Pertemuan Tak Terduga

Oleh: Moh. Husen

MEPNews.id – Handphone saya berdering. Sebuah nomer tanpa nama memanggil. Saya angkat. “Posisi di mana?” Pertanyaan itu langsung meluncur.

Saya harus mengingat dengan cepat suara yang tak asing ini. Maklumlah, handphone saya ganti, sehingga beberapa kontak ada yang hilang otomatis.

“Di rumah,” jawab saya sigap.

“Ayok ngopi. Saya sudah di gang depan…” teriaknya.

“Oke siap!!!”

Langsung saya oke-kan, toh nanti saya akan berlagak biasa saja, seolah-olah namanya memang masih tersimpan di handphone saya.

Begitu dari jauh saya sudah mengenal dia. Saya langsung pasang muka cerah lazimnya menyambut kawan lama. Dan namanya segera saya save lagi.

Kami segera meluncur ke tempat ngopi. Kalimat pertama dia begini: “Wah, kamu sekarang jadi penulis top. Aku dengar habis nerbitin buku. Mana bukunya? Dan yang terpenting, ngopi kita ini jangan kamu tulis ya, hahahaha…”

Saya tertawa juga.

“Aku dengar-dengar kamu suka nulis cerita ngopi-ngopi dengan teman-teman. Nah kalau sampai aku kamu tulis, kan gawat, hehehehe…”

Saya digojlok terus, dan saya mengimbanginya dengan guyon-guyon spontan.

Setelah pesan kopi. Basa-basi saling tanya kabar. Membicarakan ini-itu. Lantas karena kebetulan saya lagi pakai kaos KiaiKanjeng, saya digiring mengikuti “hawa” kaos yang saya pakai.

“Bagaimana kabar Cak Nun? Andai nggak pandemi, pasti kamu hadir ya kalau ada Maiyahan Cak Nun dan KiaiKanjeng? Aku lihat di caknun.com beliau sekarang nulis rutin tiap hari. Aku salut. Di usia beliau yang sudah Mbah, masih rutin menulis. Benar-benar mengagumkan…”

Saya coba alihkan pembicaraan: “Wah, beginilah kalau saya pakai kaos KiaiKanjeng. Ente jadi tanya Cak Nun. Mestinya tadi ane pakai kaos polos saja. Agar obrolan kita menjadi polos, hahahahaha….”

“Ya benar. Kita ini memang sering dipengaruhi lingkungan sekitar. Kalau lingkungan kita dingin, kita akan akan pakai jaket dan narkoba, hahahaha…”

“Lho, kok sampai ke narkoba, hehehe…?”

“Ya itu tadi. Pengaruh lingkungan sekitar….”

Dia tak terasa saya giring ke bab lain. Alhamdulillah berhasil. Rupanya dia lagi fokus ke narkoba. Saya curiga jangan-jangan ada keluarganya atau lingkungan terdekatnya barusan kena narkoba. Tapi saya tidak tega untuk kepo alias mancing-mancing perkiraan persoalan. Saya biarkan saja mengalir.

“Kalau ada orang kena narkoba, orang selingkungan tak pernah berfikir jangan-jangan ada yang salah dengan lingkungan kita sehingga sampai-sampai ada warga kita yang pakai narkoba. Contohnya saja sebuah lingkungan yang makin individual. Tak peduli keadaan orang lain. Sehingga orang merasa bebas untuk menempuh jalan yang keliru karena toh orang juga bebas untuk tidak peduli…”

Nah kan, kawan saya ini ternyata melanjutkan perbincangan prihal narkoba. Biasanya dia lebih sering menggrundal fenomena konyol  guru-guru yang merasa tidak bisa salah hanya karena dia berpredikat sebagai guru. Pokoknya kalau yang ngomong guru pasti benar. Pasti sopan. Pasti tak mungkin bisa telah sedang merendahkan dan menyakiti atau menghina orang lain.

Belum sempat dia saya pancing untuk menjelaskan lebih dalam mengenai berbagai jenis lingkungan yang bagaimana yang telah “sukses” membentuk warganya bernarkoba ria, handphone dia keburu bunyi. Sebuah panggilan yang mengharuskan dia segera bergeser ke tempat yang ada hubungannya dengan rupiah.

“Sampeyan tinggal sudah. Kopi ini saya yang mberesin…” Segera saya mendahului.

Tenan ta, ada?”

Saya langsung ke pemilik warung. Lantas kami saling pamit.

Sekitar satu jam, kawan saya tadi kirim WA: “Sebenarnya lingkungan yang sejati adalah ruh yang ada di dalam setiap diri manusia sehingga manusia tidak terlalu menyalahkan lingkungannya. Mungkin ini yang disebut sebagai kesadaran mi’roj sebagai bentuk aplikasi dari pembelajaran isro’ mi’roj-nya Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi lingkungan yang buruk dan kejam juga dominan untuk menghalangi seseorang menemukan yang sejati. Yang dia temukan adalah kepalsuan terus, dan narkoba terus.”

Saya balas: “Mohon maaf, boleh ya kisah ngopi barusan ini saya tulis, hehehehe….”

“Nah, ini, hahahahahaha….” Dia ketawa.

Kemudian saya imbangi: “Obrolan warung kopi atau obrolan dari pertemuan tak terduga, biasanya selalu penuh hikmah karena tidak pernah direncanakan. Jadinya lebih ikhlas dan tulus. Kalau obrolan dalam forum resmi, biasanya sudah disiapkan, bahkan terkadang sudah diniatkan nanti akan menggurui siapa, menyindir siapa, akan menghantam siapa, dan akan mempermalukan siapa, hahahaha….”

“Oke siiiiippppp, hahahahaha…” Balasnya.

(Banyuwangi, 27 Januari 2021)

Facebook Comments

Comments are closed.