Tak Sampai Terlupa Jadi Guru

Oleh: Mahmud Haris Al Amin

mepnews.id – Lho, ternyata guru SD toh?” Itu salah satu ucapan yang sering terdengar setiap saya berada di lingkungan luar sekolah. Banyak orang yang tidak menyangka dengan penampilan saya sebagai guru.

Profesi adalah salah satu baju kebesaran kita yang tampak oleh masyarakat di sekitar. Profesi sangat mempengaruhi cara pandang orang lain terhadap apa yang kita lakukan. Padahal, terkadang kita tidak menyadari bahwa profesi kita bisa bermacam-macam. Dari sekian profesi, biasanya yang dilihat yang dominan sebagai apa. Profesi menjadi sebutan seseorang karena kegiatan yang dianggap menghasilkan, atau sebagai hobi dan kegemaran yang dapat menghasilkan.

Ada beberapa pengalaman yang sudah saya jalani dalam menjalankan aktivitas mencukupi kebutuhan keluarga. Tanpa saya sadari, aktivitas tersebut menciptakan profesi baru bagi saya. Apalagi, saat banyak kebutuhan dalam bulan tertentu. Aktivitas apa saja oke. Dalam arti, apapun bisa dikerjakan; yang penting halal.

Banyak guru berprofesi rangkap dan bisa menjadi apa saja. Sampai-sampai dia menjadi pembicaraan orang di sekitarnya yang mengetahui dia adalah guru. Pembicaraan itu entah karena kaget dengan penampilan sang guru atau tidak menyangka karena di luar perkiraan mereka.

Guru SD adalah sosok panutan yang sangat sensitif terhadap sekitar atas apa yang dilakukan, apa yang dipakai, apa yang diucapkan. Dalam pepatah Jawa, guru itu ‘digugu lan ditiru’. Arti luasnya, guru adalah panutan masyarakat. Nah, ini yang menjadi pembelajaran bagaimana berinteraksi sosial sebagai guru terhadap apa yang terjadi di sekitar saat sang guru berganti profesi.

Baik, kini saya ceritakan beberapa profesi yang sempat saya alami dan memberikan pelajaran bagi saya untuk berinteraksi sosial dengan berbagai macam orang.

Penjual Wedang Kopi

Berawal dari warung di tengah kampung yang jadi langganan nongkrong, saat penjualnya berhenti berjualan karena sakit, saya ganti posisi beliau sebagai penjual kopi dan makanan ringan.

KEDAI KUNAM di jl. Sumbersuko, RW 10 Kelurahan Lawang, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Profesi ini memberi saya beragam interaksi. Kenapa seperti itu? Ya, namanya juga warung. Pasti bermacam-macam orang mampir dengan berbagai tingkah laku, profesi, dan yang dibicarakan. Ada preman, ada karyawan pabrik, ada pengangguran, ada aparat, ada kuli bangunan, dan macam lainnya.

Saat para pembeli berkumpul, pembahasan mereka bermacam-macam. Ada yang suka membahas politik, menceritakan keahliannya sampai membahas keluarganya sendiri. Apapun bahasan mereka, saya sebagai penjual harus bersikap netral. Tidak memihak kanan atau kiri.

Di sini saya diuji kesabaran dalam menghadapi dan merespon orang lain. Dalam kondisi seperti ini, sebaiknya saya berperan sebagai orang rendah pengetahuan. Dalam arti, saya hanya sebagai pendengar setia dari berbagai macam cerita dan curhatan para pembeli. Jika memberikan nasehat seperti saat menjadi guru, dikhawatirkan mereka malah pergi. Maka, pura-pura tidak tahu mungkin salah satu pilihan terbaik saat para pembeli bercerita bermacam-macam. Kecuali bila saat mereka meminta pendapat atas pembahasan tertentu. Nah, saat itu lah kesempatan saya memberikan arahan atau solusi yang jitu.

Tentang penampilan, di saat seperti ini saya bergaya seperti anak muda. Pakaian sopan tapi santai. Tidak menunjukkan kalau saya seorang guru. Itu karena banyak masyarakat yang merasa minder dengan profesi saya. Mereka malu, sungkan, bahkan ada juga yang tidak berkenan ke warung. Banyak pembeli sempat kaget melihat saya meracik kopi pesanan. Mereka tahunya saya guru SD. Mereka tidak menyangka apa yang saya tekuni.

Anggota Club Motor Chopper 

Ini salah satu hobi keren, menjadi pusat perhatian dan unik. Merancang motor memberikan pengalaman istimewa. Klub motor yang saya ikuti bernama Grave Digger Chopper Freaks disingkat GDCF. Ini salah satu klub motor custom di kota Malang.

Anggota klub motor ini bermacam-macam profesi. Antara lain dokter, mahasiswa, pengusaha, pengacara, pengangguran, bahkan ada pula aparat keamanan. Saat berkumpul, mereka melepas baju profesi masing-masing. Demikian juga saya sebgai guru SD.

Anggota GDCF yang tahu saya berprofesi guru SD, bisa dipastikan tertawa. Seakan tidak percaya guru SD menjadi anggota klub motor chopper custom. Rata-rata mereka berpendapat guru pada umumnya berpenampilan rapi. Tapi yang mereka lihat berlawanan.

Baju guru tidak bisa dipakai di sini. Justu, saya memakai rantai di dompet belakang, gelang monel dan kalung. Pokoknya jangan sampai tidak pakai aksesoris tersebut. Nanti sangarnya hilang. Hehe.

Yang penting persaudaraan sesama pecinta motor terjaga. Dengan mereka, saya sangat ceria. Apapun yang dibahas, ujungnya pasti tertawa. Memang ada momen tertentu yang serius. Misalkan saat koordinasi mengadakan event. Pengalaman berorganisasi dan manajemen waktu bisa kita hidangkan untuk mereka. Tetapi, saat dalam situasi santai, kami berubah menjadi anak jalanan.

Terkadang canda saya juga sedikit keluar dari koridor keguruan. Sikap arogan di jalanan sering muncul secara spontan dari klub ini. Seakan orang lain tidak dapat merasakan seperti mereka.

Hal ini menjadi pelajaran bagi saya bagaimana saat berkumpul dengan mereka. Tantangan bagi saya adalah bagaimana menciptakan tradisi ramah, sopan, dan hangat anggota klub motor, kepada masayarakat. Dengan sikap keguruan, sedikit demi sedikit saya racuni mereka dengan sikap ramah, sopan santun, dan cara menghargai orang lain seperti apa yang saya ajarkan kepada murid-murid.

Pengamen

Guru gimbal? Ya, ini salah satu hobi yang asyik dan penuh berkah. Di samping mengembangkan hobi, aktivitas ini juga berpahala. Kan, saya menghibur orang lain? Bagi saya, berkesempatan bermusik dan menghasilkan uang merupakan aktivitas yang menyenangkan.

Dari café ke café, dari hotel ke hotel. Belum lagi jika ada even pernikahan. Pastinya tambah juga upahnya. Lumayan, kan?

Blackwine Band asal Malang. Band ini membawakan berbagai macam genre musik. Kebetulan, saya sebagai vokalis. Sembari bernyanyi, saya juga menjadi MC saat live.

Bermacam-macam penonton yang kami hadapi. Ada yang request lagu dangdut, rock, pop, reggae, dan lain sebagainya. Di posisi seperti ini, penampilan saya ganti layaknya artis. Aksesoris di leher, tangan dan model pakaian, ya seperti artis. Jauh dari penampilan rapi seorang guru.

Tak ada penonton yang percaya saat saya memberitahu profesi saya sebenarnya adalah guru SD. Spontan mereka tertawa mendengar kata ‘guru’. Mungkin saja mereka teringat saat terindah masa sekolah.

Saat istirahat ngamen, di sekitar saya ada bermacam-macam kalangan mengajak bicara. Dari kalangan menengah sampai kalangan atas. Ya, pandai-pandainya diri menggiring mereka dalam obrolan hangat. Ada kalanya saya di bawah, ada kalanya jadi penasehat.

Kepada sesama player musik pun demikian. Ada di antara mereka yang berpendidikan di atas saya, ada juga yang putus sekolah. Obrolan dan tingkah laku saya menyesuaikan mereka.

Tidak sedikit dari pembicaraan mereka yang arogan. Tugas saya mengingatkan mereka dengan sopan, bahwa masih banyak di luar sana yang lebih tidak berkecukupan daripada kita.

Dari beberapa pengalaman ini, ada pembelajaran yang bisa saya ambil. Semoga bisa menjadi inspirasi buat lainnya.

Berkumpul dengan siapapun, baju kita harus juga seperti mereka. Tidak egois, tapi membaur. Intinya, apapun yang kita lakukan, cuek sajalah. Percaya diri memang perlu. Tapi, jangan berlebihan. Yang penting tidak menyakiti dan mengambil hak orang lain.

Berpenampilan apapun, yang penting pantas. Tidak memaksakan diri. Berpenampilanlah sesuai tempat dan waktu.

Mengembangkan hobi dan berprofesi lain itu tidak ada batasan buat siapa saja. Perbanyak ide, kurangi hal-hal yang tidak penting.

Ingat fatwa Imam Syafii; “Orang besar bicara tentang ide. Orang biasa bicara kejadian sekarang. Orang kecil membicarakan orang lain.”

Nah, selama ini kalian termasuk yang mana?

 

__________

Mahmud Haris Al Amin, S.T., M.Pd. adalah guru kelas 5 di SD Negeri 1 Lawang, Jawa Timur.

Email: m.haris.al.amin@gmail.com

Facebook Comments

Comments are closed.