Minat Baca dan Kualitas Diri

Foto : Ilustrasi

MEPNews.id – Semakin tinggi minat baca. Bisa dipastikan. Akan semakin tinggi pula kualitas pribadi. Berbanding terbalik. Bila semakin rendah minat baca. Hampir pasti kualitas diri akan ikut-ikutan semakin rendah. Siklus ini memang benar. Bisa dibuktikan secara nyata.

Ingin bukti.

Mari kita tengok negara-negara maju. Di sana, mayoritas masyarakatnya gemar membaca. Tak hanya sekadar minat baca yang tinggi. Mereka telah berbudaya membaca. Maka tak heran, karakter sebagian penduduknya pun terkerek naik menjadi kualitas satu. SDM-nya unggul. Semua itu akibat minat baca yang tinggi. Terutama sekali dalam membaca buku.

Lihatlah Jerman. Negara ini merupakan raja ekonomi di seantero Uni Eropa. Mengapa Jerman bisa terdepan perekonomiannya? Karena mereka berbudaya membaca. Warganya begitu cinta pada membaca. Geliat pada ilmu amat tinggi. Maka, tak heran ketika banyak produk hasil temuan para ilmuan yang berasal dari Jerman.

Satu lagi Jepang. Dai Nippon ini adalah teladan bagi seluruh Asia, bahkan dunia. Betapa setelah luluh lantak akibat peristiwa Nagasaki dan Hirosima. Negeri ini hancur lebur. Mereka harus memulai kembali dari nol. Dan hari ini setelah 73 tahun tragedi itu berlalu. Jepang telah menjadi raksasa Asia. Dalam bidang apa pun Jepang jadi terdepan. Terutama dalam teknologi. Ilmu pengetahuan begitu pesat berkembang. Semua itu karena masyarakatnya berbudaya membaca. Mustahil semua itu diperoleh tanpa dimulai dari budaya baca.

Sekarang mari ke negeri sendiri. Indonesia punya banyak sosok hebat. Para pendiri bangsa adalah hampir semuanya gemar bahkan berbudaya membaca. Contoh para pembaca tekun begitu banyak bisa kita temukan. Soekarno bisa menemukan diksi Pancasila. Sebab beliau rakus membaca buku. Entah berapa ratus atau bahkan ribuan buku yang telah ia baca.

Jikalau ingin tahu kiprah Bung Karno. Silakan bertandang ke Blitar. Di kompleks makam Sang Proklamator itu terdapat rekam jejak peninggalannya. Di situ ada perpustakaan. Ada memoar berupa barang dan lain sebagainya. Termasuk ada prasasti yang menuliskan keterangan bahwa, Soekarno pernah mendapat lebih kurang (seingat saya) 24 gelar Dr HC dari berbagai kampus di seluruh dunia. Sungguh ini bukti tak terbantahkan, betapa Soekarno seorang kutu buku luar biasa. Tanpa gemar baca. Apakah mungkin semua capaian itu berhasil direngkuh?

Muhammad Hatta tersohor sebagai ekonom ulung. Beliau juga pecandu buku, terutama soal ekonomi. Kecerdasannya di atas rata-rata. Di balik pembawaannya yang kalem. Ternyata menyimpan sejuta potensi dahsyat. Pemikirannya cukup jeli dan tajam. Dan rumah besar bernama koperasi adalah buah karya seorang Hatta. Konon ketika pulang dari Belanda, stok koleksi buku-buku Hatta itu terkumpul hingga sebanyak tiga kontainer. Sungguh koleksi buku yang begitu banyak.

Lantas ada Hamka, ulama yang pernah dibenci sekaligus dicintai oleh rezim orde lama itu. Hidupnya berhiaskan tiada hari tanpa baca buku. Saat tak ada jadwal keluar kota. Setiap pagi ia pakai untuk membaca. Padahal ia tak pernah menempuh sekolah tinggi. Ia banyak belajar otodidak dari semua buku-buku koleksinya. Hingga lahirlah karya monumentalnya ketika ia mendekam di penjara. Tafsir Al Azhar 30 juz tersebut.

Tentu menyebut tokoh-tokoh lain masih ada, saya cukupkan mereka sebagai sampel yang bisa mewakili para founding fathers. Sebab satu yang pasti. Mereka adalah pribadi unggul. Mereka berbudaya membaca, hidupnya adalah banyak membaca hingga mereka menjadi orang hebat yang sangat bermanfaat bagi bangsa.

(Aditya Akbar Hakim)

Article Tags

Facebook Comments

Comments are closed.