Oleh: Moh. Husen
MEPNews.id – Sebuah tulisan yang ditulis oleh penulis profesional tentu berbeda jauh dengan tulisan yang ditulis oleh penulis yang bukan penulis, apalagi ditulis oleh tukang hayal seperti saya ini. Kalau hayalannya ingin meningkatkan kualitas diri sendiri masih lumayan dan logis. Tapi kalau hayalannya mengabaikan diri sendiri, bisa fatal seperti lilin yang akan lenyap terbakar api.
Misalnya saja, hayalan saya kali ini andai warung kopi tempat ngopi saya sekarang ini setiap saat pasang iklan di akun medsosnya sendiri saja, insya Allah akan semakin laku keras. Yang datang kesini semakin banyak. Pundi-pundi ekonomi semakin meningkat. Apalagi jika mau perang tanding pasang iklan di semua media apa saja sambil berbisik: “Selain warung kopi saya, jangan diperbolehkan pasang iklan disini ya…!”
Saya menghayal pemiliknya akan bertutur kepada keluarganya: “Mari kita perbesar segmen warung kopi kita ini. Mereka harus tahu kalau warung kopi kita ini yang paling enak dan nikmat. Kita perlu berdakwah ke mana-mana merambah desa dan kota agar mereka tahu kalau ingin ngopi yang paling mak nyuss itu ya di warkop kita ini. Warkop kita harus besar. Jangan sampai kecil, apalagi nggak dikenal orang. Simbol warkop kita harus ada dimana-mana sebagai tanda kita terbuka bergaul dengan siapa saja. Jangan sampai kita kemana-mana tapi warung kita tetap disini. Kalau masih belum punya mobil untuk kita branding, maka setidaknya kemana-mana kita pakai baju yang mempromosikan warung kopi kita ini…”
Dalam hayalan saya, salah seorang keluarganya nyeletuk: “Lho, kok gitu? Kenapa kita mengklaim hanya warkop kita yang terbaik? Apakah mereka yang ngopi selain di tempat kita ini orang-orang yang salah dan keliru?”
“Waduh, kamu ini kok tidak mau diajak maju,” jawab langsung Si Pemilik Warkop.
“Pokoknya kalau kamu bertanya begitu itu,” lanjutnya, “pertanda kamu nggak mau maju. Kamu nggak mau warkop kita ramai dan uang kita banyak. Ini bisnis, bukan politik merebut kekuasaan. Ini cari uang. Aku paham maksudmu. Tapi ketahuilah, usaha kita perlu maju. Dalam dunia marketing bisnis jangan tersinggung dong kalau dengar iklan hanya di warkop Pak Anu ngopi paling mak nyuss. Ini warung kopi dan ini bisnis. Semua anggota keluarga yang kerja disini harus ikut saya. Jika tidak, keluar saja. You know?!”
Itu hayalan saya belaka. Faktanya tidak ada pemilik warkop yang begitu. Nasib warkop memang tergantung pemiliknya, apakah ia akan berlaku seperti ide cemerlang hayalan saya itu ataukah bersahaja dan biasa-biasa saja, alias wajar-wajar saja dan normal-normal saja. Meskipun ada lima warkop berjejer saling berdekatan dan berdampingan, tapi yang mau ngopi disini monggo, yang tidak juga tidak apa-apa. Tidak akan dijelek-jelekkan, apalagi sampai difitnah-fitnah.
Ada lagi hayalan saya yang terbalik begini: pemilik warkopnya ikhlas lillahi ta’ala ingin warung miliknya sederhana dan biasa-biasa saja, tak ikut arus mainstream global kapitalis. Sedangkan anak buahnya ngotot menginginkan kemewahan sekaligus populer, persis hayalan saya yang diatas. Tentu saja ini ironi dan lucu. Wong pemiliknya kok disuruh taat sama anak buahnya.
Tapi untunglah semuanya ini hanyalah hayalan belaka. Dan saya titeni, hayalan seperti ini biasanya kerap kali muncul tatkala isi dompet saya mulai tak jelas, serta tak jelas pula siapa yang mbayari ngopi saya ini.
(Banyuwangi, 26 Oktober 2019)