mepnews.id – Kasus COVID-19 varian Omicron di Indonesia pertama kali ditemukan pada Kamis 16 Desember 2021. Sejak saat itu, jumlah kasus Omicron di Indonesia terus bertambah. Laura Navika Yamani SSi MSi PhD, salah satu epidemiolog di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) mengingatkan empat karakteristik virus varian omicron yang membedakan dengan varian COVID lainnya.
Daya Tular Lebih Kuat Daripada Varian Delta
Laura mengungkapkan, Omicron pertama kali ditemukan di Afrika Selatan, dalam kurun waktu satu minggu saja kasus COVID-19 di sana mengalami peningkatan dua hingga tiga kali lipat. Hal tersebut yang menjadi dasar bahwa varian Omicron perlu diwaspadai karena daya tularnya lima kali lebih cepat dibandingkan dengan varian Delta sebelumnya.
“Virus varian Delta daya tularnya tujuh kali lebih cepat apabila dibandingkan dengan virus yang pertama kali muncul di Wuhan. Omicron lima kali lebih cepat dibandingkan dengan varian Delta. Jadi bisa dibayangkan bagaimana berbahayanya varian ini,” tambah Laura.
Tingkat Keparahan Lebih Rendah
Namun, Laura mengungkapkan, varian Omicron memiliki tingkat keparahan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan varian Delta. Yang perlu digarisbawahi, Omicron ini memiliki daya tular yang lebih cepat. Jika tidak ada langkah antisipasi lebih awal sehingga banyak orang terinfeksi, maka berisiko terjadi penularan lebih luas.
“Bila tidak dibendung, kasusnya semakin banyak dan mungkin bisa menyebabkan fasilitas kesehatan overload lagi. Ketika fasilitas kesehatan penuh, penanganan pasien bisa terlambat sehingga keparahan penyakit bisa meningkat atau bahkan bisa menyebabkan kematian,” ucap Laura.
Deteksi dengan PCR-SGTF
Laura menjelaskan, jika ingin mengetahui seseorang tertular virus COVID-19 varian mana maka harus tes dengan metode Whole Genome Sequencing (WGS). Namun, untuk saat ini, untuk mengetahui apakah terinfeksi virus Omicron, harus menggunakan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan S Gene Target Failure (SGTF).
“Pemerintah telah menyiapkan metode tes terbaru yakni menggunakan PCR-SGTF agar deteksi kasus COVID-19 varian omicron bisa dilaksanakan dengan cepat,” tuturnya.
Efektivitas Vaksin Bisa Menurun
Ketika muncul varian baru virus COVID-19, terdapat kekhawatiran bahwa varian tersebut dapat lolos dari antibodi yang telah terbentuk dari vaksin. Menurut penuturan Laura, maksud dari melarikan diri tersebut dapat diartikan bahwa antibodi yang ada di dalam tubuh tidak bisa mengenali virus COVID-19 yang masuk. Kenyataannya, vaksin yang diberikan masih bisa melawan Omicron. Namun, investigasi menemukan penurunan efektivitas vaksin.
“Pada varian virus COVID-19 pertama di Wuhan, vaksin COVID-19 memiliki efektivitas hingga 95%. untuk melawan varian omicron, efektivitas vaksin COVID-19 menurun dan hanya sebesar 50%. Peneliti masih terus melakukan investigas terkait hal ini,” ungkap Laura
Terapkan 3 M dan Lakukan Vaksinasi
Terakhir, Laura menghimbau kepada masyarakat agar tetap menerapkan 3 M dengan ketat. Menurutnya, salah satu upaya melawan varian apapun dari virus COVID-19 adalah menerapkan 3 M. Masyarakat juga dihimbau melakukan vaksinasi. Kalau tidak divaksin, maka varian apapun bisa menyebabkan kematian. (*)