Oleh: Moh. Husen*
mepnews.id – Namanya saja menabung. Tentunya tidak bisa kontan atau tunai seketika. Dia pelan-pelan dan sedikit-sedikit. Bahkan seadanya dan sebisanya. Perlu proses dan tidak instan.
Menabung juga harus berdampingan dengan kesabaran dan waktu. Sehari sehelai benang, setahun selembar kain. Demikianlah pepatah populer perihal menabung.
Hari ini atau sejak lama mungkin kita telah melihat bermacam-macam orang. Salah satunya, menurut Imam Ghazali, adalah orang yang tidak tahu bahwa dia tidak tahu. Masih mending jika tahu bahwa dia tidak tahu.
Tidak perlu jauh-jauh, orang yang tidak tahu bahwa dia tidak tahu, mungkin atau sangat mungkin, adalah diri kita sendiri. Jangan dulu menuding orang lain karena bisa bikin ribut. Yang aman, menuding diri sendiri.
Mungkin diam-diam kita putus asa bukan hanya kepada orang-orang yang kegelapannya tak bisa diubah dan kita menyerah hingga menunggu kematiannya saja. Bahkan kepada gelapnya diri kita sendiri saja seakan-akan mustahil kita mampu mengubahnya.
Terkadang kita menyaksikan orang-orang yang keburukannya hampir mustahil bisa diubah. Dan kita ngeri sendiri bahwa untuk menyeret diri kita sendiri untuk berubah sedikit saja sedemikian rupa beratnya.
Orang dengan ringannya bilang ke mana-mana bahwa dia pemarah sembari minta difahami bahwa dia pemarah. Dan anehnya tidak ada kesadaran sedikitpun bahwa semua orang yang diajak ngomong bisa juga menjadi pemarah, pendendam serta pembenci.
“Aku ini,” kata seseorang di warung kopi, “andai tak mengenal ilmu puasa, andai tak bersabar pelan-pelan menabung cahaya, tentu sudah aku tampar mereka yang semena-mena kepada kehidupanku, kepada harga diriku. Mereka akan kuhancurkan sehancur-hancurnya…”
Kemudian dia update status di medsos: “Kalau tidak karena kelembutan Muhammad Kekasih Allah, sudah sejak lama aku jadi bajingan yang keji. Aku akan jadi preman atau gangster seperti di film-film. Tetapi jika ingat Muhammad yang bersabar tatkala diludahi, aku pun hanya menunduk bersabar demi pelan-pelan menabung cahaya…”
Terlihat sahabat karibnya langsung komen: “La haula wa la quwwata illa billah. Ayok ngopi-ngopi, Bung. Mata ngantuk dan sepet kalau belum ngopi, hehehehe…”
Dia pun langsung balas: “Aku lagi ngopi sama teman-teman ini, Bung. Sini, ngopi di tempat biasa. Ente ke sini dan bayarin kopi kita ini, Bung, hehehehe…”
“Siap. Otw…” balas si karib.
Banyuwangi, 14 Januari 2022
*Penulis tinggal di Rogojampi-Banyuwangi.