mepnews.id – Limbah industri yang tidak ditangani dengan tepat dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan mengganggu kehidupan makhluk hidup. Beranjak dari hal tersebut, Prof Adi Setyo Purnomo SSi MSc PhD dari Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Analitika Data (FSAD) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berinovasi memanfaatkan jamur pelapuk kayu sebagai pendegradasi limbah industri.
Kenapa jamur? Menurut Adi, jamur memiliki banyak enzim yang dapat digunakan untuk menguraikan polutan-polutan. Maka, jamur bermanfaat dalam biodegradasi limbah polutan.
Pada umumnya, jamur pelapuk kayu dibagi menjadi dua jenis. Yang putih dan yang coklat. “Karena jarang diteliti, saya tertantang untuk meneliti jamur pelapuk kayu coklat,” paparnya.
Lelaki kelahiran Surabaya 24 Juli 1980 ini menuturkan, secara teori jamur pelapuk kayu coklat mengandung senyawa radikal hidroksil yang mampu mendegradasi struktur kimia kompleks pada limbah polutan. Adi menemukan, jamur pelapuk kayu coklat, khususnya spesies Fomitopsis pinicola, memiliki kemampuan degradasi limbah yang sangat tinggi.
Jamur itu juga memiliki kemampuan adaptasi lingkungan yang tinggi, termasuk di lingkungan yang mengandung toksisitas tinggi, pH rendah, dan nutrisi sedikit. Oleh karena itu, jamur dinilai sesuai untuk menjadi agen pendegradasi limbah-limbah kimiawi. “Tapi, durasi proses biodegradasi ini memakan waktu lama yaitu dua minggu,” tandas suami dari Sri Fatmawati SSi MSc PhD ini.
Untuk mempercepat proses biodegradasi, Adi mengombinasikan jamur tersebut dengan bakteri yang memiliki kemampuan biodegradasi tinggi. Antara lain Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, dan Ralstonia pickettii. Selain itu, Adi membuat produk berupa super-adsorpsi yang mengandung jamur dan bakteri agen pendegradasi. “Saya membuat super-adsorpsi agar proses degradasi limbah menjadi lebih cepat,” ungkap ayah empat anak ini.
Dalam implementasinya, super-adsorpsi dengan bahan jamur dan bakteri ini diterapkan pada limbah tekstil dari industri batik. Bahan super-adsorpsi akan dimasukan ke dalam reaktor pendegradasi yang berisi limbah tekstil dan bahan-bahan adsorben lain seperti arang aktif, mangan, dan zeolit. Kemudian, reaktor dibiarkan bekerja selama kurang lebih satu minggu.
Diakui, super-adsorpsi tersebut belum memiliki tingkat efisiensi yang tinggi. Adi menuturkan, efisiensi yang rendah ini disebabkan produksi super-adsorpsi yang sulit, sehingga limbah yang telah dimasukan ke dalam reaktor masih dalam kondisi pekat. “Kesulitannya karena ini berisi jamur dan bakteri sehingga proses pembuatannya masih satu persatu dan dalam kondisi steril,” terang profesor ke-147 ITS yang baru dikukuhkan pada 15 Maret lalu.
Untuk penelitian ke depannya, Adi akan terus mengembangkan proses degradasi limbah industri seperti degradasi limbah plastik dengan memanfaatkan berbagai potensi di alam. “Harapannya, penelitian-penelitian ini dapat diimplementasikan dalam kehidupan nyata dengan sempurna.” (Regy Zaid Zakaria)