyah Cilik Magetan.
Sebelum mengikuti ajang ini, aku tidak menyangka bisa menjadi perwakilan dari sekolahku. Berbekal pembelajaran yang kudapat selama ini, aku menggikuti perlombaan dengan sungguh-sungguh. Jika ingin mengikuti ajang ini kamu harus belajar dengan giat dan rajin.
Sebelum memasuki grand final, aku harus melewati babak seleksi/penyisihan. Sebelum mengikuti babak penyisihan, aku mendapatkan bimbingan dari bapak dan ibu guru dan orang tua. Aku harus memahami sejarah dan wisata Magetan. Dalam waktu singkat aku mendapatkan bimbingan di sekolah saat hari libur.
Aku rasa ini membutuhkan perjuangan dan harus penuh semangat, walaupun dalam hati aku sangat sedih. Saat teman-temanku libur sekolah, aku harus ikut bimbingan. Tapi, bimbingan itu sangat penting bagiku agar lolos ke babak penyisihan Bagus Dyah Cilik Magetan.
Saat babak penyisihan di wisata terbaru Magetan Park, aku harus mengerjakan tugas yang diberikan kakak-kakak panitia. Saat soal dibagikan, hatiku dag dig dug tidak karuan. Aku berdoa semoga Allah SWT memberiku kelancaran menjawab soal sehingga bisa lolos ke babak selanjutnya.
Selesai mengerjakan soal, tiba saatnya pengumuman finalis Bagus Dyah Cilik Magetan 2019. Saat itu hatiku berdetak tidak karuan; lolos atau tidak? Yang dipanggil adalah peringkat 10 besar. Semakin lama, semakin bimbang hatiku. Karena namaku tidak juga dipanggil kakak panitia. Ternyata, alhamdulillah, aku berada di peringkat 2 dari 10 besar finalis. Rasanya senang sekali. Mama dan Papa bangga padaku karena lolos ke tahap selanjutnya.
Selanjutnya, aku harus mempersiapkan diri untuk memilih bakat apa yang aku ingin tampilkan. Aku bingung karena banyak bakat yang ingin ditampilkan. Awalnya, aku ingin bermain gendang. Karena belum pandai bermain gendang, aku mencari bakat lain. Oleh Bu Guru, aku disarankan menari Bujang Ganong dari Kabupaten Ponorogo.
Tak pelak, begitu banyak persiapan yang harus aku pelajari untuk bisa tampil sempurna. Misalnya, mempersiapkan lagu, gerakan, dan kostum untuk tari tersebut. Sore harinya, saat papaku pulang kerja, aku merengek minta dibelikan kostum tari Bujang Ganong.
“Paa….. belikan kostum tari Bujang Ganong untuk menampilkan talentaku!” kataku.
“Ya. Tapi, nanti bila kamu sudah mahir, Papa akan belikan. Untuk kali ini, mending pinjam saja dulu,” kata papaku.
Kata mamaku, “Percuma nanti, Mas, kalau belum jago menarinya, terus beli baju Bujang Ganong mahal. Benar kata Papa. Sementara, Mas pinjam dulu.”
“Yaaa, Maaa… Nanti pasti aku belajar menari dengan sunguh-sunguh,” kataku.
Minggu selanjutnya, aku mencari lagu serta gerakan dari Youtube. Mulanya aku berinsiatif meniru gerakan Bujang Ganong dari penari Yosika Ponorogo. Tapi gerakannya sulit. Jadi aku mencari informasi gerakan yang lebih mudah dipelajari. Akhirya aku mendapatkan video Bujang Ganong oleh penari bernama Didik.
Saat pertama kali mencoba memperagakan, aku kesulitan. Walaupun begitu, aku terus mencoba dan tidak putus asa. Dari pagi hingga sore, aku berlatih sampai bisa menguasainya dalam waktu empat hari. Kebetulan pihak sekolah mengijinkanku berlatih tari pada saat jam pelajaran. Beruntung juga karena aku dipinjami baju dan perlengkapan tari oleh salah satu guruku.
Tibalah saatnya aku menunjukkan talenta di hadapan juri Bagus-Dyah Cilik Magetan. Aku bersiap menampilkan tari Bujang Ganong. Peserta lainnya ada yang menampilkan Bujang Ganong, ada juga yang menyanyi, bermain piano, pencak silat, hafalan surat pendek dan lain-lain.
Sebelum memperagakan bakat, jujur aku sangat deredekan karena banyak penonton. Tampak teman-temanku dan orangtuaku. Namun, akhirya aku berhasil menunjukan bakatku di hadapan juri dengan baik dan lancar.
Perjuanganku tidak sampai di situ. Aku masih harus melewati babak Grand Final. Di situ aku tidak kalah semagat dari babak sebelumnya. Aku harus lebih semangat belajar dengan rajin dan giat, agar dapat gelar Bagus Cilik Magetan.
Aku menghadapi babak Grand Final di Gedung PGRI Magetan. Dengan rasa deg-degan, aku melakukan opening dance untuk menyambut Bapak Bupati serta Wakil Bupati. Setelah perkenalan diri, ada pemberian soal.
Babak ini berlangsung malam hari. Penontonya tidak kalah banyak daripada babak penyisihan maupun pemilihan bakat. Para penonton, selain bisa melihat langsung para finalis berlomba, juga bisa membeli VOTE untuk pemilihan Bagus Cilik Favorit dan Dyah Cilik Favorit. VOTE ini bisa dibeli oleh orantua, saudara, sahabat dan teman-teman.
Para penonton itu lah yang menyemangati aku atau peserta lain di babak ini. Mereka membuat aku lebih semangat dan percaya diri. Saat menyawab pertayaan kakak panitia, aku sempat agak ragu dan malu-malu. Namun, aku harus tetap percaya diri dan menjawab pertanyaan itu di depan Bupati dan penonton lain.
Di sela lomba, ada pertunjukan tari, menyayi dan fashion show. Setelah selingan itu, tiba saatnya pengumuman finalis 3 besar. Ternyata, aku tidak masuk 3 besar. Di situ, aku mulai putus asa. Tapi aku masih mengharap bisa masuk ke finalis lainya yaitu Bagus-Dyah Cilik Terfavorit dan Bagus-Dyah Cilik Berbakat 2019.
Para finalis 3 besar itu juga sama dengan aku. Mereka harus menjawab pertayaan yang diberikan, tapi pertayaan ini berbeda. Ya, karena pertanyaan itu diberikan langsung Bapak Bupati Dr. Drs. Suprawoto, SH, M.Si. untuk finalis Bagus Cilik. Pertanyaan untuk Dyah Cilik diberikan Wakil Bupati Ibu Nanik Endang Rusmiartini.
Setelah itu, yang membuat hatiku berdedak kencang, adalah pengumuman pemenang. Alhamdulillah, aku terpilih menjadi Bagus Cilik kategori Berbakat 2019. Meski sebenarnya aku ingin jadi Bagus Cilik Magetan, tapi aku tetap bersyukur dan berterima kasih atas karunia Allah SWT. Gelar sebagai Bagus Cilik Berbakat Tahun 2019 ini saja sudah sangat berharga.
Aku juga berterima kasih pada orangtuaku, saudaraku, sahabatku dan teman-temanku yang sudah medukung, medoakan, sampai aku bisa mendapatkan gelar ini.
Tidak sampai di sini saja, aku sekarang harus melaksanakan tugas dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Magetan. Antara lain tampil dalam Pawai Budaya. Pawai ini dilaksanakan hanya beberapa hari setelah aku melewati babak final.
Tugasnya tidak hanya itu. Ada juga fashion show di Pertirtaan Dewi Sri. Tugas ini untuk mempromisikan Festival Batik Ciprat yang diproduksi orang-orang disabilitas di Desa Simbatan Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Magetan. (*)