Oleh: Moh. Husen
MEPNews.id – Tak terasa kini kita memasuki awal bulan Maret di tahun 2019. Rasanya semuanya begitu cepat. Ada banyak kisah yang dengan mudah bisa kita lupakan. Ada yang tak bisa kita lupakan. Penyebabnya bisa beragam. Ditampar orang mungkin bisa dengan gampang kita lupakan. Tapi harta benda ditipu orang terkadang sangat sulit untuk kita lupakan. Atau sebaliknya. Tiap orang punya pertimbangan sendiri-sendiri mengenai penting dan tidak penting.
Yang spontan saya ingat kali ini adalah: suatu hari bersama dua orang sahabat, saya bercerita agak berapi-api penuh semangat. Kalau dosis semangat ini berlebihan bisa terbaca saya bercerita dengan penuh kesombongan. Hati saya juga merasa begitu. Merasakan ada muatan kesombongannya. Saking terlalu semangatnya, hingga baru saja saya berdiri mau beranjak entah mau mengambil apa saya lupa: lha kok saya jatuh terpeleset kebelakang dengan tumpuan kuat di tangan kiri.
Semula tak terasa apa-apa. Biasa saja. Saya berdiri, duduk kembali. Melanjutkan ngobrol sekitar 5 menit. Guyon-guyon. Kemudian kami pulang. Nah, selang beberapa jam, barulah merasakan betapa telapak tangan kiri ini sakit dan memar. Untung tatkala tangan terasa sakit itu saya sudah di rumah. Sakitnya minta ampun. Cenut-cenutnya luar biasa. Saya olesi minyak tertentu dan alhamdulillah setelah agak lama lantas bisa tertidur.
Karena sudah terlanjur terpeleset dan kalau apa saja yang terjadi hari ini hendaknya selalu disyukuri, memang terpeleset tangan kiri seperti saya itu sebaiknya disyukuri saja daripada, misalnya kena stroke. Teorinya gampang: terpeleset apa saja harus dievaluasi, diketahui penyebabnya, lantas diobati, dibenahi, serta berhati-hati agar tak terpeleset lagi. Dan yang terpenting, terpeleset bisa sembuh.
Entahlah kenapa kok kisah terpeleset ini spontan saya ingat. Meskipun saya pribadi dari mengingat kisah ini saya jadi bertambah yakin saja bahwa sebagaimana sakit bisa sembuh, sebenarnya kita juga hendaknya berbaik sangka bahwa penyakit buruknya hati dan fikiran manusia, jika dia melangkah berusaha mengobatinya, insya Allah bisa berubah menjadi membaik.
Semua manusia bisa baik. Kalau ada yang bilang semua orang bisa tampan, cantik atau kaya raya tapi belum tentu semua orang bisa baik, saya kok justru menyakini semua orang juga bisa berubah baik. Bukan berarti untuk menjadi baik itu mudah dan gampang. Tapi terlalu berburuk sangka sekali jika manusia ciptaan Tuhan ini dianggap tidak bisa baik, rasanya kok sangat begitu menghina Tuhan.
Dan dari sakit ke sembuh, dari buruk ke baik, dari gelap ke cahaya, semuanya butuh waktu dan proses. Bagi kita yang kebetulan dibiasakan mengaji sejak kecil, tentu kita tidak boleh sombong kepada yang baru belajar mengaji Yasin kemarin malam. Terkadang seseorang harus melewati proses menghina orang terlebih dahulu untuk menyadari bahwa menghina merupakan sebuah keburukan. Selalu berlindung dengan dalih perubahan butuh waktu dan proses memang bisa dianggap keburukan juga.
Ketepatan memang memerlukan kejujuran dari menanggalkan ego diri sendiri.
(Banyuwangi, 1 Maret 2019)