Oleh: Cielona Zahra Ceysa
SDN Magetan 2, Magetan
Hai teman-teman, perkenalkan namaku Cielona Zahra Ceysa. Aku kelas 4 di SDN Magetan 2. Rumahku di desa Cepoko Dukuh Sadon. Sebagian besar penduduk desaku petani, karena tanahnya sangat subur untuk lahan. Sifat gotong royong, guyub rukun, dan budaya desa, masih terjaga dengan baik sejak jaman buyut hingga sekarang.
Oh iya…., aku akan bercerita tentang budaya dan sejarah di desaku. Sebenarnya ada banyak candi peninggalan jaman kerajaan dahulu lo. Di sawah bengkok desa ada batu berbentuk persegi, ada ukiran-ukiran, dan di tengahnya berlubang. Kemungkinan jaman dulu itu digunakan untuk menumbuk padi.
Di dekat sawah nenekku juga ada peninggalan yang bentuknya hampir sama, tapi ada tutupnya dan di sebelahnya ada potongan batu-batu berukir. Sayangnya, batu-batu itu sudah tak berbentuk karena tidak terawatt. Meski tidak terawat, setiap musim tanam ataupun panen tiba, di tempat itu masih diberi sesajen untuk menghormati leluhur. Percaya atau tidak percaya, menurut mbah-mbah buyut, Desa Sadon masih mempunyai kekuatan ghaib, meskipun sekarang sudah jaman modern.
Di dekat rumahku ada candi yang terkenal. Namanya, Candi Reyog. Tapi, orang dari luar daerah biasanya menyebut Candi Sadon. Candi ini berlokasi di sebelah timur perempatan Desa Sadon. Mengapa disebut Candi Reyog? Karena ada arca paling besar menyerupai bentuk reyog.
Candi Reyog ini wujudnya seperti raksasa menyeramkan, matanya besar melotot keluar, mulutnya menganga dan mempunyai taring. Yang ada di candi ini betuknya macam-macam. Antara lain arca naga yang berada di perbatasan pintu masuk. Bentuknya seperti penjaga. Sayangnya, pasangan yang sebelahnya hanya tinggal batu tatakan. Arcanya sudah hilang. Lalu, ada umpak (batu persegi seperti meja berukir dan di tengahnya ada lubang seperti digunakan untuk menumbuk padi), batu bata kecil-kecil yang berukir, dan batu-batu bertulis aksara Jawa kuno.
Suasana candi ini cukup terawatt. Ada juru kunci bernama Mbah Sarnu. Sekitar candi diberi pagar agar terjaga dan tidak lagi ada yang hilang. Menurut buyut, Candi Reyog ditunggui makluk halus bernama ‘Dadung Kawuk’ yang dalam pewayangan disebut sebagai penggembala kerbau siluman ‘Maesadanu’.
Tk percaya? Cerita itu ada buktinya lho….. Yaitu ada empat arca lembu di sebelah timur tidak jauh dari Candi Reyog, dan berdekatan dengan kuburan. Sayangnya, lembu yang tiga ekor kepalanya sudah hilang.
Pada tahun 1989, arca lembu pernah dicuri orang dari desa lain untuk dijual. Tapi, karena pencurinya mendapat gangguan gaib dan arca itu pada malam hari bercahaya sampai tembus genting rumah pencuri, akhirnya arca lembu dikembalikan ke Desa Sadon lagi.
Masyarakat kami juga masih melaksanakan adat desa turun temurun sejak jaman mbah buyut, yaitu setiap Syuro selalu mengadakan Bersih Desa dengan hiburan Reyog. Acara dimulai dengan selamatan di Candi Reyog agar Tuhan Yang MahaKuasa selalu memberikan kenikmatan lahir batin dan tidak ada mala petaka kepada warga. Akhirnya, reyog dibawa ke lapangan desa.
Bagi orang yang punya acara nikahan, harus memberi sesaji di Candi Reyog. Ini untuk menjauhkan malapetaka. Dulu, pernah ada kejadian, orang sengaja tidak memberi sesaji karna beranggapan sudah modern. Akhirnya, saat hajatan, ada angin besar dan ada yang kesurupan. Oleh sesepuh desa diberitahu agar memberi sesaji di candi. Benar, acara nikahan jadi berjalan lancar. Sejak kejadian itu, masyarakat selalu mengingat adat budaya desa.
Tidak hanya itu. Banyak orang dari luar Desa Cepoko datang untuk selamatan atau syukuran. Berdatangan juga mahasiswa yang melakukan penelitian dan anak-anak sekolah yang belajar sejarah candi. Tak pelak, Candi Reyog buka 24 jam dengan ijin Mbah Juru Kunci.
Meski terdengar seperti angker, tetapi Candi Sadon tetap ramai kok. Tempatnya di pinggir jalan dan berdekatan dengan rumah-rumah. Aku dan teman-temanku juga sering main ke sana bersepedah di jalan raya Candi Reyog.
Sebagai generasi penerus bangsa, aku harus bangga dan selalu menjaga peninggalan yang bersejarah ini. (*)