Mencatat Sambat

Oleh: Moh. Husen

MEPNews.id –Ketika seseorang berinisial X lagi pusing-pusingnya cari pinjaman uang buat menyambung hidup, seseorang berinisial Y tiba-tiba sesambatan kepada X: “Aku difitnah. Nama baikku hancur.”

Sungguhpun menurut X masalahnya tak sepusing dirinya, tapi X coba melerai duka Y. “Sabar,” katanya.

X sangat kenal orang yang disebut memfitnah Y. “Yang memfitnah kamu itu,” lanjut X, “menurut perkiraan pribadiku selamanya dia akan terus begitu. Tinggal kamu saja sekarang yang harus berhati-hati dan waspada.”

Y merespon: “Mulai sekarang apakah aku harus pamer kabaikan agar orang mengetahui aku tak seburuk fitnah yang telah menyebar itu? Mana ada orang mau menggali fakta alias tabayyun kepada orang kecil yang sekaligus melarat seperti aku? Ada orang menyapa aku saja tidak ada. Lantas bagaimana?”

“Berbuat baik itu,” X segera menimpali, “berbeda dengan pamer. Berbuat baik ya berbuat baik. Pamer ya pamer. Pakai baju baru ya pakai baju baru. Pamer baju baru ya pemer baju baru. Tidak serta merta orang yang pakai baju baru, bawa motor baru atau punya rumah baru, dipastikan pamer.”

“Yang penting sekarang,” X meneruskan, “kamu sehat wal afiat. Nanti selepas aku dapat pinjaman, aku akan kasih tau caranya agar kamu tak difitnah lagi.”

“Halah ngaco kamu, hahahaha…” Y ketawa. Dia sudah hafal kalau dia mau dikerjain sama X. Kalau X sudah bilang begitu, berarti Y ini menurut X sudah tahu cara mengatasi problemnya sendiri. Y hanya butuh menceritakan dan didengar. Begitu didengar dengan durasi yang dirasa cukup secara manusiawi, hati dan fikiran Y menjadi fresh dan lega. Kemudian hati dan fikiran Y dengan sendirinya akan segera mengetahui dia harus bagaimana dalam bersikap dalam mengatasi problemnya.

Cerita sesambatan Y tersebut dicatat rapi oleh X. Kebetulan X ini punya hobi mencatat. Meskipun sialnya, X justru ditertawakan oleh dirinya sendiri: “Seorang TKW yang tiap hari protes dan misuh-misuh terus atas ketidakadilan majikannya di media sosial oleh tangan kreatif seorang editor buku dijadikan sebuah buku setebal 365 halaman. Sepertinya sesambatan seperti ini juga bisa menjadi sebuah buku tebal agar banyak orang mengerti bahwa kehidupan tidak sedang baik-baik saja, hahahahaha…”

(Banyuwangi, 9 Desember 2019)

Facebook Comments

Comments are closed.