Orangtua Zaman Now

Foto : Ilustrasi

MEPNews.id – Menjadi orangtua di zaman sekarang, sungguh penuh onak tantangan. Kita yang dulu dididik oleh bapak ibu kita, sehingga bisa seperti hari ini, menjadi manusia yang masih terus berproses mengisi panggung kehidupan, mungkin tatangannya tidak seekstrim sekarang.

Hari ini, model serta godaan mendidik buah hati itu cukup beragam, belum lagi dengan hadirnya komunitas baru bernama warganet beserta anak turunannya, termasuk gadget sebagai piranti pokok yang begitu atau telah menjadi kebutuhan primer hidup manusia. Dari kecanggihan teknologi itu, tidak jarang malah membuat sebagian orangtua bingung menghadapi anak-anaknya sendiri.

Tarulah saat orangtua justru sangat ketinggalan dari anak saat berbicara HP. Bahkan orangtua dibikin takluk sama kehebatan anak menggunakan HP, sehingga keputusan orangtua yang memberikan fasilitas HP kepada anak malah menjadi sisi dilematis atau bomerang bagi visi mendidik anak itu sendiri. Padahal, adakah jaminan bila anak dengan pegang HP, lalu membuat mereka tambah baik? Atau malah sebaliknya, HP membuat anak semakin jauh dari kita, membuat interaksi kita dengan mereka sangat menurun drastis.

Tentu diri kita masing-masing yang bisa menjawab pertanyaan itu dengan jujur. Semoga kita bisa lebih berhati-hati dengan segala kemudahan teknologi informasi, termasuk bisa bijak saat memutuskan suatu urusan yang super penting kapan anak boleh ber-HP.

Sementara itu, bagi orangtua hari ini, jika ingin anak-anaknya kelak menjadi investasi yang bernilai tambah, anak yang kelak bisa mengantarkan kita untuk bisa memasuki surganya Allah, artinya anak kita adalah pemberat bagi timbangan amal kebaikan kita kelak di akhirat, anak yang akan menjadi wasilah bagi kita meraih puncak kenikmatan di alam hakikat.

Maka kita mesti menyiapkan segala sesuatunya dari–dan sejak mulai yang terkecil sampai terbesar. Hal ini maksudnya kita perlu menata niat, menata sikap, menata ucapan, dan menata cara berbuat yang kesemuanya mesti berujung pada nilai-nilai keteladanan.

Satu contoh, jika kita ingin punya anak yang rajin salat berjamaah ke masjid, kita selaku orangtua mesti sergep dulu untuk salat jamaah di masjid, tak usah mimpi punya anak ahli jamaah tetapi diri kita sendiri ogah dan tidak terbiasa mendatangi panggilan azan.

Tatkala kita berharap punya anak yang senang membaca lalu meletakkan membaca sebagai kebutuhannya. Tentu kita selaku orangtua wajib berbudaya membaca, kita mesti punya kebiasaan membaca yang konsisten dulu baru kita tularkan ke anak. Maka tak perlu terlalu berharap punya anak kutu buku tetapi kita malah sibuk ber-HP daripada membuka lalu membaca buku.

Bertolak dari dua contoh simpel tersebut, contoh yang tampaknya sederhana tetapi kalau kita taruh komitmen yang kokoh didahului niat tulus penuh keikhlasan. Niscaya hasilnya akan baik, buah yang kita petik kelak adalah dengan bertambahnya nilai keuntungan. Itu karena anak-anak kita tanpa kita banyak berkata-kata, mereka akan terobsesi lalu meniru kebiasaan dari orangtuanya.

Sebab jutaan kata perintah yang kita sodorkan kepada anak, tentu masih kalah dengan satu perbuatan yang bernilai keteladanan. Pun satu perbuatan yang berlainan bahkan berbeda antara yang kita ucap dan perbuat, maka itu tidak berarti sama sekali di mata anak, dan akibat terparah anak pasti langsung hilang kepercayaan dengan kita.

Untuk itu, kita mesti berhati-hati dengan setiap ucapan lebih-lebih perbuatan yang kita lakukan. Kita harus jujur dengan anak, tak perlu gengsi bila kita pernah salah dan mengaku maaf di depan anak sendiri. Bagi anak-anak, yang paling mereka cari, yang mereka ingin lihat, serta yang sangat mereka butuhkan dari kedua orangtuanya adalah apa yang ayah-ibunya perbuat itu harus terus seirama klop antara ucap dan buat, bukan sekadar berhenti diucapkan bahkan berpanjang kata tapi nir teladan.

Akhirnya, penting kita camkan di sini, bila orangtua yang hebat, orangtua yang baik, dan orangtua yang berwibawa di mata anak adalah mereka yang tak terlalu muluk dengan kata-kata tetapi cukup setiap sikap plus perbuatannya telah mencerminkan nilai teladan yang luar biasa. Sehingga anak seketika segan bukan takut saat orangtuanya diam karena tahu dirinya berbuat keliru. Dan semua itu kata kuncinya ada di keteladanan. Demikian.

(Aditya Akbar Hakim)

Article Tags

Facebook Comments

Comments are closed.