Aku Muslim Indonesia

Oleh: Daniel Mohammad Rosyid

MEPNews.id – Fukuyama pernah meramalkan The End of Ideology. Ramalan itu pernah terbukti benar bagi banyak ideologi kecuali Islam. Bahkan, ramalan Huntington tentang the Clash of Civilization terbukti benar: benturan peradaban Islam dengan selain Islam.

Kebenaran fiksi Huntington itu dibuktikan pasca 9/11. Barat melalui tangan G. W. Bush yang mencanangkan global war on terror dengan menciptakan pretext bahwa yang mendalangi serangan atas Menara Kembar WTC di New York itu adalah kelompok Islam radikal. Tuduhan bahwa Saddam Husein menyimpan weapon of mass destruction kemudian terbukti sebagai hoax. Itu justru terbukti sebagai senjata tipudaya alias weapon of mass deception oleh G. W. Bush dan Tony Blair beserta sekutunya. Setelah dibunuh, Osama bin Ladin kemudian malah terbukti tidak bersalah oleh Mahkamah Internasional, dan Khalifah Bush justru terbukti sebagai penjahat perang. Peristiwa 9/11 dan narasi islamophobic yang dipublikasikan luas ternyata adalah hoax terbesar yang pernah diciptakan manusia.

Namun, narasi perang melawan teror itu hingga kini justru digunakan untuk terus-menerus mendiskreditkan Islam dan kaum muslimin. Di mana-mana diwacanakan muslim radikal sehingga tumbuh gelombang islamophobia. Gelombang islamophobia ini juga berkembang di NKRI yang pemegang saham terbesarnya adalah ummat Islam.

Saat pemerintahan Joko Widodo, narasi tentang Islam radikal ini tidak surut, tapi justru membesar. Ummat Islam dijadikan tertuduh sebagai kelompok intoleran bahkan anti-Pancasila dan anti-NKRI. Tuduhan ini adalah ‘fitnah keji yang dikembangkan untuk menutupi adanya ancaman neoliberalisme dan neokomunisme’ yang sudah wujud.

Tidak butuh kejeniusan untuk mengenali pengaruh kedua ideologi ini dalam sejarah Indonesia modern pasca-Orde Baru. Amandemen atas UUD45 telah menjadi papan lontar dan bukti nyata neoliberalisasi kehidupan berbangsa dan bernegara Republik Indonesia sekaligus membuka perkembangan neokomunisme.

Perlu dipertegas bahwa setiap iman menuntut bukti. Hidup berIslam adalah bukti keimanan seorang muslim. Bahkan hanya dengan berIslam maka iman para muslim bisa tumbuh kembang menjadi rahmatn lil ‘aalamiin. *Islam adalah ekspresi iman seorang muslim*.

Pada saat wacana yang menyudutkan politik identitas yang dianggap primordial, dan kampanye yang makin terang-terangan oleh para pendekar neoliberal dan neokomunis ini, saya menyerukan agar “ummat Islam semakin memperkuat politik identitas” dengan menyatakan keislamannya secara lebih terbuka dan terang-terangan.

Hari-hari ini, kehidupan berbangsa dan bernegara kita, serta nasib ‘ummat manusia sebagai spesies terorganisir semakin menghadapi ancaman eksistensial’. Diperlukan narasi baru untuk menyelamatkan ummat manusia dan bangsa Indonesia ini.

Sebagai pemegang saham terbesar bangsa Indonesia dan peradaban ummat manusia, setiap muslim sejati harus mengambil sikap hidup yang makin jelas: Isy kariman au mut syahidan. Hidup mulia (dengan Islam) atau lebih baik mati syahid. Bukan hidup setengah-setengah. Apalagi mati sangit.

Gunung Anyar, 28/2/2019

Facebook Comments

Comments are closed.