MEPNews.id – Berjamaah itu bukan asal berjamaah. Seperti kita dalam laku ibadah sholat, bershaf-shaf, tetapi setelah selesai menghadap Allah sebagai sesama makhlukNya, kemudian kita pergi masing-masing tanpa mengenal lagi siapa kanan kiri kita.
Bisa jadi saat bertemu didalam bisnis, pekerjaan, diruang rapat, di pasar, dan dalam profesi lainnya, yang satu shaf dalam sholat tadi saling tidak mengenal. Dirasakan atau tidak ada semacam kesepakatan umum bahwa itu lazim. Berjamaah dalam sholat belum berarti berjamaah dalam berkehidupan sosial.
Maka ikatan darah, sesama saudara sesama Muslim masih belum mampu kita terjemahkan dalam kehidupan nyata. Radius Of Trust antar sesama Muslim masih kalah dengan logika.
Rasionalitas masih menjadi panglima kehidupan kita. Padahal pengendali utama hidup ini hati. Dalam aplikasi kehidupannya, rasio dikendalikan hati dan hati dikendalikan naluri, dan naluri diasah oleh iman.
Semakin manusia beriman, ia memiliki hati yang bening dan bercahaya, ia juga memiliki mata batin yang mampu membaca hati orang, membaca ketulusan dan kebohongan. Mampu menemukan titik temu atas perintah Rasulullah bahwa sesama Muslim itu bersaudara. Dan perintah itu sulit kita temukan kalau titik iman, ketulusan, mata hati dan batin kita tidak kita asah tiap hari.
Rasulullah sangat jelas memberi panduan kita.
“Seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lainnya. Tidak boleh mendhaliminya dan tidak boleh pula menyerahkan kepada orang yang hendak menyakitinya. Barangsiapa yang memperhatikan kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memperhatikan kebutuhannya. Barangsiapa yang melapangkan kesulitan seorang muslim, niscaya Allah akan melapangkan kesulitan-kesulitannya di hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi kesalahan seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi kesalahannya kelak di hari kiamat”
HR. Bukhari no. 2442, Muslim no. 2580, Ahmad no. 5646, Abu Dawud no. 4893, at-Tirmidzi no. 1426 ; dari Abdullah bin ‘Umar radliyallahu ‘anhuma.
Maka, saya bahagia semalam mendapat cerita dari pak Djoko Setyono, Komisaris DeDurian Park yang berjumpa dengan Dr.Sjafril Vika Permana, members Jamaah DeDurian Park dikantor Surabaya.
Dua saudara sesama muslim ini awalnya adalah MOU. Karena saya pamit Dr Vika gak bisa ke kantor, pak Djoko yang menemui di kantor.
Tapi dialog panjang dua anak manusia sesama pengagum Rasulullah itu ternyata dalam satu frekwensi. Tidak hanya bicara kebun di wonosalam, bahkan Dr Vika membayangkan replikasi ditempat lain akan mudah kalau di Wonosalam sukses.
Dan yang menarik, dimenit terakhir dalam dialog satu jam itulah, MOU ditandatangani tanpa dibaca dulu.
Dan karena beban kepercayaan tinggi dari Dr Vika, pak Djoko sore itu juga meluncur ke Jombang minta tandatangan saya, agar segera diserahkan kembali ke Dr Vika.
Kemuhlisan pak Djoko, daya semangat pak Djoko selalu wirid dan tasbih bersama pohon pohon dan burung di Kebun DeDurian Park, adalah kekuatan yang tak bertepi. Karena hidup ini terbatas, maka kepasrahan pada Allah yang Maha Tak Terbatas adalah kucinya.
(Yusron Aminulloh)