MEPNews.id – Di tengah gegap gempita menuju penyelenggaraan pesta demokrasi lima tahunan, Sangggar Lidi Surabaya menghadirkan program kegiatan Dharma Seni Untuk Negeri IV. Sanggar ini mengusung naskah teater berjudul Mata Adil Mata Takdir, karya dan sutradara Totenk MT Rusmawan. Rencananya, ini dipentaskan 10 April di Gedung Kesenian Cak Durasim Komplek Taman Budaya Jawa Timur Jl. Genteng Kali No 85 Surabaya.
Untuk pertama kalinya, karya ini diperkenalkan kepada publik. Membawakan tiga adegan fragmen naskah Mata Adil Mata Takdir, 15 aktor besutan pria kelahiran Bandung 32 tahun silam ini, mampu membuat riuh tepuk tangan penonton di Ruang Jayanegara Komplek Gedung BK3S Jawa Timur Jl. Raya Tenggilis No 10 Surabaya.
“Seperti kegiatan yang sama pada tahun-tahun sebelumnya, presentasi fragmen naskah Mata Adil Mata Takdir bertujuan menjadi ‘soft opening’ menuju pementasan sesungguhnya 10 April,” kata Totenk, Rabu 27 Maret 2019.
Di dalam alur cerita naskah ini, lanjut Totenk, ia ingin menyuguhkan gambaran situasi bangsa yang hancur akibat perang saudara.
“Hilangnya toleransi dalam keberagaman bernegara menjadi poin penting yang ingin saya sampaikan. Kebijakan atau keputusan yang diambil penguasa dalam negara plural tidak lagi berdasar nalar pikiran, melainkan hanya mempertimbangkan emosional kelompok atau golongan tertentu,” lanjutnya.
Kisah ini menghadirkan tokoh Mata sebagai agen mata-mata ganda yang menjadi korban kekejian permainan para elit politik. Pada akirnya Mata didakwa menjadi otak terjadinya peperangan. Dalam proses menanti keadilan, Mata justru dijatuhi hukuman mati.
“Dalam penatiannya menjelang eksekusi hukuman, Mata bersaksi bahwa semakin lantang mulut politik melontarkan tanya, bahwa ada upaya di baliknya untuk menyembunyikan kebohongan,” jelasnya.
Fragmen kedua kemudian muncul Presiden, Menteri Dalam Negeri, Menteri Sekretaris Negara, beserta Kepala Keamanan Negara. Rombongan ini lantas mengadakan konferensi pers yang mengumumkan, diterbitkannya Perpu yang memberlakukan hukum agama setara dengan kekuasaan Negara.
“Sehingga muncul peran-peran tokoh agama dalam menentukan kebijakan negara, tak terkecuali dalam menentukan hidup dan mati seseorang. Fatwa keagamaannya seolah menjadi rujukan hukum dalam menghukum warga yang melanggar tata tertib negara,” cerita pria berambut gondrong ini.
Kesadaran Presiden akan terjadinya perpecahan negaranya menjadi fragmen penutup pada pementasan malam itu. Bahkan, digambarkan Presiden pun tak mampu mengatasi persoalan tersebut dan bersedia berkonsultasi dengan lembaga tinggi negara lainya.
Totenk juga menambahkan, pondasi dasar pesan yang ingin disuguhkan kepada masyarakat adalah pentingnya menghargai sesama sebagai rasa kemanusiaan. “Pada dasarnya kemampuan mengahargai manusia itu lah inti dari kehidupan,” tukasnya.
Di sisi lain, pementasan adegan fragmen naskah teater Mata Adil Mata Takdir ini juga dipersembahkan untuk memperingati Hari Teater Dunia 27 Maret 2019.
“Saya, mewakili keluarga besar Sanggar Lidi Surabaya, ingin mengatakan lahirnya teater adalah dari rahim berbagai persoalan kemanusian. Maka, jika teater semakin jauh dari sifat-sifat humanis, ada yang keliru dalam kehidupan kita. Memang teater tidak bisa membuat kita kenyang. Akan tetapi, teater mampu memberikan kita kekuatan serta keyakinan untuk menghadapi hidup dan kehidupan,” tutupnya. (Tm)