mepnews.id – Luka terjadi pada siapa saja, di mana saja, secara sengaja maupun tidak. Di Indonesia pada 2018, prevalansi luka mengalami peningkatan. Luka lecet atau memar menempati posisi tertinggi, disusul oleh luka robek. Saat terluka, ada sebagian jaringan tubuh yang mengalami kerusakan. Kerusakan ini dapat diakibatkan oleh perubahan suhu, gigitan hewan, trauma benda tajam atau tumpul, zat kimia, ledakan atau sengatan listrik.
Ketika luka mendapatkan perawatan kurang higienis maka akan timbul infeksi dan hal lain yang tidak diinginkan.
Perawatan luka yang baik dibutuhkan untuk dapat mencegah terjadinya infeksi. Sayangnya, ada perawatan konvensional luka yang tidak menjaga kondisi kelembaban. Akibatnya, luka menjadi kering. Ketika balutan diganti, muncul rasa nyeri dan berpotensi menimbulkan luka baru. Selain itu, cairan antiseptik yang digunakan tidak hanya membunuh berbagai kuman tetapi juga membunuh sel leukosit dan sel fibroblas yang justru menghambat pembentukan jaringan kulit baru.
Untuk mengatasi hal tersebut, dikembangkan perawatan luka modern (wound dressing) yang dapat menjaga suasana lembab pada luka yang berfungsi menjaga dari dehidrasi dan mempercepat proses penyembuhan. Wound dressing terus dikembangan dalam 20 tahun terakhir. Variannya bermacam-macam.
Mahasiswa Program Studi Teknik Biomedis Universitas Airlangga mengembangkan perawatan modern berbahan kitosan, yakni bubuk kulit pisang yang bersifat antibakteri. Kitosan dipilih karena sifatnya yang biokompatibel, non toksik, dan bersifat antibakteri.
Namun, ada kelemahan kitosan untuk wound dressing yakni memiliki sifat mekanik yang rendah. Maka, Andi Bagus Rahmawan, Fahreza Rachmat, dan Sablina Damayanti yang dibimbing Dr Prihartini Widiyanti drg MKes SBio, memperbaikinya dengan menambahkan lignin dari kulit pisang kepok.
Mengapa pisang kepok? Pertimbangannya antara lain bahan ini ramah lingkungan dan produksinya melimpah di Indonesia. Selain itu, kulit pisang kepok juga mengandung aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan jenis pisang lainnya.
Kulit pisang kepok mengandung sumber antioksidan alami seperti senyawa flavonoid, alkaloid, tanin, saponin, steroid, dan terpenoid yang memiliki fungsi antibakteri. Selain itu, flavonoid juga berfungsi sebagai antiinflamasi, antioksidan, dan antibiotik. Tannin berfungsi sebagai astringen yang dapat menyebabkan penyempitan pori-pori kulit dan menghentkan eksudat serta pendarahan ringan. Saponin salah satu senyawa yang mampu memacu pembentukan kolagen, yaitu protein struktur yang berperan dalam proses penyembuhan luka sekaligus mempunyai kemampuan pembersih sehingga efektif untuk penyembuh luka terbuka.
Penelitian dilakukan dengan empat konsentrasi berbeda dari bubuk kulit pisang yaitu 0 persen wt, 9 persen wt, 10 persen wt, dan 11 persen wt dengan variable kontrol berupa larutan kitosan 1 persen. Pembuatan bubuk kulit pisang kepok dilakukan dengan metode pengeringan dengan oven dan penggilingan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nagwa et al dan Syahputra et al, diketahui bahwa campuran bubuk kulit pisang 10 persen wt memberikan hasil membran paling baik. Karakteristik sampel membrane kitosan bubuk kulit pisang diketahui berdasarkan uji gugus fungsi, uji morfologi, uji swelling, uji sitotoksisitas, uji kuat tarik, dan uji antibakteri.
Sampel kitosan-bubuk kulit pisang (BKP) dengan variasi konsentrasi BKP memberikan hasil;
- berdasarkan uji gugus fungsi FTIR, pada konsentrasi BKP 10 persen wt menunjukkan adanya interaksi antara bubuk kulit pisang dengan kitosan.
- Hasil morfologi SEM pada sampel kitosan-BKP 10 persen wt menunjukkan kenampakan antarmuka yang bagus. Penambahan bubuk kulit pisang menurunkan tingkat pembengkakan (swelling) terhadap air pada pembalut luka.
- Berdasarkan uji kuat tarik, nilai UTS semakin besar seiring dengan penambahan konsentrasi bubuk kulit pisang (BKP).
- Pada uji sitotoksisitas, didapati bahwa seluruh sampel tidak toksik dikarenakan keempat sampel memenuhi standar minimal viabilitas sel.
- Hasil uji antibakteri menunjukkan hasil yang sinergis dengan aktivitas antibakteri tertinggi pada konsentrasi BKP 11 persen wt.
dr Herry Wibowo MKes SpB FinaCS, dokter Spesialis bedah umum, mendukung penelitian ini. “Penelitian ini memiliki potensi besar untuk penanganan luka yang terjadi pada aktivitas sehari-hari yang prevalensinya meningkat dari tahun ke tahun. Hasil studi in vitro dalam penelitian ini menunjukkan potensi untuk pengembangan aplikasi wound dressing yang aman dan ekonomis karena bahan alami yang digunakan,” ucapnya.