Saro Yasiru Sir-siran, Kana Yakunu Konangan

Oleh: Moh. Husen

MEPNews.id – Kalau kita pernah belajar ilmu nahwu atau grammar-nya Bahasa Arab, biasanya Pak Guru Bahasa Arab kita menyempatkan diri untuk bergurau: “Yang dihafal jangan saro yasiru sir-siran, ya? Sehingga menjadi kana yakunu konangan, hehehehe…” Dari saro yasiru kok ya bisa-bisanya disambung ke sir-siran. Dan dari kana yakunu ke konangan. “Penemunya memang canggih,” batin saya.

Entah siapa yang mulanya membikin guyonan seperti itu. Saya jadi ingat guru sekolah saya, pecinta Bahasa Arab. Sembari menjaga saya mengerjakan ujian, beliau sekaligus membaca buku fotokopian agak tebal kosa kata dan grammar Bahasa Arab. Sambil jalan mengawasi kami, sekaligus beliau komat kamit menghafalkan kosa kata Arab yang dipegang oleh kedua tangannya. Andai jaman sekarang, mungkin yang beliau bawa adalah smartphone dan tak perlu buku tebal.

Tradisi spontanitas memplesetkan dan menyambungkan sesuatu atau meng-gathuk-kan sesuatu sangatlah kental bagi masyarakat Jawa. Sampai-sampai ada istilah ilmu gathuk. Apa saja dikaitkan. Disambungkan. Seolah-olah semuanya tidak berdiri sendiri. Tidak usah terlalu berdebat keras bahwa kebiasaan meng-gathuk-kan atau ilmu gathuk ini mitos atau fakta. Juga boleh-boleh saja tidak percaya mengenai hubungan tanggal bulan tahun lahir dengan prediksi cocoknya kita kerja apa, cari pasangan hidup yang bagaimana, dan seterusnya.

Sebagaimana kalau melihat mendung di awan kita boleh bilang belum tentu akan hujan. Laki-laki potongan preman belum tentu benar-benar preman. Serta perempuan pakai celana pendek berbaju ketat kelihatan sedikit buah dadanya di medsos belum tentu call girl alias cewek panggilan 80 juta. Lha wong gelandangan saja, terkadang adalah waliyullah yang sedang menyamar kok. Meskipun wajar juga jika Mas potongan preman, Mbak celana pendek, dan Mbah gelandangan disangka yang “tidak-tidak” oleh khalayak umum.

Seorang penikmat kopi hitam dengan entengnya mengatakan: “Jangan dianggap hanya guyonan biasa itu saro yasiru sir-siran, kana yakunu konangan. Kita bisa belajar optimisme bahwa segala sesuatunya bisa menjadi belum tentu. Yang kelihatannya benar-benar akan sukses bisa dibikin entah oleh orang lain atau justru dirinya sendiri untuk gagal. Yang sudah nyata-nyata akan gagal bisa berbelok tidak gagal. Lha wong sudah benar-benar saro yasiru, lha kok menjadi sir-siran. Dan sudah nyata-nyata kana yakunu, malah jadi konangan. Entahlah siapakah pencipta saro yasiru sir-siran itu…”

Si penikmat kopi hitam ini, hanya menyeram-nyeramkan atau mendramatisir belaka dagelan populer saro yasiru itu. Sebenarnya ia ingin mengatakan bukan hanya yang sukses bisa gagal, tapi yang sudah baik bisa dibikin buruk dan rusuh, atau yang sudah benar dan tepat malah dihancurkan dan dibuang, atau yang lebih kasar lagi dari itu. Tapi, nggak sopan kalau terlalu kasar, menurutnya. Dan yang kasar itu adalah dirinya sendiri. Dia harus belajar melembutkan diri dan tersenyum kembali. (Banyuwangi, 17 Januari 2019)

Facebook Comments

Comments are closed.