Siti Jaroah SPsi MA, dosen psikologi Universitas Negeri Surabaya, mendefinisikan culture shock sebagai perasaan terkejut, bingung, kadang cemas yang dirasakan seseorang ketika baru berada dalam lingkungan atau budaya yang berbeda. Perasaan ini wajar dan pasti dialami mahasiswa baru ketika awal-awal masuk kampus atau ikut kuliah.
“Semua maba mengalami culture shock. Hanya saja setiap mahasiswa memiliki taraf kekagetan yang berbeda,” ucap dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) itu, di situs resmi unesa.ac.id.
Menurutnya, terdapat berbagai macam culture shock yang dialami mahasiswa baru. Bisa dari makanan, pergaulan, cara berpakaian, lingkungan. Bahkan sebenarnya semua hal di sekitar juga dapat menjadi pemicu culture shock.
Lalu, Siti Jaroah menyebut beberapa kiat yang bisa dilakukan maba agar tidak berlarut-larut dalam perasaan gegar budaya.
Pertama, berpikiran terbuka untuk mempelajari hal baru dan lingkungan baru serta berdamai dengan keadaan itu. Mindset ini bisa meringankan beban mental ketika maba menghadapi kondisi yang bisa saja sebagian tidak sesuai harapan.
“Mahasiswa baru harus siap dengan segala kemungkinan. Dengan bersikap open minded, seseorang akan siap dan lebih mudah mempelajari lingkungan dan hal-hal baru,” ucapnya.
Kedua, tidak membandingkan terlalu jauh antara lingkungan baru dengan lingkungan asal. Jika membanding-bandingkan, ini cenderung membuat maba protes dengan lingkungan baru. Lama-kelamaan berpotensi menarik diri dari lingkungan atau berdiam diri di kos atau kontrakan.
Ketiga, cepat bersosialisasi. Dengan begitu, maba bisa cepat masuk dalam lingkungan pertemanan baru. Ini sangat membantu maba dalam beradaptasi di masa-masa awal kuliah.
Sosialisasi ini bisa dimulai dari mengenali sesama maba dari kampus atau daerahnya, bisa juga dengan maba sesama fakultas atau prodi. Biasanya, maba banyak cerita yang bisa dijadikan bahan diskusi atau obrolan. Ini bisa digunakan sebagai bahan sosialisasi dan strategi adaptasi awal.
Keempat, ambil bagian dalam kegiatan positif. Untuk memudahkan sosialisasi dan menambah pertemanan di kampus, mahasiswa bisa ikut kegiatan di kampus. Ini bisa cepat menambah kenalan dan teman-teman sesama kampus.
Kelima, eksplorasi wilayah kampus dan sekitarnya. Maba yang suka minum kopi misalnya bisa nongki-nongki di warung kopi di sekitaran kampus dengan sesama teman. Atau menjelajah tempat diskusi, taman baca atau tempat makan enak, sehat dan ramah kantong sekitaran kampus.
Keenam, punya tujuan. Maba harus memiliki tujuan ketika masuk kampus. Lebih bagus lagi, tujuan itu disederhanakan dalam bentuk target-target. Bisa target kuliah, pencapaian IPK, belajar dan sebagainya. Dengan memiliki tujuan, maba cenderung memiliki visi ke depan.
Ketika misalnya ada di lingkungan yang tidak sesuai harapan, maba teringatkan oleh tujuan yang harus dicapai itu, sehingga ada kecenderungan menjadikan kondisi itu sebagai tantangan yang harus dilewati. Maba yang punya tujuan dan visi kuat plus tekad tidak gampang tergoyah oleh tantangan. (Erza Angelia Putri)