MEPNews.id – Keterbatasan ekonomi bukan halangan untuk memperoleh ilmu. Noviana membuktikan itu saat menempuh pendidikan di Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga. Sambil mengamen, ia tak hanya lulus sarajana tapi juga mendapat gelar wisudawan terbaik. Prestasinya itu dikukuhkan dalam wisuda 6 September di Airlangga Convention Center.
Noviana mengisahkan, perjuangannya mengenyam pendidikan tidaklah mudah. Putri pasangan Sutrisno dan Karyatiningsih itu lahir dari keluarga kekurangan. Maka, dara asal Surabaya itu tergerak membantu perekonomian keluarga dengan cara mengamen dari satu tempat ke tempat lain. Meski harus menghadapi berbagai risiko, dirinya memilih teguh.
“Ketika saya dalam kandungan, Bapak yang berprofesi sebagai kuli bangunan mengalami kecelakaan parah saat bekerja. Karena kekurangan biaya, Bapak tidak dioperasi. Beliau ganti menjadi tukang becak walaupun belum sepenuhnya sembuh. Tidak lama berselang, becaknya dicuri,” ungkap anak ke empat dari delapan bersaudara itu.
Pilihan mengamen bermula ketika kedua orangtua Noviana sakit keras. Kala itu, dua kakaknya mengadu nasib di jalanan. Upaya ini kemudian diikuti saudara-saudarinya yang lain. Larangan orang tua tak membendung tekad Noviana beserta seluruh saudaranya membantu perekonomian keluarga.
“Akhirnya, Bapak memperbolehkan kami mengamen dengan catatan sekolah tetap yang utama. Mengamen jangan dijadikan sumber penghasilan hingga dewasa. Bahkan, Ibu dan Bapak setia mengawasi kami saat mengamen. Selain itu, mereka juga sangat disiplin terkait pendidikan. Waktu beristirahat kami gunakan untuk mengerjakan tugas,” kata Noviana.
Mengadu nasib di jalan bukanlah tanpa risiko. Beberapa kali Noviana dan saudara-saudaranya harus berhadapan dengan aparat keamanan. Ia bahkan pernah dibawa ke Lingkungan Pondok Sosial (LIPONSOS). Kondisi kurang layak sudah menjadi ‘makanan’ sehari-hari. Namun, mereka tidak gentar. Bagi Noviana dan keluarga, jalanan adalah tempat untuk belajar banyak hal.
“Singkat cerita, saya menjadi anak pertama di keluarga yang bisa melanjutkan sekolah hingga ke perguruan tinggi. Saya diterima di FH UNAIR melalui jalur undangan. Padahal, ketika masih kecil, saya ingin menjadi guru matematika ketimbang sekolah hukum. Saya dulu berfikir hukum dan politik itu kejam,” ujarnya.
Selama kuliah, Noviana berusaha tidak merepotkan keluarga. Berbagai upaya dia lakukan guna memenuhi kebutuhan perkuliahan. Ia berdagang barang, pernah menjadi pelatih olahraga panah di salah satu klub di Surabaya, sampai magang di Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum (UKBH) FH UNAIR demi menambah pengalaman.
“Selain di UKBH UNAIR, saya juga mengikuti pelatihan paralegal di Surabaya Children Crisis Center (SCCC). Ini Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang ditujukan bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Saya belajar turun langsung mengurus perkara anak di persidangan. Bagi saya, itu ilmu yang tidak ternilai,” kata Noviana.
Semester lima, Noviana menerima beasiswa Chaeron Pokphand Indonesia yang menunjang pendidikannya hingga akhir perkuliahan. Skripsi berjudul ‘Pengadaan Barang atau Jasa Pada Badan Layanan Umum’ mengantarkan Noviana meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,94.
Kini, ia melanjutkan karirnya di sebuah kantor advokat. “Ke depan, saya ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang magister lalu mendaftar sebagai hakim,” kata Noviana.
Untuk para mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan, ia memberikan tips; restu orang tua, konsisten, berkomitmen, serta manajemen waktu. “Nikmati setiap proses yang dilalui agar tidak merasa berat. Lalu, jangan lupa selalu berbagi,” tandas Noviana. (*)