Pengasuhan Tepat, Anak Jadi Hebat

Oleh: Budi Winarto*

mepnews.id – Pemerintahan baru langsung gerak cepat menghadapai berbagai tantangan. Mulai dari menuntaskan korupsi ke akarnya, mengkaji anggaran untuk kesejahteraan, penguatan bidang pertahanan dan keamanan, sampai bidang pendidikan.

Khusus di bidang pendidikan, pemerintah menyiapkan anggaran sekaligus program; mulai dari kesejahteraan guru sampai penyempurnaan konsep pembelajaran dan pemenuhan gizi peserta didik. Semua dilakukan untuk mempersiapkan generasi unggul menghadapi ‘bonus demografi’ 2045.

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah juga melakukan kajian di segala lini. Termasuk menggiatkan tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat. Di antaranya; bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, dan istirahat cepat.

Sebagai warga negara, kita harus mengapresiasi langkah dan kebijakan pemerintah ini. Seluruh komponen masyarakat harus terlibat dalam mensukseskan program kebiasaan anak Indonesia hebat. Tidaklah terbayang, betapa hebatnya bangsa Indonesia kelak ketika program ini bisa digerakkan semua unsur masyarakat. Pribadi yang tumbuh pada era bonus demografi akan menjadi individu yang sehat, berkarakter, dan berdaya saing global.

Tentu, niatan mulia ini tidak lah cukup jika hanya lembaga pendidikan yang mensukseskan. Atau hanya orang tua. Pun hanya masyarakat. Yang diperlukan adalah kolaborasi semua lini. Pemerintah, lembaga pendidikan, orang tua  dan masyarakat harus bersama-sama melakukan langkah konkrit.

Selain kolaborasi tri pusat pendidikan dan pemerintah, tak kalah pentingnya adalah kolaborasi dengan alam sebagai alternatif. Alam bisa berfungsi sebagai sumber belajar. Alam akan memberikan banyak hal tentang pembelajaran bagi guru maupun peserta didik.

Adanya wacana pemerintah memberikan ruang khusus bagi anak usia dini untuk belajar matematika, misalnya, adalah terobosan bagus. Dengan catatan, buatlah pembelajaran itu seperti bermain dengan cara ambilah peran alam sebagai alternatif sumber belajar ideal bagi mereka. Tidak harus ke hutan, melainkan ciptakan suasana alami di sekitar ruang sekolah sebisanya.

Sumber belajar dengan media alam akan membantu adaptasi anak dalam menerima pelajaran secara alami. Harapannya, selain mereka bisa belajar dan bermain, menyatu dengan alam akan membuat mereka mengerti pentingnya merawat dan bertanggung jawab.

Ketika anak usia dini mendapatkan pembelajaran dan cara pengajaran yang tepat, dampaknya mereka akan menjadi bibit unggul. Mereka akan terbiasa berpikir kritis dan logis. Dasar norma agama harus menjadi pijakan kuat bagi mereka. Lagi-lagi, alam bisa menjadi pembelajaran dengan ayat kauniyahnya.

Untuk menunjang semua, tentu diperlukan adapatasi pola pengasuhan. Suatu contoh, untuk generasi sekarang, pola asuh anak bisa menggunakan pendekatan Gamification. Gamification adalah penggunaan teknik desain permainan, baik itu permainan berfikir maupun permainan mekanik, untuk meningkatkan non-game context.

Ada beberapa hal yang menjadi konsentrasi dalam pendekatannya. Di antaranya dengan cara menanamkan pribadi anak untuk bisa menolong dirinya sendiri dalam suasana dan kondisi apa pun. Dan membekali jiwa anak untuk bisa jujur dan berintegritas.

Jujur adalah melakukan tindakan dengan sadar atas apa yang dilakukan. Sedangkan integritas adalah melakukan tindakan dengan dasar atas apa yang sudah diucapkan.

Contoh sederhananya, saat kita minta tolong anak untuk membelikan gas elpiji. “Ini ada uang Rp. 20.000. Tolong belikan gas. Harganya Rp. 18.000.” Sesampainya di rumah, apabila anak kita mengembalikan sisa Rp. 2.000, maka ia telah jujur dengan tindakannya.

Integritas bisa dicontohkan saat anak berjanji besok akan menyapu. Keesokan harinya, dia benar-benar menyapu. Perilaku tersebut menggambarkan integritas.

Selanjutnya, pola asuh semacam itu tinggal ditumbuhkan dan kemudian dibiasakan sehingga kelak menjadi karakter yang membudaya.

Lain lagi halnya dalam mengolah alam bawah sadar. Saat guru ingin merubah perilaku anak, maka pemilihan diksi dalam berkomunikasi juga penting. Komunikasi akan mempengaruhi perilaku anak. Maka usahakan untuk selalu menggunakan diksi yang baik. Ingat, kata-kata itu bisa ‘melukai’ atau ‘mengobati.’

Alangkah baiknya, jika sebelum melakukan komunikasi, guru lebih dulu memahami karakter masing-masing peserta didik. Dengan begitu, guru bisa memahami pola asuh secara utuh untuk menentukan bagaimana dan seperti apa komunikasi yang akan dibangun. Manfaatnya, guru tidak akan serta-merta menghakimi peserta didik atas sesuatu yang menurut guru kurang baik.

Untuk prosesnya, guru tentu memiliki relaksasi yang cukup sebelum memberikan pengajaran. Menghadapi anak kecil itu butuh ketelatenan dan kesabaran. Banyak suasana yang memaksa guru agar bisa beradaptasi dengan diri dan lingkungannya.

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar anak bisa mengendalikan diri dan emosinya. Suatu misal, ketika guru pada tingkat emosi yang tidak stabil, untuk membuat keadaan lebih baik dan nyaman bisa dengan mengetuk fungsi otak. Caranya, saat merasa gugup dan kepercayaan diri rendah, guru bisa menekan jari kelingking sambil memberikan afirmasi positif atas sesuatu yang dirasakan. Pun dengan jari manis untuk rasa sedih, jari tengah untuk kemarahan dan frustasi, jari telunjuk untuk rasa takut dan depresi, sedangkan ibu jari untuk rasa khawatir.

Latih dan cobalah dengan menekan jari tersebut sesuai perasaan yang Anda rasakan. Jangan lupa berilah afirmasi positif pada diri Anda. Niscaya Anda akan mendapatkan pola terbaik karena mindset positif Anda.

Terakhir, pola pengasuhan anak dengan metode gamification bisa dilakukan dengan tindakan yang menginspirasi, berinovasi, mencoba eksperimental dengan dasar yang benar, menciptakan penasaran dalam hal positif, berkolaborasi dalam pergaulan, memberikan pendidikan dan menjadi suri tauladan. Kebiasaan itu yang harus Anda budayakan. Hal ini dikarenakan anak-anak itu adalah peniru ulung. Maka jadikan setiap tindakan Anda menjadi pemikat karakter positif bagi kehidupan mereka di masa depan.

Jaman dulu, mendidik anak sangat terpengaruh oleh keluarga. Jaman  sekarang, dengan sistem full day school, sekolah bisa saja yang lebih dominan. Maka semua harus berbagi peran. Karena anak hebat itu lahirnya dari pola asuh yang tepat.

 

*Budi Winarto, penulis kelahiran malang yang sekarang tinggal di kabupaten Mojokerto

 

Facebook Comments

Comments are closed.