Oleh: Hanin Aditya M.N.
SD Islamiyah Magetan
MEPNews.id – Minggu itu cuaca cukup cerah untuk melakukan kegiatan, tapi aku hanya duduk di depan layar tv dari pagi. Sampai akhirnya Ibu menyampaikan keinginan. “Hanin, kita sudah lama tidak sowan Mbah. Bagimana kalau hari ini kita ke sana nengok Mbah?”
“Mau, mau, Bu. Ayuk kita ke sana,” jawabku senang.
Segera kumatikan tivi dan bersiap untuk berangkat.
Kakek dan nenekku tinggal di Desa Tamanarum Dusun Godekan RT.10/RW. 04 Kecamatan Parang di Magetan, Jawa Timur. Perjalanannya kurang lebih satu jam dari rumahku.
Saat sampai di sana, adzan waktu sholat ashar terdengar dari masjid tidak jauh dari rumah kakekku. Aku dan Ibu langsung pergi ke masjid tersebut untuk sholat berjamaah dengan warga setempat.
Setelah sholat, aku tak langsung keluar dari masjid. Aku tertarik dengan bangunan masjid ini karena aneh dan berbeda. Kucoba tanyakan kepada beberapa ibu yang sholat berjamah dengan kami tadi. Aku tanya masjid ini kapan didirikan dan siapa yang mendirikan. Tapi mereka tidak tahu.
Akhirnya, semua informasi mengenai masjid kuno ini aku peroleh dari takmir. Namanya, Mbah Haji Khamid.
Menurut beliau, masjid ini dibangun tahun 1840-an. Tidak ada orang-orang di sekitar yang mengetahui kapan waktu pastinya. Namun, bukti berdirinya ada di dalam kitab kuno yang disimpan di dalam masjid tersebut. Kitab kuno itu sudah diteliti dan diperbaiki oleh Perpustakaan Indonesia dari Jakarta. Perbaikannya dilakukan secara berurutan. Dari memperbaiki sampul hingga dilanjutkan memperbaiki isi kunonya.
Buku kuno itu mencatat, Masjid Tamanarum dibangun K. H. Imam Namawi salah satu pengikut Pangeran Diponegoro yang melarikan diri dari Jogja waktu akan ditangkap penjajah Belanda. K. H. Imam Namawi membangun masjid bersama Mbah Mustarim yang juga pendatang. Kisah mereka tertulis dalam babad Dusun Godekan serta penyebaran agama Islam khususnya di daerah Tamanarum.
Bangunan masjid bersejarah ini terlihat kuno. Atapnya terbuat dari kayu. Kalau dilihat lebih teliti, motifnya seperti sisik ikan. Dindingnya sampai saat ini terbuat dari kayu, sehingga bentuknya berbeda dari masjid lain pada umumnya.
Bagian dalam masjid dibagi menjadi ruang utama untuk jamaah pria, serta di sebelah kiri dengan ruang lebih kecil untuk jamaah wanita. Bagian ruang utama ada teras. Di sebelah utaranya terdapat rak buku yang isinya kitab kuno, buku bacaan dan Al-Qur’an. Di sebelah selatannya ada bedug.
Bagian luar masjid, di sebelah kanan, ada kolam yang dipakai untuk berwudhu pada jaman dulu. Sekarang, tempat itu dijadikan kolam ikan. Tempat wudhunya barada di sebelah kiri halaman depan masjid.
Mbah Khamid bercerita, ada stasiun Nasional yang pernah meliput masjid ini untuk acara Ramadhan tahun 2019.
Masjid Kuno Tamanarum telah diperbaiki oleh Dinas Purbakala Trowulan pada 1997 sampai 2003 hingga bentuk bangunan seperti sekarang ini. Masjid kuno ini sebagai bukti peninggalan sejarah dan penyebaran agama Islam sejak jaman dahulu kala. Sampai sekarang, masjid ini masih digunakan seperti masjid pada umumnya. Yang membedakan hanya bentuk bangunannya. (*)