MEPNews.id – Frasa pada judul di atas, sengaja saya pinjam dari status Facebook Dr Muhsin Kalida. Pakar psychowriting yang juga dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, ia yang sempat hadir di DeDurian Park, bersamaan dengan akan dimulainya acara Milenial Literasi Camp angkatan pertama.
Ia menuliskan:
“Sebab, sebelum parkir mobil saya masih merenung agak lama, sejak kapan, jin mana yang menuntun, sehingga terbangun pertapaan literatif seunik dan seinspiratif ini,”
Ada kolam renang di puncak, ada perpustakaan terbuka, ada cafe, ada tempat selfi, ada durian raksasa, ada penginapan, ada permainan edukatif, mushalla, taman yang sangat indah untuk menghadirkan berbagai ide, pojok-pojok yang didesain khusus untuk menciptakan mood membaca maupun menulis, beberapa gazebo untuk arena diskusi ato kelas khusus, jiiiaaann gile bener nih…, nongkrong sejam di sini bisa turun berbagai ide menulis…, jika udah duduk, pegang bolpoin dan kertas, dijamin nggak bakalan berhenti nulis deh.
Di saat pembukaan inilah, saya diplekotho jadi bintang tamu untuk berbagi pengalaman, di bidang sadar membaca, sadar menulis dan sadar mendokumenkan karya tulis. Usia tulisan kita, akan jauh lebih panjang dari usia kita. Kita dikenal dan dikenang, bukan dari tutur kata, bukan qoola wa qiila, tetapi dari karya tulis kita.
Tiga alinea Dr Muhsin tersebut, merupakan penandas sekaligus penegas bagi DeDurian Park untuk menasbihkan diri sebagai titik episentrum literasi di kemudian hari. Istilah pertapaan literatif miliknya tentu klop dengan realitas yang ada di sana, dibuktikan dengan diberlangsungkannya acara MLC yang disambut begitu antusias oleh seluruh peserta dari berbagai daerah.
Di sana mereka sukses menghasilkan begitu banyak tulisan. Ide-ide kreatif begitu mudah muncul lalu mengalir untuk kemudian mereka tulis.
Sementara itu, di sisi lain saya bisa menambahkan sebutan lain untuk DeDurian. Sebutan sebagai kawah literasi pun sepertinya relevan, sebutan ini sangat cocok sebagai asosiasi betapa DeDurian ke depan akan menjadi episentrum gerakan literasi tersebut. Kalau ingin berliterasi membersamai menyatu bersama alam berserta ragam ekositemnya, di DeDurian Park adalah tempatnya.
Sehingga ketika ada yang ingin mencari tempat untuk ngaji literasi, di DeDurian adalah tempatnya. Bukan sekadar berhenti pada wilayah membaca, di sana menulis merupakan roh utamanya, setiap peserta dipaksa menulis. Peserta wajib minimal berhasil menulis satu artikel. Kemudian sepulang acara, karya buku siap terbit telah ada tinggal publikasikan ke para pembaca.
Melalui DeDurian usaha itu tengah dirintis, dengan MLC angkatan 1 yang telah rampung, dengan buku karya peserta yang segera akan terbit. Setelah ini akan menyusul MLC angkatan 2, 3, 4, 5, dan seterusnya. Semakin banyak yang ngaji literasi di DeDurian, itu berarti usaha menjadikan literasi sebagai identitas anak negeri telah berjalan sesuai platform yang tepat.
Dengan bertapa di DeDurian, jaminan atas proses kreatif akan hadir dengan begitu gampangnya akan Anda rasakan. Menulis bukan lagi suatu beban. Menulis ternyata sangat mudah apalagi dilakukan di tempat yang nyaman. Dengan digodok di DeDurian, Anda yang semula kesulitan sekadar menulis satu kalimat, justru akan kewalahan karena ide-ide begitu keluar mengalir bak air sungai beraliran deras.
Akhirnya, setelah pulang dari DeDurian menghadiri MLC dan menjadi alumninya, niscaya pola pikir Anda tentang menulis berubah total, dan Anda semakin ketagihan bahkan mengalami kegilaan pada menulis yang kelak menjadi kebutuhan. Karena Anda yakin betul bila menulis bukan sekadar keinginan tapi kebutuhan bahkan kewajiban.
(Aditya Akbar Hakim)