mepnews.id – Proses ekstraksi minyak bumi yang masih terperangkap dalam lapisan batuan menghasilkan limbah air dalam jumlah besar. Sadar akan bahaya limbah terhadap lingkungan, tiga mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang tergabung dalam TEL-U Team inovasikan sistem daur ulang air limbah ekstraksi minyak. Hasilnya dapat dipergunakan kembali, sekaligus sebagai upaya penghematan air.
Salah satu metode ekstraksi minyak bumi yang terkandung dalam lapisan batuan ialah dengan teknik hydraulic fracturing. Teknik ini diterapkan untuk meretakkan dinding batuan di dalam sumur yang sudah digali, selanjutnya minyak pada batuan disalurkan kembali ke permukaan. “Proses ini membutuhkan injeksi fluida untuk membuat dan memperpanjang pecahan batu,” jelas Tyara Novia Andhin, Ketua tim.
Injeksi fluida terdiri dari 95 persen air, 4 persen propan berupa pasir, dan 1 persen campuran bahan kimia lain. “Setidaknya dibutuhkan 5 juta barel air yang setara 19.700 kolam renang Olimpiade,” ungkap mahasiswi Departemen Teknik Kimia ini.
Air akan diinjeksikan ke dalam sumur batuan lalu naik kembali dengan sendirinya ke permukaan bersama minyak bumi. Setelah dilakukan pemisahan air dan minyak, limbah air yang bercampur dengan kotoran dan air tanah ini dibuang. Umumnya hanya dengan treatment seperlunya dan tanpa ada perlakuan khusus. “Limbah air ini, selain pemborosan, juga dapat membahayakan lingkungan sekitar,” tuturnya.
Berangkat dari permasalahan tersebut, Tyara bersama Evania Christiana Febiani dan Latif Setyabudi menginovasikan sistem daur ulang limbah air. Sistem usulan ini mengombinasikan tiga metode sekaligus; electrocoagulation, nanofiltration, dan pervaporation. “Melalui metode ini, air dapat digunakan hingga tiga kali pemakaian dalam proses ekstraksi minyak,” ungkap Tyara.
Tyara menjelaskan, limbah air akan melalui proses electro coagulation terlebih dahulu untuk mengendapkan padatan kimia, ion logam berat, serta senyawa organik lainnya yang tekandung di dalamnya. “Endapan dan gumpalan ini bisa dipisahkan dari air oleh membran berukuran nano pada proses nanofiltration,” tambah mahasiswi asal Surabaya ini.
Pada tahap terakhir, air diproses dengan metode pervaporation yang memanfaatkan membran hidrofilik. Membran ini sangat efektif menghilangkan kandungan garam yang sangat tinggi pada air akibat limbah bercampur air tanah. Membran hidrofilik hanya akan menarik kandungan air, sehingga garam dan partikel tersisa dapat terpisah dari air dengan efektivitas mencapai 99 persen. “Pervaporation mampu menangani air dengan kandungan garam hingga 250mg/L,” ucapnya.
“Inovasi ini mampu menekan biaya distirbusi air serta ramah lingkungan karena menekan produksi emisi selama pendsitribusian air tersebut,” kata Tyara.
Karya tulis tim ITS berjudul Sustainable Innovation for Hydraulic Fracturing Wastewater Treatment to Enhace Oil and Gas Production ini berhasil meraih gelar first runner up dan poster terfavorit dalam kompetisi APECX 2021 yang digelar Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun lalu. (Frecia Elrivia Mardianto)