Foto : Ilustrasi
MEPNews.id – Terminologi mendidik punya dimensi makna yang cukup berbeda dengan mengajar. Jika mengajar belum tentu mendidik tetapi ketika kita memutuskan menjadi guru lalu bertekad mendidik di situ artinya sekalian dengan mengajar.
Oleh karena itu, tatkala kita hendak berkomitmen guna mendidik anak, sosok anak bak buah hati generasi penerus penjaga panji-panji agama. Maka kita perlu membiasakan, melatih, bahkan membenturkan mereka dengan segala yang tersedia di alam semesta. Apa pun yang ada di alam, sudah seyogianya penting untuk kita jadikan sebagai media belajar setiap anak.
Sebab dari alam kita dulu juga bisa banyak belajar, alam semesta beserta segala isinya itu adalah laboratorium raksasa yang penuh aneka content ilmu, alam merupakan media belajar yang pernah, masih, dan akan terus kita butuhkan untuk jadi sarana belajar meningkatkan kemampuan.
Maka dari itu, kita perlu memperbanyak interaksi dengan alam, kita perlu sering berkomunikasi dengan alam. Kita wajib membersamai alam dengan iringan musik yang harmoni seirama bukan malah membiarkan apalagi berani merusakan alam.
Termasuk kepada generasi penerus peradaban, pada anak-anak kita, anak yang kelak akan mengganti peran kita di arena kehidupan. Dari situ kita wajib menyatukan anak dengan alam. Kita mesti mendekatkan anak kepada alam. Anak harus diberi pemahaman serta teladan bila dari dan untuk alam kita manusia bisa menyerap ilmu kehidupan.
Kita bisa ambil satu contoh, tarulah pada kebutuhan kita pada oksigen. Kita ini selalu bernafas, setiap saat kita butuh O2, tanpa menghirup udara segar yang diproduksi oleh tumbuhan. Maka kita pasti mati, kita tak mungkin bisa bertahan hidup bila kita berhenti bernafas.
Terkait fakta itu, sangat penting bagi kita untuk menyetrumkan kesadaran kepada anak-anak, bahwa betapa kita bergantungnya kepada alam, terutama kebutuhan kita pada tumbuhan. Pohon yang hijau rindang tumbuh besar menjulang adalah pabrik udara yang selalu kita butuhkan. Anak mesti tahu lalu paham pada konsep ini dan menancap ke pola pikirnya.
Namun, tidak cukup sampai di situ, ada dua pertanyaan kritis yang perlu kita jawab, sudahkah kita menanam satu pohon sebelum kita mati? Kalau pun tidak sempat menanam, lantas sudahkah kita punya komitmen kuat untuk ikut turut menjaga, merawat, serta melestarikan setiap tumbuhan dengan tidak pernah merusak tanaman yang hidup di sekitar lingkungan kita?
Semoga jawaban yang kita sodorkan adalah, sudah. Kita bersama-sama keluarga, anak, saudara dekat kita merupakan pioner gerakan sedekah oksigen. Kemudian bersama menyatu dengan alam. Bersama merapatkan barisan guna menjaga alam. Dan bersama menjadikan alam sebagai patner sesama makhluk yang menghamba–mengabdi kepada Allah.
( Aditya Akbar Hakim )