Betapa Indahnya Mencari

Oleh: Moh. Husen

MEPNews.id – Oleh seorang Event Organizer alias EO saya diangkut ke dunia workshop dan pembimbingan kepenulisan, pada 14 Juli 2019 mendatang di MTs Al-Ishlah, jalan Sultan Agung nomor 45 Tembokrejo, Muncar, Banyuwang, pukul 09.00-12.00wib. Pak EO ini kawan baik saya yang sudah agak lama tak bertemu secara fisik. Saya sambangi dia di sekolah itu dan mendadak dia menuliskan nama saya sebagai fasilitator workshop menulis.

Setelah ngobrol panjang dan saya mau pulang, Pak EO bilang ke saya: “Kalau yang datang sedikit, gimana? Acara tetap berjalan ya?”

Saya langsung sangat setuju: “Oke, lanjut saja, tetap jalan !”

Pak EO rupanya belum tahu kalau saya ini jelek-jelek begini sering “workshop menulis” dengan satu orang saja thok di warung kopi. Barusan saja, saya membahas bab menulis dengan sahabat karib saya, Cak Saidun Furkon. Dan kalau ini dianggap lucu, mohon jangan tertawa. Kepuasan saya menulis itu hanya satu, yakni jika sukses bikin yang baca tertawa ngakak.

Belum lagi saya terkadang “disesatkan” dengan ada saja yang bilang: “Kamu penulis hebat. Coba lihat mereka para sarjana. Menulis yang paling sederhana pun mereka nggak bisa, nggak mau dan malas mencoba. Padahal yang ditunggu dari mereka para pendekar intelektual itu ialah ilmu mereka untuk dituangkan dalam bentuk tulisan. Kita sangat ditolong dan hutang jasa kepada orang-orang terdahulu yang mau menuliskan ilmunya sehingga kita menjadi pandai sekarang…”

Ketika mau saya belokkan membicarakan tema yang lain, si “sesat” ini masih terus berceramah: “Tulisan itu abadi. Apalagi sekarang ada media sosial. Orang bisa update status tiap hari. Pengertian menulis tidak harus panjang. Anjuran Nabi berdakwalah meskipun satu ayat bisa dijadikan pijakan untuk menulislah walau satu baris. Cukup satu baris misalnya, manusia harus percaya bahwa dia bisa salah, gitu saja sudah ilmu. Bukankah sekarang ini orang sudah hampir sulit percaya kalau dia bisa salah. Rasanya benar terus. Omongannya pasti benar. Tulisannya pasti benar. Tindakannya pasti benar. Nyaris hampir hilang kepekaan dan kesadaran bahwa dia bisa salah. Gitu saja sudah ilmu kok. Syukur kalau mau memanjangkan tulisannya. Jadi sekarang ini tidak ada alasan untuk tidak menulis…”

“Bagaimana soal Pilkades?” Saya coba menyela, mengganti tema obrolan.

“Hahahahaha…. Kamu ini memang pandai bercanda ya, hahahaha… Bisa saja membelokkan arah pembicaraan. Soal Pilkades ya normatif dan demokratis saja. Biarkan siapa saja bebas dan berhak mencari dan memilih siapa pemimpinnya. Mencari dan memilih itu nikmat dan indah. Gitu saja !”

Workshop besok pun begitu. Dengan konsep Menulis dengan Hati sesuai yang diinformasikan Pak EO, saya akan mencoba menaburkan benih idiologi “betapa indahnya mencari” untuk kemudian dituangkan dalam sebuah tulisan. Monggo bagi yang mau hadir.

 

Banyuwangi, 9 Juli 2019

 

Facebook Comments

Comments are closed.