mepnews.id – Universitas Syiah Kuala (USK), melalui Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC), menyelenggarakan workshop sekaligus Focus Group Discussion (FGD) terkait pengetahuan berbasis masyarakat dalam era digital. Workshop diselenggarakan 9 Agustus 2023 di Auditorium TDMRC USK, Banda Aceh.
Kegiatan ini dalam rangkaian proyek Technology-based Community Knowledge; Achieving Disaster Resilience in Urbanized Areas atau Pengetahuan Masyarakat Berbasis Teknologi; Mencapai Ketahanan Bencana di Daerah Perkotaan yang dijalankan atas kolaborasi TDMRC USK dengan University of Huddersfield dan Teesside University, yang didukung Royal Academy of Engineering, Inggris.
Workshop dan FGD ini mengundang puluhan peserta dari berbagai kalangan sehingga dapat dijadikan sarana komunikasi antara pemerintah, akademisi, praktisi, pelajar, media, masyarakat, dan pebisnis tentang pentingnya pengetahuan berbasis masyarakat dalam era digital.
Ezri Hayat, Project Leader program ini, mengatakan tujuan proyek ini menciptakan dunia yang lebih aman dan tangguh dalam menghadapi bencana dengan dengan memanfaatkan teknologi. “Workshop dan FGD adalah salah satu jalan mewujudkannya,” ucapnya lewat situs resmi usk.ac.id.
Lima peneliti yang bersinergi dalam proyek ini adalah Dr Ezri Hayat dan Dr Nuwan Dias dari University of Huddersfield, Dr Alfi Rahman dan Dr Yunita Idris dari TDMRC USK, dan Prof Mohammad Abdur Razzaque dari Teesside University.
Ezri memaparkan, Asia Tenggara adalah rumah bagi lebih dari 667 juta penduduk. Namun, wilayah ini paling rentan bencana dengan lebih dari 6.000 orang dan lebih dari 11 miliar dolar AS hilang dalam 5 tahun terakhir.
Oleh karena itu, jelas Ezri, Pengurangan Risiko Bencana (PRB) merupakan bagian integral dari pembangunan sosial-ekonomi suatu wilayah dan dianggap sebagai elemen kunci untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan mengurangi kerugian jiwa dalam bencana besar.
“Salah satu elemen penting dalam mencapai ketahanan (resiliensi) terhadap risiko bencana adalah pengetahuan berbasis masyarakat”, kata Ezri.
Sebagai contoh, masyarakat Pulau Simeulue memperlihatkan bagaimana sejarah lisan dari pengalaman tsunami tahun 1907 yang telah diwariskan dari generasi ke generasi, dan akhirnya menyelamatkan banyak nyawa dari peristiwa tsunami 2004. Hanya 7 orang yang meninggal dari total populasi 78.000 orang, sedangkan di ibu kota provinsi, Banda Aceh, hampir 25% dari total populasi 260.000 orang tewas.